Mohon tunggu...
Anazkia
Anazkia Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Fansnya Anuar Zain, suka baca buku, suka baking, acap berkicau pendek di Twitter @anazkia dan kadang di anazkia.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berbagi Nasi Bogor

9 September 2015   23:46 Diperbarui: 9 September 2015   23:57 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 

Bukber bareng di lapak pemulung waktu bulan Ramadhan lalu

Berbagi Nasi Bogor. Seminggu sebelum bulan Ramadhan, saya diajak Diaz untuk ikut Berbagi Nasi Depok. Saya mengerutkan kening membaca kalimat "Berbagi Nasi" saya tak tahu menahu mengenai komunitas ini. Sehinggalah Diaz bercerita sedikit tentang Berbagi Nasi (Bernas). "Berbagi Nasi adalah kegiatan berbagi melalui sebungkus nasi untuk para saudara kita, yang masih tidur beralas bumi beratapkan langit di jalanan seputar kota. Kita berbagi dengan sederhana sebentuk harapan untuk membantu dan semangat untuk memberi. Berbagi Nasi lahir dari pemikiran seorang Danang Nugroho yang berasal dari Kota Kembang Bandung." saya kutip dari blognya Berbagi Nasi Jakarta. Komunitas ini sudah lama ada dan kini tersebar di puluhan kota di Indonesia. Dan saya baru mengetahuinya belum lama, jadi saya termasuk pendatang baru di komunitas Bernas.

  

Saat Diaz mengajak untuk keliling di Depok, saya belum bisa mengikutinya. Jadilah di minggu ketiga bulan Ramadhan untuk pertama kalinya saya mengikuti Bernas Bogor. Mereka mengadakan kegiatan di

di Lapak pemulung Jl. Golf Ciriung Cibinong, Bogor  bersama dengan para pemulung di sana. Bernas Bogor, sudah ada sebelumnya, tapi kegiatannya vakum. Maka dibentuklah lagi Bernas Bogor dengan Novita sebagai koordinatornya untuk kembali "dihidupkan" alhamdulillah, dengan ide-ide gilanya Novi mulai kembali "menghidupkan" lagi Bernas Bogor sejak bulan Ramadhan lalu.

Kami disambut ramah oleh warga pemulung yang sebagian besar malam itu akan mudik ke kampung halaman di Purworejo. Awalnya ada kecanggungan dari para warga ketika kami baru sampai. Tapi tak lama setelah mengenalkan diri warga mulai berani ngomong, becanda dan tertawa. Eh, tapi momen ini sudah lama jadinya saya lupa nama-nama warga di sana :( ada bapak-bapak yang usianya menjelang lima puluh tahun, tapi berat badannya hanya 38 Kg. Karena berat badannya paling rendah di antara yang lain, bapak ini mendapatkan hadiah sekotak roti unyil. Yang kemudian setelah waktu berbuka puasa, kotak roti tersebut dibuka dan dibagiin kepada teman-temannya ^_^

 

Senang melihat antusiasme warga. Bahkan, ada warga yang cerita kalau mereka sengaja tidak masak menu berbuka karena tahu akan ada Bernas yang akan datang ke lapak. 

 

 Foto bareng sebelum bukber 

 

 

 Bapak ini dapat hadiah karena berat badannya paling rendah

Itu pertama kalinya saya ikutan acara Bernas di Bogor.

  

Sebelum berangkat kami kumpul di depan Masjid Raya Bogor

 

Dan Jumat lalu (4 September 2015) saya kembali mengikuti acara Bernas. Seperti layaknya kebiasaan Bernas di berbagai daerah, mereka keliling itu setiap hari Jumat malam dimulai pukul 21.00. Ada beberapa sebutan yang akhirnya saya tahu dari komunitas ini amunisi dan pejuang nasi. Amunisi adalah nasi yang akan dibagikan. Sedangkan pejuang nasi adalah para relawan yang rela menyediakan sedikit rezeki untuk membeli nasi kemudian menyalurkannya. Jadi, kalau mau ikutan Bernas, kita "diwajibkan" membawa minimal satu bungkus nasi untuk dibagikan kepada yang membutuhkan. Lantas, siapa saja yang layak mendapatkan nasi tersebut? Target dan sasaran bernas adalah para pemulung, para pekerja malam (tukang becak, pedagang asongan) dan tidak diperbolehkan memberikan kepada pengemis dan pengamen. 

 

Terus kalau mau ikutan nyumbang nasi tapi ada di luar kota gimana? Yah teman-teman tetap bisa berpartisipasi dengan mengirimkan uang, nanti uangnya dibelikan nasi. Jumat lalu, amunisi yang terkumpul sebanyak 104 bungkus. Sedangkan para pejuang nasi yang turut serta sebanyak 22 orang. Kami disebar kepada empat tempat, Jalur satu, Padjajaran, Jambu dua, Ciawi. Jalur dua, Surya Kencana, Empang, BTM. Jalur tiga, Jembatan merah, Paledang. Jalur empat terminal Baranangsiang. Kami meeting point di depan Masjid Raya Bogor. Menjelang pukul 21.00 kami bergerak, saya ikut di rombongan jalur 2 bersama dengan lima orang teman lainnya. Ada Mas Iqbal, wartawan dari pakuan Raya. Ada Sandi, Anida Zein, Yusuf juga Novit. Kami menyusuri jalan Surya Kencana, menuju BTM dan berakhir di Empang.

 

Malam itu, kami menyusuri jalanan Bogor dengan menggunakan motor, berjalan perlahan mempertajam mata. Melihat di  sekeliling adakah orang yang tidur di emperan toko, atau adakah para pemulung yang sedang bekerja. Satu persatu, kami mulai menemukan target yang kami cari. Sampai kemudian ketika amunisi kami tinggal tiga bungkus kami sampai di pinggiran jalan trotoar di Empang. Ada lima orang tua yang bersiap hendak tidur. Kami mengulurkan nasi yang hanya tinggal tiga

 

"Kurang dua, Neng." kata si Ibu yang rambutnya sudah memutih semua. Mas Iqbal melambai ke arah Sandi di seberang jalan, memberikan kode kalau kurang dua bungkus lagi amunisi. Sandi memberikan uang ke Novit. Novit dan Anida menyebrang jalan menuju sebuah warteg. Alhamdulillah, di sekat tempat tersebut ada sebuah warteg yang belum tutup. Bahkan pembelinya masih banyak. Kami beli lagi tiga bungkus nasi, karena tak jauh dari rombongan ibu tadi ada seorang yang sedang duduk di emperan. Alhamdulillah, akhirnya selesai sudah tugas kami untuk jalur dua. Kami langsung menuju Sempur, untuk evaluasi dengan teman-teman.

 

Bisa jadi, ada saja orang yang apatis dengan gerakan ini dengan menganggap "Untuk apa memberikan mereka nasi, hanya menambah kemalasan mereka saja." ah! tapi sungguh ketika bertemu dengan mereka langsung, melihat wajah mereka ketika menerima bungkusan yang kami berikan ada raut keterkejutan, bahagia dan tak sedikit mengalir doa-doa dari mereka. Doa-doa kebaikan. 

 

"Sebungkus nasi tak akan mengubah kehidupan mereka, tapi sebungkus nasi dapat mengajarkan kepada kita cara bersyukur dan lebih peka terhadap sesama" dikutip dari blognya Berbagi Nasi Jakarta. dan saya mengamininya, karena malam itu saya banyak berkaca dari apa yang saya lihat.

 

Terima kasih kepada makhluk-makhluk keren yang selalu ngajakin saya ke kegiatan-kegiatan hebatnya. Nopy, Sandy, Jeni dan lainnya. Terima kasih.... Owh ya, total nasi yang dibagikan malam itu berjumlah 108 bungkus. Karena Jeni di tempat lain menambah satu bungkus lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun