[caption id="attachment_404957" align="aligncenter" width="620" caption="Kampung Penarik Jeti"][/caption]
Pernahkah terpikir oleh kita (terutama saya) bahwa cumi bisa dijadikan komoditas pariwisata? Saya, tentu saja tak pernah berpikir ke sana menjadikan cumi sebagai ikon wisata dan dikenalkan ke mancanegara. Tapi tidak dengan Kementrian Pariwisata Terengganu Malaysia. Tahun lalu, tepatnya 11-17 April 2014 Kementrian Pariwisata terengganu Malaysia bekerja sama dengan Gaya Travel Magazine menjadikan cumi sebagai ikon wisata dan mengundang ratusan media juga blogger dari berbagai negara. Saya, salah satu blogger yang beruntung dari Indonesia yang bisa melihat langsung keramaian ajang mancing cumi tingkat internasional ini.
Dengan tema Pesta Candat Sotong Antarbangsa 2014, ratusan peserta baik media maupun blogger diajak langsung ke tengah laut untuk sama-sama memancing cumi. Tak hanya semata-mata memancing cumi, peserta juga ditawarakan dengan hadiah senilai ribuan ringgit berupa voucher penginapan dan jalan-jalan di Terengganu. Selain diajak langsung unntuk mencandat sotong, kami juga diajak untuk menyusuri tempat-tempat pariwisata kenamaan di negeri Terengganu.
Sabtu, 12 April 2014 setelah kami diajak menyusuri Setiu Wetlands dan istirahat di Terrapuri Heritage kami langsung dibawa menuju Kampung Penarik Jeti sebelum berangkat ke kawasan Pulau Chepu. Matahari begitu terik siang itu, tapi tak menyurutkan niat kami untuk turut serta meramaikan Pesta Candat Sotong. Sebelum berangkat, kami dikenalkan dengan dua orang pendamping dari kementrian perikanan seorang Pak Cik dan Kakak yang saya lupa namanya. Ini dikarenakan semua catatan ada di hape yang hilang :( huhuhuh (eh, hape ilang itu setelah beberapa minggu dari Terengganu, curcol ini mehehehe). Sebelum menaiki perahu kecil nelayan, kami dibekali goodie bag yang berisi air mineral, beberapa bungkus roti, buah apel juga kerupuk khas Terengganu.
Menjelang pukul enam sore, satu demi satu kapal mulai meninggalkan Kampung Penarik Jeti. Puluhan perahu nelayan beriringan menuju Pulau Chepu serupa formasi arak-arakan perahu untuk berlomba. Di dalam perahu kecil, Pak Cik dari Kementrian Perikanan menjelaskan kepada kami tentang mata kail panciang cumi yang tak sama seperti pancing ikan. Beliau juga menjelaskan tentang musim-musim cumi yang banyak di Pulau ini. Konon, beliau pernah ikut memancing cumi dan mendapatkan hasil yang sangat banyak hanya dalam waktu beberapa jam.
Perahu satu demi satu saling menyusul, pun tidak ketinggalan dengan perahu Maritim Malaysia yang bertugas mengawal kami para peserta dari berbagai negara. Hampir dua jam perjalanan kami di atas lautan, perahu mulai melambatkan lajunya. Satu demi satu perahu mulai berhenti dan perahu kami pun akhirnya benar-benar berhenti. Setelah sebelumnya dijelaskan mengenai mata kail cumi, sore itu kami praktek langsung memegang senar (ini namanya senar, kan? Saya pun tak begitu paham meheheh)
“Ulurkan saja sepanjang-panjangnya, nanti kalau sudah terasa berat angkat kailnya,” saya manut saja mengikuti saran para pendamping. Tika, salah satu teman media dari Medan duduk di perahu sebelah menghindari sengatan matahari. Sementara saya sengaja duduk di samping perahu yang langsung terkena matahari sekaligus menunggu matahari tenggelam (niat banget) Karena boring kailnya gak nyangkut-nyangkut cumi, saya lebih khusuk menanti matahari rebah di ujung barat.
“Eh, Bang, tolong pegang ni. Saya nak ambik gambar,” dan benar saja, tak lama setelah itu matahari senja di ujung barat mulai turun dan saya langsung meletakan pancing cumi :Dmehehehe…
Urusan motret selesai, gambar senja pun dapat momen yang keren (yah keren versi saya gitu mueheheh) Nah, sekarang bagaimana nasib saya memancing cumi? di luar sana, teman-teman dari perahu lain acap terdengar sorak sorai ketika kail mereka berhasil didekati oleh cumi-cumi. Lantas bagaimana nasib perahu kami? Mendekati pukul delapan malam, tak satupun dari kail kami yang berhasil meraih cumi satu ekor pun. Tika, teman dari Medan sudah mulai terlihat penat, sepertinya dia mulai mabuk laut. Jarum jam semakin mendekati malam, karena tak satu ekor pun cumi kami dapatkan, akhirnya kami meninggalkan lautan pulang menuju Kampung Penarik Jeti kemudian langsung berangkat ke Pantai Kuala Baru untuk menikmati jamuan malam di pinggir pantai.
Sampai di Pantai Kuala Baru sudah pukul 22.00, kelelahan tergambar di wajah semua peserta. Keriuhan dan keramaian menyambut kami, asap mengepul dari banyak penjuru, aroma ikan bakar, cumi bakar, udang bakar menguar menyambut kami.
Ini pengalaman hari pertama ikut mancing cumi tanpa menghasilkan apa-apa. Lantas bagaimana nasib mancing cumi selanjutnya? Kita tunggu sampai kabar-kabur selanjutnya :)
[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Teman satu perahu"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H