"Aslinya dari mana?" "Dari Serang, Kak. Cuman saya sudah pindah ke Lampung, transmigrasi." "Sudah lama di sini?" "Setahun, Kak. Kalau di shelter ini, belum lama. Saya lari dari majikan." Sekilas perbincangan dengan Siti Fatimah, seorang perempuan berusia awal dua puluhan yang saya temui di shelter KBRI ahad, 12 agustus lalu. Siti Fatimah, adalah salah satu dari sekian puluhan teman-teman TKW yang berada di shelter dengan berbagai latar belakang masalah. Ahad lalu, adalah kali keempat saya berkunjung ke shelter KBRI. Pertama, tahun 2010 atas undangan teman-teman FOKMA (Forum Komunikasi Muslimah Indonesia di Malaysia) Lanjut tahun 2011 atas undangan teman-teman IPMI (Ikatan Pekerja Muslim Indonesia) masih di tahun yang sama, saya berkunjung seorang diri dan terakhir adalah ahad lalu untuk kembali memenuhi undangan teman-teman IPMI berbuka puasa bersama juga menyerahkan zakat fitrah untuk teman-teman di shelter. Kembali ke shelter KBRI, adalah kembali melihat wajah-wajah saudara kita sesama TKW yang bernasib kurang beruntung, dengan berbagai sebab. Ada yang lari karena tak dibayar gajinya, ada yang lari karena majikan tak membolehkan beribadah sesuai dengan kepercayaannya, ada juga yang lari karena penipuan agen dari Indonesia. Dan ada beberapa sebab-sebab lainnya. IPMI sendiri, hampir setiap tahun rutin berkunjung ke shelter KBRI dengan membawa sembako serta uang zakat fitrah yang dibagikan untuk teman-teman yang berada di shelter. Datangnya teman-teman IPMI, terlihat mampu menjadi pengobat rindu buat teman-teman di shelter yang jauh dari sanak saudara. Setiap ramadhan, tentunya tak hanya teman-teman IPMI yang berkunjung ke shelter, ada juga dari banyak komunitas rutin mengunjungi shelter. **** 17 agustus 2012 Menjelang pukul enam sore, saya sudah sampai di Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk mengikuti jalannya upacara penurunan bendera merah putih. Tepatnya, bukan mengikuti upacaranya, tapi lebih kepada mengambil gambar moment-moment penurunan bendera. Seperti tahun lalu, saya tak bisa mengikuti upacara bendera di saat pagi, karena terlalu awal dilaksanakan. Jam delapan pagi. Biasanya, upacara diadakan di Wisma Duta, kediaman Duta Besar RI, tapi berhubung Wisma Duta sedang direnovasi, maka upacara dilakukan di KBRI, jalan Tun Razak. Berbagai elemn masyarakat hadir dalam upacara penurunan bendera tersebut, pelajar-pelajar dari SIK (Sekolah Indonesia Kuala Lumpur) Mahasiswa, masyarakat Indonesia di Malaysia, teman-teman Tenaga Kerja para pejabat dan semua staff-staff KBRI juga tak lupa teman-teman yang berada di shelter.. Upacara penurunan bendera berjalan khidmat, pasukan paskibra dari Sekolah Indonesia Kuala Lumpur melakukan tugasnya dengan baik. Selesai upacara penurunan bendera, seluruh hadirin yang mengikuti upcara diminta memasuki Aula Hassanudin untuk mengikuti buka puasa bersama setelah sebelumnya ada tausiyah. Sejak masuk ke area KBRI, mata saya tak lelah mencari kelibat Siti Fatimah. Karena tak melihatnya, saya kira dia sudah pulang. Tapi, ternyata setelah selesai menjalankan shalat mahgrib, ada yang menegur saya dan dia adalah Siti Fatimah. Wajahnya terlihat sumringah, senyumnya mengembang, berbeda dengan ahad lalu yang setiap berucap dengan saya matanya selalu berkaca-kaca. "Kak, besok saya pulang." Ujarnya "Alhamdulilah... Siapa yang membelikan tiket?" Saya penasaran. Karena, setahu saya untuk biaya pulang TKW yang berada di shelter kalau majikan tak mau bertanggung jawab, semua ongkos pulang ditanggung sendiri. "Majikan saya." "Owh, alhamdulilah. Majikannya mau bertanggung jawab? Kamu ingat alamat rumah majikan?" "Iya, Kak, alhamdulilah. Saya nggak ingat alamatnya, tapi agen saya mau menguruskan jadi majikan mau bertanggung jawab. Meski saya hanya mendapat lima bulan gaji." Saya tersenyum. Senang. Ah, akhirnya, Siti fatimah bisa lebaran di kampung halaman. "Kamu pulang turunnya di mana?" "Soekarno-Hatta, Kak." Deg! Mau saja saya bercerita ini itu tentang keburukan bandara Soeta, tapi kalau saya ceritakan semuanya, bukan tidak mungkin Siti Fatimah akan takut dan ragu-ragu untuk pulang. "Nanti saya naik travel aja, Kak." ujarnya lagi "Ya sudah, bayar seperlunya, kamu harus berani ngelawan kalau ada yang minta uang lebih." Saya memberinya semangat. Klise! Entah apa yang akan terjadi hari ini di Sotea dengannya. Semoga, semoga ia baik-baik saja. Ah, kadang saya sering termenung-menung sendiri saat melihat penurunan bendera diiringi dengan lagu Indonesia Raya... Hiduplah tanahku Hiduplah negeriku Untuk Indonesia raya... Dulu, dulu sekali saat saya masih berseragam sekolah biasa saja mendengar lagu Indonesia raya, tapi, kini di negeri tetangga, ada banyak berjuta tanya dan beribu makna tentang lagu Indonesia Raya. Bagunlah jiwanya Bagunlah raganya Untuk Indonesia raya... Lantas, setelah membangun jiwa dan raga sampai kapan itu kita mendengar berita sebagian dari rakyat kita terlunta-lunta di negeri tetangga, bukan hanya di Malaysia, tapi juga belahan dunia lainnya? #TanyaDiriTanyaHati [caption id="attachment_193841" align="aligncenter" width="549" caption="Upacara Penurunan bendera"][/caption] [caption id="attachment_193842" align="aligncenter" width="549" caption="Bukber di shelter KBRI ahad lalu"]
[caption id="attachment_193849" align="aligncenter" width="493" caption="Mohon maaf atas segala silap dan kata, terimakasih atas sumbangan dari teman-teman semuanya. Semoga berkah, semoga bermanfaat..."]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H