Mohon tunggu...
Anazkia
Anazkia Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Fansnya Anuar Zain, suka baca buku, suka baking, acap berkicau pendek di Twitter @anazkia dan kadang di anazkia.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Arif Lukman Hakim, Pengajar Muda Kita di Papua

22 Desember 2011   04:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:55 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

18 Maret, 2011. Itulah awal saya mengenalinya, bermula dari kompasiana. Ketika saya sedang membuka kompasiana, saya menemukan beberapa tulisannya yang berkisah tentang keterlibatannya menjadi relawan ketika erupsi Merapi 2010 lalu. Yah, saat itu saya dengan beberapa teman blogger  sedang berkoordinasi mengumpulkan tulisan teman-teman blogger yang terlibat langsung menjadi relawan Merapi di Jogja. Tak segan, saya langsung menambahkan sebagai teman serta meminta izin di lapak tulisannya untuk meminta tulisannya. Tanpa berat hati, Mas Arif (saat itu saya memanggilnya) mengizinkan saya mengambil tulisan-tulisannya.

Beranjak dari kompasiana, saya mengadd facebooknya. Kita jarang berinteraksi, hanya sesekali saja bertegur sapa melalui komentar di wall facebook. Bulan April, Mas Arif mengirim inbox kepada saya menanyakan proses pembuatan buku sudah sejauh mana. Sayangnya, ketika itu proses pembuatan buku Relawan Merapi terhambat dan mengalami masalah. Jadi, sering saat beberapa teman bertanya saya hanya menjawab "sedang layouting" atau alasan-alasan lainnya yang saya sendiri sampai bosan menunggunya dari pihak penerbit.

Awal Juni 2011, buku dikabarkan sudah akan terbit. Saya kerapkali kontak teman-teman kontributor. Termasuk juga mengabarkan kepada Mas Arif. Sayangnya, saya mulai kehilangan jejek, dia tak lagi kerap terlihat online di facebook, kompasiananyapun sepi dari postingan. Barulah saya tahu dari beberapa statusnya, kalau ia akan segera ke Papua menjadi seorang guru. Saya juga melihat tag foto di facebooknya yang sedang bersalaman dengan Pak Anies Baswedan (saat itu saya belum mengenali dan tidak tahu siapa Pak Anies Baswedan)

Kok rambutnya Pak Guru blindis, yah? keujanan po, Pak Guru? :D

Tag foto di atas, ditambahi dengan kalimat yang ditulis oleh Mas Arif sendiri.

"Arif, saya sudah baca tulisan kamu, luar biasa. Saya sangat bangga dengan pemuda yang penuh semangat dan rasa optimis yang tinggi dari seorang putra daerah Brebes sepertimu. Sebentar lagi pengabdianmu akan dimulai, tetaplah optimis dan nikmati pengabdianmu", kata Pak Anies Baswedan setelah pelatihan survival di hutan Gunung Bunder selama 3 hari, dan mengukuhkanku sebagai salah satu Pengajar Muda angkatan 2. "

Sejak saat itu, saya baru tahu tahu kalau dia telah mengikuti program Indonesia Mengajar (sebelumnya saya gak tahu blas, padahal dah sesi kedua) sebagai pengajar muda yang ditempatkan di Karas, Fakfak-Papua Barat. Saya juga baru tahu, kalau ternyata di tempatnya mengajar tidak ada listrik, apatah lagi sinyal untuk memperoleh line internet. Jadilah Pak Guru terisolasi. Sejak pindah berada di Papua, saya berubah memanggilnya dengan sebutan Pak Guru. Saat ke kota, barulah Pak Guru dapat memperoleh akses internet dan berbagi ceritanya di dunia maya. Baik melalui tulisan maupun gambar.

Melihat dan membaca cerita-ceritanya, saya selalu menunggu Pak Guru berbagi cerita dari ujung Papua sana. Tentang anak-anak muridnya, tentang alamnya, tentang kampung barunya juga tentang keluarga barunya. Adakalanya, saya larut dalam setiap kisah yang dituliskan. Saat berkisah tentang pelita yang meneranginya ketika mengajar murid-muridnya, tentang jebakan batman yang dilakukan oleh anak-anak muridnya juga banyak cerita-cerita lainnya  saya tidak melewatkannya. Baik di notes facebook, blog Indonesia Mengajar juga kompasiana (padahal tulisannya sama hihihi :P)

Awal bulan Juli, buku kami dikabarkan telah terbit. Melalui facebook, saya mengabarkan kepada pak Guru ketika ia ke kota, luar biasa sekali sambutan Pak Guru, ia sangat bergembira. Buku pertama kami terbitkan di tempat lain cetakan selanjutnya, kami pindah penerbit dan inilah hasilnya

Penampakan buku kami. Royalti penjualan dari buku ini sepenuhnya untuk charity

Suatu waktu, ia menuliskan tentang Sinyal itu Mahal Jendral. Ia bercerita kepada saya, kalau Om Hazmi Srondol katanya telah memberitahukan kepada pihak Indosat tentang tulisannya tersebut. dan harapan Om Hazmi, adalah Indosat mau menanamkan towernya di Papua sana. Ternyata, subhanallah... rencana itu betul-betul terlaksana. Pak Guru terlihat begitu gembira sekali saat menceritakannya. Kisahnya dapat dibaca di tulisan Terimakasih Pelita (2)

Saya juga kadang sering ngobrol dan bertanya-tanya bagaimana dengan keadaan lingkungan sekolah di sana. katanya tak banyak buku, katanya hanya ada dua orang guru. Dan katanya-katanya lainnya. Awal bulan Agustus lalu, saya mengirim surat dengan tulisan tangan buat anak-anak muridnya. Tentunya, tak hanya saya, karena puluhan, atau ratusan surat elektronik mungkin saja telah sampai ke Karas sana ketika Pak Guru menuliskan, Surat Dari muridku, Ayo Dibalas.

[caption id="attachment_150511" align="aligncenter" width="563" caption="Menunggu surat dari papua, yang sudah sampai ke Jakarta. Siapakah kiranya yang akan menang dalam lomba menulis surat ini? #penasaran"][/caption]

Bulan Oktober, surat yang saya kirim akhirnya sampai ke tangan Pak Guru. Surat yang mengabarkan kalau saya ingin berkenalan dengan anak muridnya. Ah, sewaktu kabar itu sampai ke telinga saya, saya sangat gembira. Tentunya, saya sangat berharap surat itu dibalas oleh anak-anak muridnya.

Mengetahui kabar, mendengar cerita yang sesungguhnya dari pak Guru, menggerakan hati saya untuk menghubungi beberapa rekan-rekan blogger senior dalam program Blogger Hibah Sejuta Buku. Awalnya program ini digawangi oleh sahabat blogger saya di Pekanbaru tahun 2009 lalu. Di mana kami bahu membahu mengumpulkan beberapa buku, kemudian disalurkan ke daerah terpencil. Namanya terlihat heboh, Hibah Sejuta Buku, tapi target kami bukan pada jumlah bukunya namun pada semangat yang berjuta dari teman-teman blogger semuanya.

Tenggat waktu selama hampir tiga bulan sudah kami lewati. Selama ini beberapa buku sudah terkumpul, dari beberapa volunteer, Jakarta, Malang, Bogor, Pekanbaru. Insya Allah buku akan kami satukan dan dikumpulkan oleh teman-teman di Penyala Fakfak yang bahu membahu mengkoordinir pengumpulan buku di Jakarta yang nantinya akan dikirim ke Karas sana, ke tempatnya Pak Guru. Sampaikah sejuta buku? Tidak, sama sekali tidak sampai, bahkan tidak 20%nya. Tapi seperti niat kami di awal, bukan hanya pada buku yang sejuta, tapi pada harap yang berjuta. Harapan untuk membantu sesama anak bangsa di belahan bumi Indonesia.

2 Desember lalu, saya menonton program Indonesia Mengajar di kick Andy melalui streaming mivotv. Malam itu, sebelumnya saya bercanda di lapak facebooknya Pak Guru bersama dengan juniornya. Iseng, saya menyebut dan mengusik nama salah seorang anak yang ditulisnya di buku Relawan Merapi, Bima. Seorang anak yang membuat saya berselancar di dunia facebook mencari fotonya. Sebetulnya, tak hanya Bima, tapi juga teman-teman Pak Guru lainnya, Mas Wid, Mbak Nurul Hidayah dan lain-lain.

Melihat duka Pak Guru, sedikit saya masih mengusiknya, yang akhirnya Pak Guru menuliskan, "Loro (sakit) lan loru (sakit banget) kalau ingat Merapi mbak, mbebek (sesak di dada) rasanya."

Ah, saya betul-betul berhenti mengusiknya serta meminta maaf. Ada yang membuat saya betul-betul menitikan air mata atas kalimatnya, "iya,  Mbak, aku akan menuntaskan ceritaku, cerita hidupku, cerita saudara-saudaraku di Merapi nanti sepulangku dari Papua. Mungkin ini hidup yang harus kujalani Mbak, menitipkan banyak hati di banyak tempat, jadi setiap mengenang sketsa-sketsa wilayah tempatku berpetualang, seolah kepala melayang...."

Pak Guru, saya bangga dapat mengenalmu, tapi sungguh saya membencimu ketika dalam beberapa komentar, Pak Guru selalu menuliskan, "Ditunggu di Papua," atau kalimat-kalimat serupa "Sampai jumpa di Papua" Ingin rasanya melempar bakiak kepada pak Guru. Tetapi, saya akan menunggu kedatangan Pak Guru bersama adik ipar di Cilegon. #kaburrrr

Terimakasih buat teman-teman yang terlibat dalam program blogger hibah sejuta buku. Teman-teman volunteer, Mas Erick- Bogor, Arrian-Malang, Saidy-Jakarta, temen-temen blogger bertuah Pekanbaru, teman-teman di multiply, blogspot, kompasianer dan semua teman-teman blogger dan netter yang telah mengirimkan bukunya kepada kami semua. Program Blogger Hibah Sejuta Buku ini akan berakhir pada akhir bulan desember.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun