Mohon tunggu...
Tasya Talibo
Tasya Talibo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hidup bukan lagi tentang satu persepsi pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kompetisi antara Amerika dan China di Wilayah Laut China Selatan, Indonesia Harus Apa?

1 Juni 2024   01:53 Diperbarui: 1 Juni 2024   02:01 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera Indonesia, sumber gambar: iStock

Pada kasus Laut China Selatan, masing-masing negara memiliki dasar klaimnya sendiri yang pada akhirnya membentuk pola tumpang tindih wilayah antarnegara di kawasan tersebut. Hal inilah yang menyebabkan konflik di wilayah Laut China Selatan kian memanas.

Kawasan Laut China Selatan pula akan menjadi cikal bakal potensi timbulnya perang dunia ke-3. Kenapa sampai saya berkata demikian? Sebab Laut China Selatan merupakan jalur perdagangan yang sangat strategis, dan memiliki cadangan sumber daya alam yang melimpah. Menurut The Conversation cadangan minyak gas yang diklaim China National Offshore Oil Corporation di wilayah Laut China Selatan masuk ke dalam 5 besar dunia.

Peta Laut China Selatan, sumber gambar: iStock
Peta Laut China Selatan, sumber gambar: iStock

Dapat diartikan jika ada suatu negara yang berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, maka negera tersebut akan memperoleh keuntungan yang besar terutama di sektor perekonomian. Bukan hanya itu pula, impian suatu negara untuk menjadi hegemoni dunia bukan lagi angan belaka.

Tidak mengherankan bahwa China gencar untuk mengklaim area kekuasaannya sebesar 90% di wilayah perairan Laut China Selatan, sehingga mengakibatkan gejolak konflik di sejumlah negara yang berbatasan langsung dengan wilayah Laut China Selatan seperti Malaysia, Indonesia, Vietnam, Filipina dan Brunei Darussalam mengharuskan masing-masing negara tersebut memperkuat pertahanan militernya.

Jika ditilik kembali banyak sekali berita tentang konflik Laut China Selatan yang berseliweran di media massa lokal maupun internasional. Seperti yang terjadi pada Selasa (30/42024) kapal penjaga pantai China menunjukkan taringnya dengan menembakkan meriam air ke arah dua kapal Filipina di Scarborough Shoal. Tidak sampai di situ saja, Satgas Nasional Laut Filipina Barat mengatakan bahwa China pula menabrak dan memblokir kapal. Hal ini menambah intensitas gejolak konflik yang terjadi antara China dan Filipina di wilayah Laut China Selatan.

Selain konflik dengan Filipina, China bahkan melakukan klaim atas Laut Natuna Utara milik Indonesia yang disebut China termasuk ke dalam sembilan garis putus-putus (nine dash-line) berdasarkan history. Namun, pendirian Indonesia tetap berdasarkan hukum laut Internasional, United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) yang menegaskan peta wilayah milik China tidak dianggap sah karena telah menyalahi beberapa aturan yang terkait di dalamnya.

Sembilan garis putus-putus merupakan klaim China yang mencakup sebagian besar Laut China Selatan, dan memiliki tumpang tindih klaim laut teritorial sampai Zona Ekonomi Eksklusif (Zee) milik Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam.

 

Campur Tangan Amerika

Presiden Amerika Joe Biden, sumber gambar: iStock
Presiden Amerika Joe Biden, sumber gambar: iStock

Di tengah konflik yang turut memanas, ada Amerika Serikat yang ikut terjun memperkeruh suasana, sehingga membuat China meradang sebab menurut juru bicara Kementrian Luar Negeri China, Lin Jian pada media di Beijing China, selasa (19/3/2024) menegaskan bahwa Amerika Serikat bukan pihak yang terlibat dalam Masalah Laut China Selatan, dan tidak berhak ikut campur dalam masalah maritim antara China dan Filipina.

Sementara pembelaan dari Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Anthony Blinken didasarkan pada Perjanjian Pertahanan Bersama (Mutual Defense Treaty) tahun 1951 yang mengharuskan Washington untuk ikut mempertahankan Filipina apabila wilayah negara tersebut diserang, termasuk juga perairannya di Wilayah Laut China Selatan. Selain berdasarkan Mutual Defense Treaty, Amerika juga memiliki Guam dan Kepulauan Mariana Utara yang merupakan unincorporated teritory, artinya wilayah yang dikuasai Amerika tetapi tidak menjadi bagian dari Amerika, yang terletak di wilayah Samudera Pasifik.

Kalau kita perluas lagi menurut GIS Reports secara umum Samudera Pasifik dibagi menjadi 3 rangkaian kepulauan. Yang pertama rangkaian kepulauan berwarna oranye yang berada di wilayah barat mencakup Jepang, Taiwan, Filipina dan kawasan Laut China Selatan. Yang kedua rangkaian kepulauan berwarna ungu meliputi Guam, Kepulauan Mariana Utara, dan Palau. Kemudian yang ketiga rangkaian kepulauan berwarna coklat terdiri dari Hawai dan Selandia Baru.

Ketiga rangkaian kepulauan ini terutama rangkaian kepulauan berwarna oranye berusaha dikuasai oleh Amerika dan China. Menurut perspektif China, dengan menguasai 3 rangkaian kepulauan ini dapat melemahkan pengaruh Amerika di wilayah Samudera Pasifik. Sedangkan menurut perspektif Amerika dengan menekan China di ketiga rangkaian kepulauan ini adalah sebagai bentuk proyeksi militer, yang tujuan utamanya untuk melindungi negara-negara sekutunya dari China. Penyeberan hegemoni juga ikut andil, seperti Amerika yang menyebarkan ajaran liberalisme pada negara-negara sekutunya di wilayah Pasifik seperti Jepang dan Korea Selatan.

 

Anggaran Militer

Mata uang Amerika dan China, sumber gambar: iStock
Mata uang Amerika dan China, sumber gambar: iStock

Menurut laporan Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SISPRI) pada Senin (22/4/2024) menyebut bahwa Amerika Serikat adalah negara yang paling banyak membelanjakan anggaran militer, mencatat kenaikannya berada di sekitaran 2,3% year-on-year (yoy) menjadi US$916 miliar pada tahun 2023. Disusul oleh China yang merupakan negara terbesar kedua di dunia yang membelanjakan anggaran militernya sebesar US$296 miliar, mengalami peningkatan kurang lebih 6% dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun mengalami peningkatan yang signifikan, tetap saja China belum bisa mengungguli Amerika dalam aspek pengeluaran anggaran terbesar di dunia.

 

Kekuatan Militer

Sumber gambar: iStock
Sumber gambar: iStock

Berdasarkan indeks Global Fire Power (GFP) pada tahun 2024, Amerika dan China berada di posisi tiga besar kekuatan militer terbesar di dunia. Amerika berada di posisi pertama dengan indeks kekuatan 0.0699, lalu China yang berada di posisi ketiga memilki indek kekuatan 0.0706 setelah Rusia yang mempunyai indeks kekuatan 0.702. Dalam indeks kekuatan pun China masih belum bisa melangkahi Amerika.

Kekuatan angkatan udara, Amerika diperkirakan mempunyai 13.209 armada tempur, jauh di atas China yang hanya memiliki 3.304 armada tempur. Sementara untuk kekuatan angkatan laut, China jelas lebih unggul dibandingkan Amerika sebab China mempunyai 707 total kapal, 46 kapal fregat, 79 kapal selam. Sedangkan Amerika 472 total kapal, 75 kapal destroyer, 64 kapal selam. Di kekuatan angkatan darat, China dan Amerika bersaing cukup ketat soal ini. Amerika memiliki perkiraan total 2.127.500 personel militer, 1.328.000 personil aktif juga 799.500 personil cadangan. Kemudian China memiliki total 3.170.000 personil militer, 2.035.000 personel aktif dan juga 510.000 personel cadangan menandakan bahwa kedua negara tersebut memiliki keunggulan di berbagai aspek tertentu.

Bukan hanya dari segi kekuatan militer, alutsista atau alat utama sistem senjata pula menjadi pertimbangan penting bagi suatu negara dalam memperoleh peluang kemenangan perang. Walaupun alutsista yang dimiliki suatu negara sangat banyak, tetapi jika tidak di-upgrade mustahil berguna. Dan juga alutsista perlu disesuaikan dengan kondisi perang, bisa dibilang China memperoleh keuntungan seandainya pecah konflik di kawasan Laut China Selatan sebab negara rising power itu lebih tahu seluk beluk, dibandingkan Amerika yang hanya pendatang.

 

Dilema Keamanan

Robert Jervis dalam bukunya yang berjudul "Cooperation Under the Security Dilemma" berpendapat bahwa dilema keamanan hadir sebab alat instrumen yang digunakan oleh suatu negara dengan tujuan meningkatkan kemanannya justru diartikan sebagai ancaman oleh pihak lain. Akhirnya pihak lain yang merasa terancam akan membalas dengan melakukan peningkatan alat pertahanan yang sepadan, hingga menghasilkan interaksi berulang dalam bentuk spiral yang menciptakan perlombaan senjata.

Seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat dengan membangun empat pangkalan militer baru di Filipina, yang akan ditempatkan di dekat pulau yang disengketakan oleh China dan beberapa negara lain. Tindakan Amerika Serikat tersebut dinilai China sebagai provokasi yang nyata.

Ada juga beberapa faktor lain yang menyebabkan dilema kemanan ini yakni pengerahan senjata jarak jauh seperti berbagai senjata rudal, drone, senjata nuklir sampai satelit luar angkasa. Amerika bahkan sedang gencar-gencarnya meletakan senjata rudal mereka di pangkalan militer di wilayah Pasifik Barat seperti di Filipina dan Jepang. Senjata rudal yang mereka kirim pun tidak main-main, senjata rudal Supersonik SM-6 dan rudal jelajah Tomahawk.

China yang melihat hal itu mengklaim bahwa tindakan Amerika berpotensi mengancam keamanan dan perdamaian di negara-negara Pasifik, lumrah jika China sangat khawatir sebab ini jelas merupakan ancaman terlebih China yang lebih dulu membangun persenjataan nuklir di wilayah Pasifik dan pada akhirnya mulai diimbangi oleh Amerika Serikat.

 

Posisi Indonesia di Laut China Selatan

KRI Sultan Iskandar Muda (367), sumber gambar: iStock
KRI Sultan Iskandar Muda (367), sumber gambar: iStock

Indonesia selalu memposisikan dirinya sebagai mediator, honest broker, confidence builder dalam konflik perebutan teritorial artinya Indonesia tidak ingin ikut campur dalam konflik yang terjadi, terutama pertikaian antara Amerika dan China di wilayah Laut China Selatan buktinya Indonesia tidak pernah mengajukan klaim atas pulau ataupun karang di Laut China Selatan. Terutama pada proyeksi Kepulauan Spratly, Kepulauan Paracel, dan Gugusan Karang Scarborough.

Menurut indeks Global Fire Power (GFP) pada tahun 2024, Indonesia menempati peringkat pertama untuk kekuatan militer terkuat di Asia Tenggara atau peringkat 13 dari 145 negara dengan power indeks sebesar 0.2251. Untuk kekuatan angkatan udara Indonesia memiliki 474 armada tempur, kekuatan angkatan laut memiliki 333 total kapala, 8 kapal fregat, 4 kapal selam. Kemudian untuk kekuatan angkatan darat Indonesia memiliki perkiraan total 1.050.000 militer personil, 400.000 personil aktif, dan 400.000 personil cadangan.

Ini membuktikan bahwa kekuatan militer di Indonesia tidak bisa dianggap enteng akan tetapi bila disamakan dengan kekuatan militer China dan Amerika tentu masih sangat jauh. Maka dari itu Indonesia mesti tetap menjadi negara non blok, yang tidak ikut terjun ke dalam konflik panas yang terjadi antara China dan Amerika.

 

Solusi untuk Indonesia

Bendera Indonesia, sumber gambar: iStock
Bendera Indonesia, sumber gambar: iStock

Jika diukur berdasarkan jarak, konflik di Laut Cina Selatan akan menjadi konflik yang memiliki jarak terdekat dengan Indonesia berdasarkan jarak ukur yang mencapai 2,551 KM. Yang disimpulkan bahwa konflik Laut China Selatan akan memberikan efek yang fatal untuk Indonesia bukan hanya di bidang pertahanan dan keamanan melainkan di bidang ekonomi juga.

Maka dari itu Indonesia perlu solusi untuk mengatasi ancaman yang terjadi yakni:

1. Melakukan strategi diplomasi antar negara yang berbatasan langsung dengan wilayah Laut China Selatan, khususnya ASEAN.

2. Indonesia juga perlu menambah dan meng-upgrade alutsista sebagai bentuk pertahanan.

3. Membangun kemampuan pertahanan dengan menerapkan konsep flashpoint-based defence dalam minimum essential force (MEF).

4. Melakukan Latihan Militer di Natuna.

Bisa juga melakukan alternatif pencegahan potensi perang hegemonik antara Amerika dan China yang seandainya terjadi. Strategi yang dimaksud adalah Strategi Raya Indonesia. Strategi tersebut dicetuskan oleh Prihandoko, Reine, et all 2022, sebagai berikut:

* Melakukan 'reposisi strategis' untuk menghadapi konfrontasi militer antarnegara adidaya yang berskala relatif rendah. Pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah terobosan di luar kebiasaan yang mengandalkan tatanan global dan regional, termasuk World Trade Organization (WTO) dan ASEAN.

* Menerapkan strategi 'deeskalasi' yang bertujuan untuk mengatasi bahaya berupa perang bumi hangus (annihilation war) antara negara-negara besar.

* Menggunakan pendekatan 'sekuritisasi' untuk mencegah kemungkinan pertikaian bersenjata di wilayah sekitar Indonesia terutama di daerah perbatasan yang rawan perang antarnegara adidaya.

* Melibatkan strategi 'mobilisasi'. Pendekatan ini dilakukan apabila eskalasi pertikaian militer antarnegara adidaya meningkat tajam, menjadi perang berintensitas tinggi yang berpeluang mengganggu keamanan perbatasan dan stabilitas negara. Untuk menghadapinya, pemerintah Indonesia harus mengembangkan opsi-opsi operasional bagi kepentingan diplomasi 'anti akses/penangkalan wilayah' (anti access/area denial, A2/AD) guna menciptakan 'efek gentar' (deterrence) terhadap negara-negara yang memanfaatkan Indonesia untuk kepentingan mereka.

Solusi atau gagasan memang tidak akan memberikan efek signifikan dengan cepat, melainkan butuh proses yang panjang. Namun, yakin dan percaya jika Indonesia sudah menemukan solusi yang relevan untuk mengamankan kedaulatan negara, niscaya Indonesia dapat mengantisipasi jika skenario perang dunia ke-3 terjadi. Ada peribahasa yang mengatakan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati, maka dari itu jangan menunggu saat konflik tersebut pecah sebab memperbaikinya tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Referensi:

*Santoso, Syarifurohmat Pratama. (2021). Percaturan Geopolitik Kawasan Laut China Selatan. Yogyakarta:Deepublish.

*Prihandoko, Reine, et al. 2022. "Perang Hegemonik: Intensitas, Risiko, Konflik, dan Strategi Indonesia". LAB 45 Monograf. Jakarta: Laboratorium Indonesia 2045.

*Kunjaini, Anggi. (2020). Security Dilemma. Diakses pada tanggal 31 Mei 2024, dari https://www.scribd.com/document/454918785/security-dilemma-docx

*Mulia, Elisabeth Putri. (2024). Detik-detik China Usir Kapal Filipina Pakai Meriam Air, Dinilai Menyusup Secara Ilegal. Diakses pada tanggal 31 Mei 2024, dari https://video.kompas.com/watch/1415550/detik-detik-china-usir-kapal-filipina-pakai-meriam-air-dinilai-menyusup-secara-ilegal?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Referral&utm_campaign=Top_Mobile

*Putra, Erik Purnama. (2024). Kemenlu China Ingatkan AS tak Ikut Campur Masalah Laut China Selatan. Diakses pada tanggal 31 Mei 2024, dari https://internasional.republika.co.id/berita/samz4t484/kemenlu-china-ingatkan-as-tak-ikut-campur-masalah-laut-china-selatan

*Arbar, Thea Fathanah Arbar. (2024). Terungkap! 3 Negara dengan Anggaran Militer Terbesar, Ini Daftarnya. Diakses pada tanggal 31 Mei 2024, dari https://www-cnbcindonesia-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.cnbcindonesia.com/news/20240423125148-4-532605/terungkap-3-negara-dengan-anggaran-militer-terbesar-ini-daftarnya/amp?amp_gsa=1&_js_v=a9&usqp=mq331AQIUAKwASCAAgM%3D#amp_tf=Dari%20%251%24s&aoh=17171492509367&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&share=https%3A%2F%2Fwww.cnbcindonesia.com%2Fnews%2F20240423125148-4-532605%2Fterungkap-3-negara-dengan-anggaraniliter-terbesar-ini-daftarnyaaa

*Tirziu, Aleksandra Gadzala. (2024). China is making wafes in the Pacific. Diakses pada tanggal 31 Mei 2024, dari https://www.gisreportsonline.com/r/china-pacific-conflict/

*Global Fire Power. (2024). 2024 Military Strength Ranking. Diakses pada tanggal 31 Mei 2024, dari https://www.globalfirepower.com/countries-listing.php#google_vignette

*Sepulang Sekolah. "AS & Cina Akan Perang? Siapa Bakal Menang? Laut China Selatan Memanas!" YouTube video, 20.18. Mei 8, 2024. https://youtu.be/mwhA9dq6pn8?si=jYcmOm72Hcb6J7ap

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun