Posisi Indonesia di Laut China Selatan
Indonesia selalu memposisikan dirinya sebagai mediator, honest broker, confidence builder dalam konflik perebutan teritorial artinya Indonesia tidak ingin ikut campur dalam konflik yang terjadi, terutama pertikaian antara Amerika dan China di wilayah Laut China Selatan buktinya Indonesia tidak pernah mengajukan klaim atas pulau ataupun karang di Laut China Selatan. Terutama pada proyeksi Kepulauan Spratly, Kepulauan Paracel, dan Gugusan Karang Scarborough.
Menurut indeks Global Fire Power (GFP) pada tahun 2024, Indonesia menempati peringkat pertama untuk kekuatan militer terkuat di Asia Tenggara atau peringkat 13 dari 145 negara dengan power indeks sebesar 0.2251. Untuk kekuatan angkatan udara Indonesia memiliki 474 armada tempur, kekuatan angkatan laut memiliki 333 total kapala, 8 kapal fregat, 4 kapal selam. Kemudian untuk kekuatan angkatan darat Indonesia memiliki perkiraan total 1.050.000 militer personil, 400.000 personil aktif, dan 400.000 personil cadangan.
Ini membuktikan bahwa kekuatan militer di Indonesia tidak bisa dianggap enteng akan tetapi bila disamakan dengan kekuatan militer China dan Amerika tentu masih sangat jauh. Maka dari itu Indonesia mesti tetap menjadi negara non blok, yang tidak ikut terjun ke dalam konflik panas yang terjadi antara China dan Amerika.
Â
Solusi untuk Indonesia
Jika diukur berdasarkan jarak, konflik di Laut Cina Selatan akan menjadi konflik yang memiliki jarak terdekat dengan Indonesia berdasarkan jarak ukur yang mencapai 2,551 KM. Yang disimpulkan bahwa konflik Laut China Selatan akan memberikan efek yang fatal untuk Indonesia bukan hanya di bidang pertahanan dan keamanan melainkan di bidang ekonomi juga.
Maka dari itu Indonesia perlu solusi untuk mengatasi ancaman yang terjadi yakni:
1. Melakukan strategi diplomasi antar negara yang berbatasan langsung dengan wilayah Laut China Selatan, khususnya ASEAN.