Pada kasus Laut China Selatan, masing-masing negara memiliki dasar klaimnya sendiri yang pada akhirnya membentuk pola tumpang tindih wilayah antarnegara di kawasan tersebut. Hal inilah yang menyebabkan konflik di wilayah Laut China Selatan kian memanas.
Kawasan Laut China Selatan pula akan menjadi cikal bakal potensi timbulnya perang dunia ke-3. Kenapa sampai saya berkata demikian? Sebab Laut China Selatan merupakan jalur perdagangan yang sangat strategis, dan memiliki cadangan sumber daya alam yang melimpah. Menurut The Conversation cadangan minyak gas yang diklaim China National Offshore Oil Corporation di wilayah Laut China Selatan masuk ke dalam 5 besar dunia.
Dapat diartikan jika ada suatu negara yang berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, maka negera tersebut akan memperoleh keuntungan yang besar terutama di sektor perekonomian. Bukan hanya itu pula, impian suatu negara untuk menjadi hegemoni dunia bukan lagi angan belaka.
Tidak mengherankan bahwa China gencar untuk mengklaim area kekuasaannya sebesar 90% di wilayah perairan Laut China Selatan, sehingga mengakibatkan gejolak konflik di sejumlah negara yang berbatasan langsung dengan wilayah Laut China Selatan seperti Malaysia, Indonesia, Vietnam, Filipina dan Brunei Darussalam mengharuskan masing-masing negara tersebut memperkuat pertahanan militernya.
Jika ditilik kembali banyak sekali berita tentang konflik Laut China Selatan yang berseliweran di media massa lokal maupun internasional. Seperti yang terjadi pada Selasa (30/42024) kapal penjaga pantai China menunjukkan taringnya dengan menembakkan meriam air ke arah dua kapal Filipina di Scarborough Shoal. Tidak sampai di situ saja, Satgas Nasional Laut Filipina Barat mengatakan bahwa China pula menabrak dan memblokir kapal. Hal ini menambah intensitas gejolak konflik yang terjadi antara China dan Filipina di wilayah Laut China Selatan.
Selain konflik dengan Filipina, China bahkan melakukan klaim atas Laut Natuna Utara milik Indonesia yang disebut China termasuk ke dalam sembilan garis putus-putus (nine dash-line) berdasarkan history. Namun, pendirian Indonesia tetap berdasarkan hukum laut Internasional, United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) yang menegaskan peta wilayah milik China tidak dianggap sah karena telah menyalahi beberapa aturan yang terkait di dalamnya.
Sembilan garis putus-putus merupakan klaim China yang mencakup sebagian besar Laut China Selatan, dan memiliki tumpang tindih klaim laut teritorial sampai Zona Ekonomi Eksklusif (Zee) milik Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam.
Â
Campur Tangan Amerika