"Sebenarnya.. aku menyukai Hikari. Bolehkah kamu memberinya surat ini?" Tanyanya sambil memberiku amplop dengan stiker hati yang menempel pada amplop tersebut agar amplop itu tertutup.
Tidak kusangka kau menyukai sahabatku. Jantungku yang awalnya berdebar-debar kini menjadi sakit, seperti tertusuk duri.
"Ah, baiklah. Aku akan memberikannya." Kataku mengambil surat tersebut.
Aku mulai melangkah pergi menjauh darimu. Kakiku mulai berlari ketika aku sudah tidak bisa menahannya. Rasa sakit itu perlahan mulai menghilang ketika aku merasakan seseorang menyentuh lenganku.
Itu Kisaki,
menarikku ke dalam pelukannya di bawah letusan kembang api di langit.
"Aku sudah tahu semuanya, menangislah sepuasmu, dasar bodoh." Suara itu terdengar lembut, seakan mencoba menenangkanku.
Dan di sana, aku mulai menangis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H