Bagi warga negara Indonesia pasti tidak asing dengan sosok perempuan atau tokoh emansipasi wanita Indonesia, yaitu Raden Ajeng Kartini atau dengan Ibu Kartini. Ibu Kartini merupakan sosok wanita tangguh yang berjuang mendapatkan kesetaraan wanita dan pria dimata masyarakat. Wanita yang merubah pikiran masyarakat, terutama kaum pria bahwa wanita bukan sosok yang lemah dan hanya boleh dirumah karena sudah kodratnya.
Raden Ajeng Kartini atau lebih dikenal Raden Ayu Kartini ia adalah seseorang pahlawanan wanita di indonesia, tepat nya di jawa. Lahir di jepara, Hindia Belanda, 21 April 1879. Raden Ajeng Kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas kebangsawan jawa. ia merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi Bupati Jepara setelah Kartini lahir. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi oleh orangtuanya, Kartini dijodohkan dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Aryo Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki 3 istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Dari pernikahan tersebut, R.A Kartini dikaruniai putra semata wayang RM Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari setelah melahirkan sang anak R.A Kartini wafat pada 17 September 1904.Â
Buku itu diberi judul yang berarti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya" Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada 1911. Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi "Habis Gelap Terbitlah Terang".Â
Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar dialah pahlawan emansipasi wanita, Ibu dari para wanita-wanita hebat.
Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan Presiden RI No. 108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964 yang menetapkan Kartini sebagai pahlawan kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai hari Kartini sampai saat ini.
Cita-cita besar Kartini tentu membebaskan kaumnya dari patriarki, feodalisme, dan kolonialisme. Melawan ketiganya tentu tidaklah mudah dan banyak rintangan yang harus dihadapi. Hidup dengan cita-cita itu nikmat ucap Kartini.
Berikut adalah Surat Kartini kepada Ny. Ovink-Soer, awal 1900
Pada zaman manapun dan dalam bidang apa saja kaum pelopor selalu mengalami rintangan-rintangan hebat. Itu kami sudah tahu. Tetapi betapa nikmatnya, memiliki suatu cita-cita, suatu panggilan. Katakanlah kami ini orang-orang gila atau orang sinting, atau apa saja yang nyonya kehendaki. Tetapi kami tidak dapat berbuat lain. Karena itu sudah ada dalam darah kami.
R.A Kartini sudah membuktikan jika wanita tidak hanya "Konco Wingking" yang artinya kita para wanita bisa berperan lebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terutama dibidang pendidikan. Jadi, kita sebagai kaum wanita generasi sekarang harus bisa melanjutkan perjuangan Kartini. Dan saya harap tidak ada lagi perbedaan dalam menempuh pendidikan dibeberapa negara yang masih memegang prinsip bahwa wanita cukup diam dirumah saja, mengurus rumah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H