Mohon tunggu...
Anasya Hening Nur Istiqomah
Anasya Hening Nur Istiqomah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus Nenek Minah Mencuri Buah Kakao Menggunakan Cara Pandang Filsafat Hukum Positivisme

24 September 2024   11:45 Diperbarui: 24 September 2024   11:54 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Anasya Hening N.I
NIM    : 222111239


Kasus nenek Minah mengambil 3 biji buah kakao milik PT Rumpun Sari Antan (RSA), ketika sedang memanen kedelai di lahan garapannya. Perbuatan nenek Minah telah diketahui oleh perkebunan Mandor, dan pada saat itu juga nenek Minah telah mengembalikan biji kakao yang diambilnya dan meminta maaf. Namun pihak perusahaan tetap melaporkan kepada Polisi.
Kasus hukum Nenek Minah dapat dianalisis menggunakan cara pandang filsafat hukum positivisme. 

Dalam kasus Nenek Minah, Nenek Minah diputus bersalah dan harus dihukum karena terbukti secara sah melakukan pencurian sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP. Hal ini karena Hakim menghadirkan saksi-saksi dan adanya alat bukti yang dicocokkan dengan keterangan Nenek Minah sebagai terdakwa. Ketika semua unsur Pasal 362 terpenuhi, maka Nenek Minah diputuskan bersalah dan harus dihukum. Singkatnya, Paradigma Positivisme selalu menekankan objektivitas. Paradigma Positivisme yang memayungi aliran Legal Positivisme, menjelaskan tidak ada hukum di luar undang-undang, hukum identik dengan Undang-Undang. Bagaimana pun hukum yang harus ditegakkan yang keadilannya adalah keadilan menurut Undang-Undang. Hukum harus dipisahkan dari nilai kemanusiaan dan moral demi kepastian hukum. Itulah sebabnya Nenek Minah tetap harus dihukum terlepas dari seberapa besar kerugian yang diderita PT Rumpun Sari Antan, karena terbukti secara sah melakukan pencurian sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP.

Mazhab hukum positivisme adalah aliran pemikiran dalam filsafat hukum yang berpandangan bahwa hukum yang berlaku di suatu negara berasal dari institusi yang berwenang, bukan dari kehidupan sosial. Mazhab ini juga berpandangan bahwa hukum harus dipisahkan dari moral, dan hukum yang berlaku harus dipisahkan dari hukum yang seharusnya.
Pemikiran positivisme hukum mulai masuk ke Indonesia pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Pada saat itu, Belanda menerapkan sistem hukum Eropa kontinental atau civil law.

Melihatnya dari beberapa aspek, di antaranya:


Hukum sebagai realitas:
Positivisme hukum memandang hukum sebagai realitas yang berasal dari institusi berwenang, sehingga hukum harus dipisahkan dari nilai kemanusiaan dan moral.

Hukum sebagai kesepakatan kontraktual:
Positivisme hukum memandang hukum sebagai kesepakatan kontraktual yang konkret antara warga masyarakat atau wakil-wakilnya.

Hukum sebagai aturan tertulis:
Positivisme hukum memandang bahwa satu-satunya sumber hukum yang sah adalah aturan, regulasi, dan prinsip tertulis yang telah ditetapkan oleh entitas pemerintah atau lembaga politik.
 
#uinsaidsurakarta2024 #muhammadjulijanto #prodihesfasyauinsaidsurakarta2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun