Mohon tunggu...
Ana Surjanto
Ana Surjanto Mohon Tunggu... Freedom Writer -

Orang Boyolali - Alumni LPDP RI - Student Ambassador Monash University - Dosen Fakultas Dakwah IAIN Salatiga - Penulis Muda 7 Warna (E: ana.stnk@gmail.com, IG: ana_surjanto, Twitter: @AnaSurjanto)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keyakinan itu Kekuatan

10 September 2017   08:57 Diperbarui: 10 September 2017   09:20 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak terasa kini menginjak tahun kedua studiku. Rasa rindu pada Emak dan kampung halaman mulai menghantuiku. Pun juga kerinduan ini mengingatkan moment dimana keyakinan ialah sumber kekuatan dalam hidupku, dan itulah yang kudapati dari Emak.

Sebelum tiba di Negeri Kangguru, aku tak berdaya dan tak kuasa, namun disitulah daya dan kuasa Tuhan yang datang di moment yang tepat. Moment dimana yang hanya tiga minggu menjelang keberangkatan studi Masterku di Australia dengan Beasiswa Pendidikan Indonesia LPDP.

LPDP akronim dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan dibawah naungan Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Keuangan memberikan beasiswa kepada anak bangsa untuk studi Magister dan Doktor di berbagai penjuru dunia. Calon awardee bisa menentukan ke Harvard, Oxford, Timur Tengah dan kategori 200 kampus terbaik dunia asalkan para awardee mampu memenuhi persyaratan awal yang diminta agar bisa masuk kampus tujuan seperti tes IELTS* salah satunya, maka LPDP membiayai seluruh biaya studi.

Well, apakah dalam waktu tiga minggu aku yakin bisa berangkat?
Kenyataannya persyaratan ke kampus tujuan, surat menyurat ke sponsorship LPDP hingga visa ke Australian Embassy baru mau aku urus.

Awalnya aku telah lelah setelah mengotak-atik strategi, dan menjaga mindset tuk disiplin belajar IELTS dari fajar hingga larut malam selama di BIPS*, alhasil skor mencapai target yang diminta salah satu kampus Group of Eight*-nya Australia.

Namun, rasa kekecewaan pun malah menghampiri alih-alih pengen ke London tapi Emak memang mengharapkanku ke Melbourne agar bisa bertemu dengan Prof. Nadirsyah Hosen.

Gus Nadir akrab panggilannya merupakan orang Indonesia pertama yang menjadi dosen tetap di Fakultas Hukum, Monash University dan sebelumnya menjadi Associate Professor di University of Wollongong. Sosok bersahaja dengan banyak karyanya yang mendunia namun tetap rendah hati dan mengharumkan Indonesia, membuat Emak mengidolakannya. Terlebih tradisi pesantren yang suka berguyon cerdas dengan esensi menyampaikan ajaran agama dengan ramah dan metode yang menyenangkan membuat Emak yakin kalau anak bungsunya cocok berguru agama dengan Gus Nadir.

"Mak, ini kan tinggal 3 minggu kalau mau intake Februari. Apa mungkin aku bisa kejar karena ada tiga ranah yang harus aku urus. Pertama, administrasi ke LPDP, mulai dari LoS, LoG dan permohonan kontrak, habis itu Sistem Monitoring Evaluasi (Si Monev). Kedua, pihak kampus tujuanku, Monash University, antara lain LoA Unconditional, Confirmation of Enrollment (CoE) dan akomodasi. Ketiga, hal terpenting agar dua pihak diatas bisa jalan adalah dapetin visa yang mana ada medical check up juga. Gimana nih Mak?" Tanyaku dengan penuh bimbang.

"Ndug, saat ke makam Bapak, kamu sering baca Surat Yasin. Adakah ayat yang mengetuk hatimu diantara 83 ayat?" Jawab Emak dengan balik menanyaiku.

"Ehhmmm... Kun faya kun! Be! -and it is."

"Nhaaa itu Ndug. Yang kamu butuhkan adalah Iman yang kuat. Bisa saja seseorang mengaku ber-Islam tapi belum tentu ber-Iman. Yakin bahwa Allah Ta'ala adalah Tuhan Semesta Alam, Maha Mengatur. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Tuhan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun