Karya :Gerardus Monang Situmorang (200706027) Anastsya F Sinaga (200706050)
Bagi sebagian masyarakat Sibolga dan Tapanuli Tengah  nama Batu Lubang mungkin sudah tidak asing di telinga mereka. Terowongan ini terletak di Km 8, Kawasan Dusun Simaninggir, Desa Bonandolok, Kecamatan Sitahuis. Sekitar 15 menit dari kota Sibolga dan 18 km dari ibukota Tapanuli Tengah yaitu  Pandan. Terowongan ini merupakan salah satu jalan penghubung bagi masyarakat Sibolga-Tapteng(Tapanuli Tengah) untuk berpergian ke Medan maupun daerah di Sumatra Utara lainnya.
Namun dibalik itu semua terdapat kisah kelam dalam pembuatan terowongan Batu Lubang tersebut. Bahkan tidak banyak mereka yang tau tentang penderitaan rakyat ketika membangun terowongan tersebut. Hal ini bermula ketika Belanda berniat ingin mempermudah perdagangan antara pantai pesisir dengan daerah pegunungan yaitu Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara. Yang pada saat itu Barus merupakan daerah penting bagi perkembangan perdagangan Belanda di pantai Barat Belanda. D
ari Barus banyak bahan induk yang dapat dikirim ke daerah Toba kemudian dikirimkan kembali ke Minangkabau dan daerah sekitar Toba lainnya. Hal ini yang menyakinkan Belanda untuk membuat jalan pintas yaitu Batu Lubang.
Namun untuk menghubungkan kedua daerah ini supaya lebih mudah dilintasi tentu tidaklah mudah dan  memiliki halangan tersendiri yaitu batu dinding Bukit Barisan. Dari sini muncullah niat Belanda menggunakan tenaga rakyat sekitar untuk menembus dinding batu Bukit Barisan tersebut. Kerja paksa ini dimulai sekitar tahun 1930an.Â
Kemudian rakyat dipilih dikarenakan selain murah mereka dapat memeras tenaga mereka untuk kepentingan mereka sesuka hati. Dan ketika mereka berhasil membentuk terowongan tersebut daerah Silindung dapat ditempuh dengan mudah. Dengan bermodalkan tenaga rakyat dan peralatan seadanya yaitu pahat dan martil, mereka mulai bekerja untuk membuat terowongan tersebut. Dengan ketebalan terowongan 10 meter dan 8 meter hal ini tentu sangat menyiksa para pekerja.
Mereka dipaksa bekerja dengan sangat keras tanpa asupan nutrisi yang cukup untuk membangun terowongan tersebut. Tidak sedikit korban jiwa dalam pembangunan Batu Lubang ini.Â
Hak asasi manusia seolah tidak berlaku lagi bagi Belanda. Banyak dari mereka yang meninggal dunia dalam pembangunan terowongan tersebut. Jasad mereka yang meninggal dalam pembangunan tersebut dibuang ke jurang yang berada di sisi goa tersebut. Menurut cerita masyarakat yang beredar sering terjadi penampakan roh halus dari para pekerja.
 Dampak yang diterima kala itu bagi masyarakat setempat  adalah masyarakat pergi dan sembunyi di hutan dikarenakan takut terhadap Belanda dikarenakan pada akhirnya mereka harus bekerja untuk membangun terowongan yang cukup menyusahkan Belanda.
Namun kini banyak dampak juga yang dihasilkan dari kerja paksa tersebut berupa mudahnya akses untuk berpergian ke daerah-daerah lain di Sumatera Utara.Â
Selain itu disamping Batu Lubang juga terdapat air terjun yang dapat memanjakan anda ketika berkunjung kesana. Walaupun tidak dapat didekati karena adanya jurang pembatas  namun pemandangan batu granit disekitar jurang membuat banyak orang untuk berhenti sejenak untuk mengabadikan foto.
Tetapi, para pengendara yang melintas di Batu Lobang harus bergantian. Hal ini karena Batu Lobang hanya bisa dilewati satu arah saja. Kendaraan terutama roda empat, tidak bisa melintasi Batu Lobang dari arah berlawanan secara bersamaan. Setiap orang yang mau lewat dari Goa tersebut harus mengklakson terlebih dahulu agar tidak terjadi apa apa.
Sumber
INDOZONE SUMUT
https://sumut.indozone.id/amp/kJs9z0/sepotong-kisah-sejarah-batu-lobang-tapanuli-tengah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H