Mohon tunggu...
Anastasia Viriya Sumbadji
Anastasia Viriya Sumbadji Mohon Tunggu... Lainnya - Student

.....

Selanjutnya

Tutup

Nature

Transisi Energi Berkelanjutan

2 Desember 2022   08:30 Diperbarui: 2 Desember 2022   08:41 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini, dunia terancam oleh banyak sekali resiko eksistensial yang mengerikan hingga para ahli sains setuju ketika mengatakan Bumi sedang di ambang kehancuran. Berdasarkan Laporan Risiko Global dari World Economic Forum (WEF), sekitar 800 orang pakar dalam bisnis, pemerintah, maupun masyarakat sipil, memberikan peringkat atas tantangan apa yang paling mendesak di dunia. Pada tahun 2020, perubahan iklim menduduki puncak daftar, dan hal tersebut masih belum berubah dua tahun kemudian. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nations, perubahan iklim termasuk dalam lima isu global utama yang harus diperhatikan di tahun 2022.

Berbeda dengan pemanasan global yang berarti peningkatan dalam suhu rata-rata atmosfer Bumi, perubahan iklim atau yang juga dikenal sebagai climate change merupakan perubahan yang signifikan pada iklim, seperti suhu udara atau curah hujan. Pola cuaca yang berubah dapat mengganggu keseimbangan alam serta menimbulkan berbagai resiko bagi manusia dan segala bentuk kehidupan lain di dunia. Salah satu dampak yang dihasilkan perubahan iklim adalah suhu yang semakin panas, yang mengakibatkan kekeringan yang berkepanjangan, kebakaran hutan lebih mudah terjadi, serta mencairnya lapisan es dan kenaikan permukaan laut. Selain itu, perubahan iklim dapat menimbulkan hilangnya spesies akibat cuaca ekstrem, kekurangan makanan atau krisis kelaparan, dan wabah penyakit.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan perubahan iklim, antara lain efek gas rumah kaca (greenhouse effect) dan kerusakan lapisan ozon, yang dikarenakan kurangnya fungsi hutan akibat penebangan berlebihan, hingga gaya hidup manusia mulai dari penggunaan listrik, produksi makanan, jumlah sampah, sampai konsumsi barang seperti pakaian. Namun, penyumbang utama emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida, adalah alat transportasi. Sebagian besar kendaraan darat, kapal, maupun pesawat terbang menggunakan bahan bakar fosil, yang mengeluarkan berbagai jenis rumah kaca. Pembakaran bahan bakar fosil itu sendiri menghasilkan karbon dioksida, karbon monoksida, nitrogen oksida, metana, dan sulfur dioksida. Semuanya dikategorikan sebagai gas rumah kaca yang bisa menyimpan panas matahari serta menimbulkan terjadinya perubahan iklim.

Tidak hanya merupakan penyebab utama perubahan iklim, pembakaran bahan bakar fosil juga tidak baik untuk kehidupan jangka panjang. Pada dasarnya, bahan bakar fosil termasuk energi tidak terbarukan, yaitu energi yang akan habis jika digunakan terus- menerus dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menggantikannya, bahkan hingga jutaan tahun. Penggunaan bahan bakar fosil yang telah berlangsung dari dulu sampai sekarang, dimana jumlah permintaan melebihi penawaran, tentu tidak lama sebelum bahan bakar fosil sepenuhnya habis. Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah solusi yang dapat menyelesaikan masalah ini. Cara yang paling menjanjikan adalah dengan melakukan transisi menuju energi berkelanjutan, dan tidak terbatas hanya pada bahan bakar fosil saja.

Energi berkelanjutan, atau dikenal juga sebagai sustainable energy, adalah produksi dan konsumsi energi secara bertanggung jawab demi memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan ketersediaan energi di masa yang akan datang atau membahayakan lingkungan. Transisi menuju energi berkelanjutan meliputi efisiensi energi dan menggunakan energi terbarukan (renewable energy). Sumber energi terbarukan antara lain tenaga air, energi surya, energi angin, tenaga ombak, energi panas bumi, fotosintesis buatan, dan tenaga pasang surut. Di sisi lain, teknologi seperti pembangkit listrik yang memanfaatkan energi terbarukan tersebut berfungsi untuk meningkatkan efisiensi energi.

Selain dapat menjaga kestabilan suhu bumi dan mencegah terjadinya perubahan iklim, peralihan ke energi terbarukan mampu meningkatkan ketahanan energi, mengurangi potensi mengalami krisis energi di masa depan, serta memastikan bahwa generasi mendatang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Menggunakan energi terbarukan juga tentunya lebih ramah lingkungan karena mengurangi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Beberapa manfaat lain dari energi berkelanjutan adalah bersifat terjangkau dan hemat biaya, sehingga dalam jangka panjang akan membantu menstabilkan harga energi di masa depan. Ditambah lagi, transisi energi berkelanjutan dianggap sebagai cara untuk memperluas akses energi oleh negara berkembang, terutama bagi mereka yang tinggal di permukiman informal atau di daerah pinggiran kota.

Transisi energi berkelanjutan menjadi salah satu isu prioritas pada Presidensi G20 Indonesia di tahun 2022. Negara-negara yang tergabung ke dalam G20 menyumbang 75% dari permintaan energi global, sehingga memegang tanggung jawab besar dan peran penting dalam mendorong pemanfaatan energi bersih. Melalui forum G20, Indonesia mengambil kesempatan untuk mengajak sesama negara anggota G20 agar mempercepat program transisi energi. Indonesia juga secara resmi meluncurkan Program Transisi Energi G20 atau Energy Transitions Working Group (ETWG) guna menjembatani dan mendorong transisi energi berkelanjutan. ETWG berfokus pada tiga hal, yaitu keamanan energi, akses dan efisiensi, serta transisi ke sistem energi yang rendah karbon, termasuk investasi dan inovasi dalam teknologi yang lebih bersih dan efisien.

Pemerintah Indonesia pun telah berkomitmen dalam percepatan transisi energi berkelanjutan. Kementerian ESDM telah mengambil berbagai langkah untuk mencapai target pemenuhan Net Zero Emission (NZE) yang ditegaskan Presiden Joko Widodo, salah satunya dengan mengurangi dan menghapus penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Selanjutnya, terdapat penambahan jumlah pembangkit listrik berbasis EBT dan konversi pembangkit listrik berbahan bakar solar menjadi pembangkit EBT. Tidak hanya itu, pemerintah akan menerapkan tarif pajak karbon, juga telah menyiapkan rencana strategi Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) yang bertujuan untuk menurunkan tingkat emisi karbon dan metana, sekaligus meningkatkan produksi migas, pembatasan routine flaring, serta optimalisasi pemanfaatan gas bumi.

Transisi energi berkelanjutan ini sangatlah penting bagi kelangsungan kehidupan manusia di seluruh dunia, bukan cuma di negara Indonesia saja. Untuk mencapai masa depan energi berkelanjutan dan pencapaian akses energi universal, dibutuhkan kerjasama antara Indonesia dan negara-negara lain, terutama anggota G20, demi meraihnya. Dalam 20 tahun terakhir, beberapa negara telah melakukan langkah besar dalam mengurangi penggunaan energi, dan Indonesia juga tidak boleh kalah. Jika Indonesia menerapkan semua teknologi energi efisien yang saat ini tersedia, konsumsi energi dapat turun dengan signifikan menjadi sepertiga. Tentu selain energi efisien, diperlukan juga reformasi kebijakan dan penghapusan subsidi oleh pemerintah.

Aktivitas manusia telah berdampak besar terhadap kerusakan atmosfer dan lapisan ozon, yang mengarah ke perubahan iklim. Kerusakan alam yang terjadi di bumi otomatis harus ditanggung oleh diri kita sendiri. Dalam upaya menuju transisi energi berkelanjutan dan target emisi karbon sebesar 0%, dibutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Berbagai tantangan atau hambatan yang menghalangi, dari segi politik, ekonomi, dan teknis, hanya akan bisa diatasi kalau semua orang melakukan peran masing-masing. Keterlibatan dan partisipasi dari kaum muda sama pentingnya. Pengurangan penggunaan energi berbasis fosil dapat dimulai dengan mengubah gaya hidup sehari-hari, seperti hal-hal sesimpel menghemat energi listrik di rumah atau tidak terlalu sering mengendarai kendaraan pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun