Ditanya sama temen "Sejauh mana sih penelitian soal LGBT?".Â
Sejenak kubuka jurnal ini dari pencarian seputar thesis.Â
Menariknya dari sekian jurnal dan disertasi lebih banyak fokus pada kesehatan baik reproduksi maupun kesehatan mental. Sebab kelompok LGBT itu sesungguhnya minoritas. Di Amerika Serikat yg melegalkan LGBT pun di sana tetap minoritas.
Karena minoritas, cara memahami mereka pun tidak bisa pakai "kaca mata" mayoritas.Â
Sejak kecil mengalami stigmatisasi serta memiliki kecenderungan untuk bunuh diri dan depresi yg lebih besar dari orang2 yg orientasi seksualnya hetero krn mereka tau mereka berbeda.Â
Kebetulan tahun lalu saya sempat menjadi interater penelitian ttg depresi dan proses coming out pada remaja homoseksual. Membaca verbatim wawancaranya aja bikin sedih banget. Krn mereka tau kalau mereka berbeda, tapi perbedaan ini adalah realita diri mereka dan lingkungan pun termasuk keluarga nggak ada yg support.
Bahwa Orientasi Seksual merupakan sesuatu yg fluid dan merupakan sebuah spektrum, bukan dikotomi.Â
Contohnya, sebagai perempuan saya punya idola perempuan, Dian Sastro. Saya suka tubuhnya, wajahnya, gerak geriknya, penampilannya dan karya-karyanya.Â
Suka pun ada gradasinya sendiri. Ada yg sukanya sebatas liat fotonya udah cukup, ada yg ingin ketemu. Sampai mungkin gradasi lebih lanjut dan dalam adalah membayangkan berhubungan intim.Â
Ada juga yg namanya "Ekspresi Seksual". Ini tidak terkait dengan penampilan mengundang nafsu. Tapi bagaimana kita merasa nyaman mengekspresikan diri dan mendapatkan aktualisasi diri lewat cara kita mengekspresikan diri atau berpenampilan sehari-hari.Â
Analoginya, seperti preferensi makanan. Ada hari di mana kita pengen dan seneng banget makan mie, hari lain pengennya makan pizza atau rendang.Â