Nilai tukar rupiah merupakan indikator penting yang mencerminkan stabilitas ekonomi indonesia dan menjadi barometer kepercayaan pasar terhadap fundamental ekonomi negara.Â
Fluktuasi nilai tukar sering kali dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik domestik maupun internasional, seperti kondisi ekonomi global, kebijakan moneter negara negara maju, dan dinamika pasar keungan internasional.Â
Fluktuasi yang signifikan dapat membawa dampak negatif bagi ekonomi domestik, khususnya jika nilai tukar rupiah melemah drastis. Bank Indonesia (BI), sebagai otoritas moneter, mengambil tugas penting untuk mempertahankan kestabilan rupiah dengan berbagai strategi atau regulasi.
Salah satu instrument utama yang digunakan oleh BI adalah kebijakan persentase bunga. BI 7 - Day Reverse repo Rate merupakan landasan bagi persentase bunga dalam sektor keuangan domestik, yang sering digunakan untuk merespon tekanan terhadap rupiah.Â
Ketika rupiah mengalami tekanan, BI dapat menaikkan suku bunga acuan untuk menarik modal asing masuk ke Indonesia.Â
Dengan suku bunga yang lebih tinggi, investasi dalam aset berbasis rupiah seperti obligasi pemerintah menjadi lebih menarik untuk pihak penanam modal asing, sehingga meningkatkan permintaan terhadap rupiah dan membantu menjaga stabilitas nilai tukar.Â
Namun, kebijakan suku bunga yang lebih tinggi juga memiliki risiko, terutama bagi perekonomian domestik. Kenaikan suku bunga dapat meningkatkan biaya pinjaman, yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi melalui penurunan investasi domestik dan konsumsi rumah tangga.
 Oleh karena itu, BI harus berhati-hati dalam mengelola kebijakan suku bunga agar tetap efektif tanpa menimbulkan dampak negatif yang terlalu besar bagi perekonomian dalam negeri.
Selain kebijakan suku bunga, BI juga melakukan intervensi di pasar valuta asing sebagai upaya stabilisasi rupiah. Intervensi ini dilakukan dengan menjual cadangan devisa, terutama dalam bentuk dolar AS, untuk menambah pasokan valuta asing di pasar.Â
Langkah ini bertujuan mengurangi tekanan jual terhadap rupiah yang mungkin muncul akibat gejolak pasar global, seperti perubahan kebijakan moneter di Amerika Serikat atau ketidakpastian geopolitik.Â
Meskipun intervensi ini dapat efektif dalam jangka pendek, penggunaannya harus dilakukan dengan hati-hati karena keterbatasan cadangan devisa yang dimiliki oleh BI.