Informasi adalah suatu hal yang seakan sudah menjadi ‘nafas’ bagi seluruh penghuni dunia. Adanya kemunculan berbagai media mempermudah kita untuk mengakses informasi bahkan dari seluruh penjuru bumi.
Namun tahukah anda bagaimana media terdahulu sangat berperan dalam cara produksi dan penerimaan informasi? Lalu bagaimana dengan konsumsi informasi lewat media pada masa kini? Bagaimana pula jurnalisme masa depan kemudian bekerja?
Mari kita mulai perjalanan mengenal produksi sampai konsumsi informasi dari kemunculan mesin cetak pada pertengahan abad ke-15. Pada masa itu, negara-negara Barat menganggap segala hal tentang percetakan adalah sebuah bentuk dari seni.
Koran merupakan salah bentuk media cetak yang dikatakan Gaudreault (dalam Zangana, 2017) sebagai bentuk baru praktik profesional bagi jurnalis dalam menyuguhkan suatu berita yang akurat, objektif, dan menggunakan cara-cara baru untuk mengumpulkan sampai menyebarluaskan berita.
Pada abad itu pula media seperti telegraf juga menemani perkembangan akan penyebarluasan informasi bagi masyarakat.
Namun, peran surat kabar atau koran dikatakan oleh Randall (dalam Zangana, 2017) adalah untuk menemukan informasi segar tentang hal apa saja yang menjadi kepentingan publik dan menyampaikannya dengan cepat dan akurat dengan cara yang jujur dan seimbang. Oleh karena itu jurnalisme berita dikatakan sebagai penyumbang sumber daya vital untuk proses pengumpulan informasi.
Tak jauh beda dengan koran, radio dan televisi juga sempat menjadi media yang sangat membantu dalam memperoleh informasi khususnya dalam kaitannya dengan kerja jurnalisme pada sekitaran abad 20.
Perang masih kerap terjadi pada masa itu dan jurnalisme radio memiliki peran dan fungsi utama dalam meliput dan menyiarkan langsung informasi tentang perang yang sedang terjadi.
Begitupula halnya dengan televisi yang pada abad ke 20 digunakan dalam halnya dinamika perang khususnya dalam menyebarkan informasi.
Sarnoff juga berkata bahwa sehubungan dengan pentingnya televisi di kehidupan sehari-hari, dalam lima tahun kedepan (sejak abad itu) televisi akan menjadi bagian dari hidup masyarakat layaknya radio.
Melihat pada bagaimana informasi diproduksi, disebarkan dan diperoleh oleh masyarakat lewat berbagai media di masa terdahulu pada akhirnya menjadi pilar fondasi bagi perjalanan jurnalisme di masa sekarang dan di masa yang akan datang.
Dalam konteks ini, Usher (dalam Zangana, 2017) mengemukakan bahwa peningkatan keterampilan dan dan spesialisasi muncul dari integrasi berbagai elemen antara fotografi, grafik, visualisasi data, desain, sampai cara ilustrasi dan komputasi jurnalisme modern yang sekarang kita sebut jurnalisme multimedia.
Internet dan Perubahan Cara Konsumsi Informasi
Hadirnya internet menjadi era baru bagi pendistribusian informasi dan membuat adanya perubahan yang benar-benar signifikan khususnya jika berbicara tentang bagaimana masyarakat dapat mengkonsumsi berita dan informasi-informasi dengan lebih mudah dan luas.
Dengan adanya teknologi ini, khalayak dapat menjangkau informasi di wilayah tertentu sehingga arus berita dan informasi dapat melewati batasan konservatif yang selama ini ada.
Mengutip wawancara BBC.com dengan direktur virtual consulting media dan internet di Jakarta yakni Nukman Lutfhie, konsumsi khalayak di Indonesia rata-rata menghabiskan waktu 2 jam untuk mengakses informasi lewat internet, sementara hanya 34 menit dipakai untuk membaca koran. Nukman berkata pola membaca masyarakat Indonesia juga berubah.
Mereka tidak lagi mencari berita utama melainkan lebih kepada berita mengenai opini, sosok, ataupun tentang seorang tokoh karena menganggap berita utama tersebut merupakan kejadian yang telah lampau.
Hal tersebut dikarenakan kecepatan internet dalam menyebarkan dan kemudahan akses untuk mendapatkan berita atau infromasi tersebut, bahkan mengalahkan media massa terdahulu seperti televisi dan radio.
Kata Mindy McAdams tentang Jurnalisme Masa Depan
McAdams dalam tulisannya yang berjudul “Refinding Multimedia Journalism” banyak berbicara tentang salah satu bentuk jurnalisme masa depan yaitu bagaimana multimedia dapat bercerita kepada dunia.
Namun iya menyebutkan bahwa terdapat salah satu kebutuhan yang paling mendesak di tengah semakin eksisnya digitalisasi media saat ini khususnya dalam ranah storytelling yaitu keterampilan dalam multimedia baru. Dalam dinamikanya, kita tidak boleh melupakan bahwa produksi konten multimedia juga berbicara tentang pola pikir dan keterampilan.
McAdams membagikan beberapa pandangannya terkait dengan kiat seorang jurnalis yang hendak menjamah multimedia storytelling sebagai salah satu bentuk jurnalisme masa depan:
- Komplemen
Pengulangan merupakan hal yang tidak disarankan oleh McAdams. Pasalnya dalam multimedia storytelling terdapat berbagai jenis media di dalamnya yang saling berhubungan dan mempunyai ‘kekuatan’.
Idealnya masing-masing ‘kekuatan’ tersebut digunakan dengan lebih maksimal sehingga saling melengkapi informasi dalam suatu konten dan tidak melakukan pengulangan sehingga semakin banyak pula informasi baru yang khalayak dapatkan hanya dalam satu berita atau konten.
- Integrasi jenis media
McAdams lagi-lagi menyarankan agar segala jenis elemen dalam suatu konten multimedia dihadirkan sesuai tempat dan ‘kekuatannya’. Artinya disini adalah tidak ada kata ‘hak istimewa’ bagi salah satu elemen karena satu sama lain telah memenuhi poin pertama yaitu hadir untuk saling melengkapi.
- Sederhana
Efektivitas sebuah pesan sangat diharapkan hadir dalam setiap konten berita. Artinya, jurnalis harus pintar-pintar memutuskan mana yang perlu dimasukan dalam konten tersebut dan mana yang sekiranya dapat dihilangkan agar tidak terlalu banyak bagian dan menjadi rumit bagi audiens. Adapun maksud lain dari poin ini adalah agar informasi yang disuguhkan tidak kemudian menjadi membosankan karena terlalu panjang.
- Visual sebagai penarik perhatian audiens
Indera penglihatan menjadi hal penting dalam multimedia storytelling apalagi dalam ranah jurnalisme masa depan dimana sebuah informasi akan semakin menyenangkan dan menarik jika visual sebagai pengait dapat membuat indera penglihatan memberikan perhatian lebih.
- Navigasi infromasi sesuatu kebutuhan
Paket multimedia pada era digital ini biasanya memberikan pilihan bagi audiens untuk menavigasi secara mandiri informasi mana yang ingin ia konsumsi terlebih dahulu. Audiens dapat melompati beberapa konten berita untuk mendapatkan sesuatu yang dari awal menjadi tujuan mengakses informasi. Dari sisi jurnalis, multimedia storytelling ini juga menawarkan kesempatan untuk menunjukan berbagai aspek dari sebuah cerita secara berlapis, disandingkan, bahkan secara pararel.
- Tidak apa jika interaktivitas rendah
Dalam pandangan McAdams, beberapa penerapan multimedia storytelling mengundang interaksi tetapi banyak pula menawarkan pengalaman pasif.
- Menghadirkan sesuatu yang baru
Terakhir, McAdams menghimbau bagi jurnalis masa depan agar selalu menyuguhkan sesuatu yang baru atau menonjolkan adanya kebaruan dalam setiap konten berita yang disuguhkan.
Cerita perjalanan dunia jurnalistik sepertinya memang tak cukup bila hanya dituliskan. Maka dari itu, untuk menambah sudut pandang anda terkait jurnalisme masa depan, simak dan pelajari berbagai informasi berikut!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H