Pembaca, tahukah anda bahwa jurnalisme multimedia pada kenyataannya banyak berkembang dan menghasilkan berbagai hal baru?
Adanya jurnalisme multimedia pada akhirnya dipengaruhi oleh proses konvergensi yang kini sedang berlangsung dan semakin berkembang serta berdampak pada setiap aspek produksi informasi sampai penggunanya.
Berikut ini pemaparan dari Mark Deuze dan David Champbell yang menjelaskan bagaimana pandangan mereka tentang jurnalisme multimedia dari berbagai aspek.
DEFINISI MULTIMEDIA
Ada baiknya sebelum memulai lebih jauh, kita perlu untuk mengetahui terlebih dahulu apa sebenarnya definisi multimedia. Multimedia merupakan kombinasi foto, video, teks, audio, bahkan grafik dan adanya interaktivitas yang dihadirkan dalam situs web yang memiliki format non-linear (Widodo, 2020).
Mark Deuze menuturkan dalam kaitannya dengan jurnalisme, multimedia juga dimaknai sebagai suatu proses implementasi dari adanya prinsip interaktivitas dan hypertextual yang berarti dalam kenyataannya, suatu media menyuguhkan berita dengan mempertimbangkan adanya kesempatan bagi audiens untuk memberikan feed back yang terbuka lebar, serta memberikan suatu ‘cerita’ melalui adanya rujukan (hyperlink) (Adzkia, 2015).
Mark Deuze (dalam Deuze, 2004) melihat pengertian multimedia dari perspektif kelembagaan, teknologi, organisasi, dan budaya.
Dalam pengertiannya tersebut terdapat adanya logika media yang digunakan untuk menganalisis karakteristik profesional media online dalam hal bagaimana media tersebut mendeskripsikan dan mengevaluasi kompetensi, atribut, dan fitur dari media itu sendiri.
Keuntungan penerapan logika media dalam organisasi berita dapat memungkinkan adanya perspektif yang luas tentang dinamika perubahan dalam beradaptasi dengan lingkungan jurnalisme yang baru.
Deuze dalam tulisannya juga memaparkan definisi jurnalisme multimedia kontenporer pragmatis yang dapat dilakukan dengan dua cara.
Pertama, sebagai penyedia paket berita dalam sebuat website dengan penggunaan dua format media atau lebih seperti contohnya adanya tulisan, musik, gambar diam maupun bergerak, animasi, dan elemen grafik interaktif dan hypertextual.
Cara kedua adalah sebagai penyaji paket berita yang terintegrasi melalui media yang berbeda, seperti contohnya dalam situs newsgroup Usenet, e-mail, bahkan ke radio, televisi, koran dan majalah cetak yang merupakan media integrasi horizontal.
TENTANG LOGIKA MULTIMEDIA
Perspektif kelembagaan
Hadirnya konvergensi menghadirkan banyaknya kemungkinan bagi perusahaan di seluruh dunia untuk memilih setidaknya beberapa bentuk kerja sama lintas media yang dimaksudkan untuk bersinergi bersama antara staf, ruang redaksi, dan departemen yang sebelumnya berdiri masing-masing.
Beberapa contoh perusahaan media yang mengintegrasikan jurnalis penyiaran, cetak, dan online adalah FT.com , Financial Times di Inggris, Chicago Tribune, WGNTV/Radio dan masih banyak lagi.
Konvergensi hadir dalam berbagai bentuk lewat perspektif kelembagaan yang pada praktiknya sangat dipengaruhi oleh faktor internal (rutinitas, budaya, maupun ‘ritual’ yang biasa dilakukan) maupun eksternal (bentuk peraturan, pemangku kepentingan, persaingan).
Perspektif Produsen/Pengguna
Mark Deuze mengatakan bahwa hambatan terbesar bagi bertumbuhnya konvergensi media adalah sifat individualistis jurnalis. Masalah utama dalam konvergensi juga mencakup tentang bagaimana ruang berita online, cetak, maupun siaran, pemasaran, sampai editorial bisa saling memahami dan menetapkan keterampilan lintas disiplin untuk bekerja satu sama lain.
Lawrence-Journal World (dalam Deuze,2004) kali ini juga menitik beratkan pada perspektif pengguna dimana ia mengatakan “editor dan reporter harus belajar menempatkan audiens di atas ego mereka sendiri”.
Fleksibiltas juga merupakan poin penting yang harus ada dalam konvergensi media untuk terwujudnya jurnalisme multimedia mengingat adanya ‘tren’ terkait dengan kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi informasi, diantaranya tentang bagaimana kebiasaan masyarakat dalam membaca, menonton sesuatu, mendengarkan yang semuanya dilakukan secara multitasking.
Maka dari itu, kunci untuk memahami kompetensi budaya pengguna media atau bagaimana ‘tren’ yang dilakukan oleh pengguna media saat ini diantaranya mencoba memahami preferensi ritual mereka yang sangat senang bersandar dan mengkonsumsi segala yang ditawarkan oleh media massa melalui saluran yang ada, serta memahami pula kemauan dan kemampuan mereka yang mulai terlibat aktif dalam sebuah konten.
Perspektif Teknologi dan Organisasi
Bicara soal multimedia, salah satu cara pandang ini juga tidak boleh luput. Perspektif teknologi dan organisasi sejatinya berbicara tentang bagaimana orang-orang media bekerja, dan bagaimana mereka dapat bekerja. Semacam pembahasan tentang teknis pelaksanaan mulai dari bagaimana sebuah organisasi media berpegang pada suatu teknik produksi, sampai dalam ranah konvergensi organsasi di dalamnya yang membahas tentang bagaimana sinergi antar bagian-bagian yang berbeda di dalam suatu media.
David Campbell : Visual Storytelling dan Perjalanan Akses Informasi
Tak jauh berbeda, David Campbell juga menjabarkan tentang bagaimana revolusi digital telah menjadi sesuatu yang berkembang serta memunculkan adanya sebutan ‘multimedia’. Pada bagian awal bukunya yang berjudul “Visual Storytelling in the Age of Post-Industrial Journalism”, Campbell memaparkan pengertian multimedia yang pada intinya tak jauh berbeda dengan pemaparan Deuze di awal.
Namun pada kesempatan ini Campbell sedikit banyak lebih mengerucut pada bagaimana sebuah visual dapat menceritakan banyak hal lewat adanya foto jurnalistik. Lahirnya teknologi yang semakin canggih berpengaruh besar pada praktik foto jurnalistik contohnya dengan kedatangan berbagai jenis kamera sehingga dapat menghasilkan visual yang semakin memikat.
Ia juga mengatakan bahwa dewasa ini dunia bukanlah suatu tempat di mana satu bentuk visual telah mati, melainkan tempat di mana bentuk visual masih hidup dan malah bertumbuh lebih kuat dikarenakan adanya layar yang telah menjadi titik akses yang dominan untuk berbagai konten.
Visual juga tak lupa dikatakan memiliki kekuatan sosial yang cukup besar untuk menarik perhatian yang dengan hal itu seorang jurnalis foto dapat membawa estetika dan komitmen dalam pelaporan suatu peristiwa (Champbell, 2013).
Perjalanan Akses Informasi: dari Cetak hingga Online, sampai Seluler.
Jika pada poin pertama Campbell menjelaskan bagaimana perkembangan dunia visual dalam merebaknya teknologi dalam ranah jurnalisme, kali ini ia juga menjelaskan bahwa dahulu foto jurnalistik tak jarang mengandalkan publikasi secara cetak.
Namun sayangnya hanya salah satu dari kedua komponen yang bertahan, dengan kata lain praktik foto jurnalistik tetap kuat sementara platform cetak yang dimanfaatkan berada dalam krisis.
Dalam tulisannya, Campbell lebih berfokus pada bagaimana keadaan surat kabar di Amerika yang menunjukan proporsi masyarakat yang membaca berita secara cetak terus menyusut.
Hal itu disebabkan oleh mulai beralihnya masyarakat pada cara membaca berita yang baru yakni melalui perangkat elektronik atau audio. Masyarakat mengatakan bahwa berita merupakan salah satu hal utama yang mereka akses saat menggunakan perangkat seluler sehingga penggunaan seluler ini kemudian meningkatkan konsumsi berita.
Multimedia dan Berita Online
Internet semakin bermigrasi dan online merupakan salah satu jalan utama untuk mendapatkan berita sehingga kita akan semakin sering menemukan ‘multimedia’ di dalamnya.
Sebut saja pada sekitaran tahun 1990, situs web berita sudah mulai menggunakan berbagai mode pelaporan dengan pemanfaatan teknologi digital yang di dalamnya menyuguhkan tak hanya teks tetapi juga audio dan sarana interaktif bagi penggunanya.
Banyak menjadi pertanyaan, apakah konten multimedia sudah menyampaikan adanya informasi baru atau dipandang sebagai tambahan untuk praktik yang sebenarnya sudah baik di awal?
Jacobsen (dalam Champbell, 2013) menyimpulkan bahwa multimedia dalam pemberitaan dan jurnalisme digunakan sebagai perpanjangan dari kata-kata atau informasi yang tertulis dan tidak selalu menjadi format cerita utama.
Namun disebutkan bahwa salah satu kendala untuk meningkatkan penggunaan konten-konten multimedia yakni karena sistem manajemen konten lama serta alur kerja dari berbagai bidang berita yang membuat tugas sederhana (contohnya menyematkan video pada beranda) menjadi terkesan sulit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H