Mohon tunggu...
Levianti
Levianti Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Dosen Psikologi Universitas Esa Unggul

Suka diam sejenak, refleksi, menulis, dan ngoepi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Obral Obrol

26 Januari 2025   08:56 Diperbarui: 26 Januari 2025   12:00 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengobrol (Sumber: Universitas Ciputra)

Semangat pagi!

Kemarin Pembaca nonton Stand Up Comedy di Kompas TV ngga?

Lucu loh, ada karyawan BUMN, yang bernama Aldo. Dia bercerita bahwa keponakannya ingin menjadi seperti om Aldo saat kelak dewasa. Hal tersebut membuat komika yang bersangkutan merasa kalau "Aldo" itu sudah menjadi target cita-cita yang lebih tinggi daripada aneka profesi lainnya, hehehehe....  

Saya jadi teringat dengan lomba menulis yang diadakan oleh Badan Bank Tanah bersama Kompasiana.

Menurut Pembaca, Badan Bank Tanah, alias BBT, termasuk BUMN juga atau bukan?

Pengumuman, pengumuman, boleh bilang-bilang ke siapa saja, ya!

Meski sama-sama badan milik negara yang berpeluang memperoleh pendapatan, namun ternyata pemasukan BBT itu sifatnya non-profit untuk pengembangan, atau bukan sebagai usaha yang menjadi keuntungan bagi lembaga tersebut. 

Salah satu contohnya nih, ada anggaran yang BBT gunakan untuk menggali sudut pandang masyarakat sebagai shareholder tentang peran BBT dalam mewujudkan ekonomi berkeadilan, melalui lomba blog di Kompasiana. Hari ini deadline untuk submit tulisan dari peserta lomba ya. Ayo, buruan kirim ide tambahan! Intip informasi lengkapnya di sini: https://event.kompasiana.com/kompasiana/676ecb13ed64150ca211e5c2/23-juta-rupiah-buat-kamu-yang-berani-gali-peran-bank-tanah-untuk-ekonomi-berkeadilan

Gagasan yang sudah ada dari para peserta lomba sungguh menarik! Ada yang mengusulkan pembentukan divisi syariah, pemanfaatan area untuk mitigasi kesepian melalui pengadaan ruang publik, atau untuk tata kelola sampah yang mensejahterakan, lalu program pembagian satu pohon dan satu petak bagi bayi bangsa yang baru lahir, kolaborasi dengan Badan Pertanahan Nasional dalam mengelola area reklamasi pada kasus pagar laut, dan masih banyak lagi usulan solusi lainnya.

Omon-omon tentang ruang publik, saya termasuk yang beruntung menikmatinya dalam bentuk banyak taman kota menarik dan gratis di Bandung. Sepuluh tahun lalu, bapak walikota Bandung terpilih menginisiasi pengadaan taman kota tematik di banyak titik, seperti taman superhero di jalan Bengawan, taman fotografi di jalan Kemuning, taman fitness di jalan Teuku Umar, dsb.

Waktu itu, anak-anak saya masih duduk di bangku sekolah dasar, dan selalu saya ajak mampir dulu sekitar 15 - 30 menit ke taman kota, setiap mereka pulang sekolah sebelum kembali ke rumah. Dengan begitu, mereka senang bisa mengalami re-kreasi sejenak, sehingga sesampainya di rumah, dapat langsung kooperatif diajak bebersih, dan mudah bersiap untuk lanjut menyelesaikan pekerjaan rumahnya.

Alam memang menjadi sumber daya sejati untuk recharge manusia! Hal ini diterapkan dan kontinu diteliti oleh Wikasatrian, sebuah tempat pembelajaran kepemimpinan yang berbasis kearifan lokal, untuk mengaktifkan fungsi kesadaran dan budi luhur para peserta melalui kesempatan selusur alam.

Alangkah indahnya bilamana BBT dapat mengusulkan kepada bapak presiden terpilih agar sebagian lahan negara digunakan untuk taman daerah di setiap propinsi, agar masyarakat dapat melakukan re-kreasi dan belajar bersinergi dengan alam secara signifikan dan cuma-cuma.

Oh iya, ada juga ide ruang publik yang lain. Ketika nonton berita VOA beberapa bulan lalu, disampaikan informasi tentang rumah kegiatan untuk para lansia. Meski mereka tetap tinggal di rumah bersama keluarga, namun mereka dapat datang ke rumah kegiatan lansia tersebut setiap hari, untuk mengikuti kegiatan terjadwal secara bervariasi. Hal ini mendukung para warga negara berusia lanjut dapat tetap sehat fisik, mental, dan sosial.

Di samping sudut pandang ide, tulisan dari Kompasianer yang mengikuti lomba juga ada yang menceritakan peran BBT dalam pemberian hak pengelolaan tanah untuk 11 titik dapur bagi program makan bergizi gratis, atau pengalaman buruh tani yang dibantu berkembang menjadi petani mandiri oleh BBT, dll.   

Yang ingin tahu cerita lengkapnya, bisa klik link pada daftar referensi di bagian akhir ya. Sementara Pembaca yang tidak kepingin tahu, bisa coba makan tempe goreng tepung. Tuh, beneran garing kan? Hehehehe.... 

Kembali ke status BBT yang lembaga non-profit, bukannya tidak mungkin BBT untuk tetap ditarget profit, seperti unit-unit di perusahaan swasta yang ditantang untuk berkembang dari cost-centre menjadi profit-centre. Lagipula, kemampuan berdikari dalam memperoleh pendapatan akan menguatkan independensi BBT dalam melakukan pengembangan, ataupun menciptakan ekonomi berkeadilan.

Misalnya, saat menghadapi konflik agraria mengenai pembebasan lahan dari masyarakat adat untuk kepentingan publik oleh pemerintah, BBT diharapkan tidak terjebak ke dalam perangkap normatif akan peran tanggung jawabnya, sehingga langsung berpihak kepada pemerintah dengan rasionalisasi hukum. Sebaliknya, dengan daya independensinya yang terasah melalui kemampuan berdikari, BBT diharapkan mampu secara asertif mengusulkan solusi kreatif yang mengakomodir ragam kebutuhan.

Saat ini, peran BBT dalam mewujudkan ekonomi berkeadilan sedang berlangsung. Melalui fungsinya dalam melakukan distribusi, terkandung harapan besar agar rakyat kecil dapat terbantu kehidupan dan perekonomiannya, melalui pemberian tanah dan pelatihan pengelolaannya secara berkelanjutan.

Jangan sampai terdengar lagi berita mengenai pembunuhan seorang anak balita oleh kedua orang tuanya yang pengangguran dan bermukim di rumah kosong terlantar. Semoga masyarakat semakin paham dan percaya akan peran BBT, sehingga kelompok kaya terketuk hatinya untuk menghibahkan lahannya kepada BBT agar dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat, anggota masyarakat pun dapat aktif mendatangi BBT untuk melaporkan lahan terlantar, ataupun mengajukan diri untuk dibantu berlatih dalam memberdayakannya sebagai nafkah hidup dan manfaat sosial.  

Akhir kata, saya berterima kasih kepada BBT dan Kompasiana, yang telah menumbuhkan antusiasme para peserta lomba dalam mengeksplorasi informasi serta menyampaikan gagasan dan aspirasinya. Semoga kolaborasi terus berkembang semakin luas dan dalam pada kesempatan berikutnya, sehingga peran BBT dalam mewujudkan ekonomi berkeadilan pun berkelanjutan mengakar dan tumbuh besar.

Supaya nutupnya cakep, yuk ah kita berpantun.

Dari Sabang sampai Merauke,

berjajar pulau-pulau.

BBT kolaborasinya oke,

support keadilan ekonomi rakyat atasi kemarau.***(eL)  

Referensi:

https://www.kompasiana.com/sutiono/679454e3c925c455a108f0a2/pengalaman-seorang-petani-dengan-bank-tanah?page=all#section2

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun