Mohon tunggu...
Levianti
Levianti Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Dosen Psikologi Universitas Esa Unggul

Suka diam sejenak, refleksi, menulis, dan ngoepi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Semua Anak Berhak Remedial dan Naik Kelas, Setuju atau Tidak

29 Oktober 2024   06:48 Diperbarui: 29 Oktober 2024   06:55 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rapor Pendidikan Indonesia 2024 l sumber: data.kemendikbud

Salah satu implementasi dari kurikulum merdeka pada pendidikan dasar dan menengah adalah tidak ada ujian nasional dan ada remedial untuk membantu setiap anak bisa naik kelas. Orang tua dan anak yang tidak unggul akademik merasa terbantu dengan sistem ini karena pendidikan menjadi teman pendukung dalam perjalanan hidupnya. 

Sementara mereka yang fokus pada standar baku merasa terganggu oleh variasi proses dan hasil yang tidak sesuai dengan target umum dan harapannya. Untuk lima tahun ke depan, bagaimanakah kementrian pendidikan dasar dan menengah akan melakukan penyusunan standar prosedur penilaian dari peserta didik tersebut? Tulisan ini merupakan pandangan penulis dari sudut praktis sebagai anggota masyarakat.

Sudut Pandang Praktis Penulis

Pertama, prosedur penilaian yang meniadakan ujian nasional dan menyediakan remedial untuk bisa naik kelas nyata membuat peserta didik terbebas dari ancaman kegagalan di depan mata.

Dalam biopsikologi, situasi bebas ancaman akan mengaktifkan neo-korteks untuk belajar (mengubah perilaku), dari tidak bisa menjadi bisa. Bukan sebaliknya, ancaman kegagalan dari evaluasi lulus-naik/tidak akan mendorong aktivasi amigdala untuk berjuang mempertahankan diri dengan cara fight-flight-freeze, sehingga pakaian luarnya mungkin keberhasilan, namun mental yang dibentuk sejatinya adalah rasa takut gagal. 

Kedua, standarisasi pencapaian diperlukan untuk acuan proses dan menjamin mutu pendidikan.

Bukankah baik pihak pemberi maupun penerima layanan sama-sama menjadi nyaman dan sejahtera oleh kualitas layanan yang memenuhi standar? Maka pengukuran kesesuaian hasil belajar dengan standar baku tetap perlu dilakukan.

Ketiga, solusi untuk kedua kebutuhan di atas adalah dengan cara menciptakan prosedur evaluasi belajar yang menyenangkan. Dengan begitu, evaluasi yang asyik tersebut akan mendorong usaha terbaik dari peserta didik untuk memberi hasil berkualitas unggul.

Kita dapat melakukan aktivitas permainan sebagai prosedur evaluasi belajar yang menyenangkan, misalnya dengan bermain congklak saat mengevaluasi operasi hitung, pancasila lima dasar untuk evaluasi kosa kata, dsb. Guru dapat bekerja sama dengan penanggung jawab kegiatan ekstrakurikuler pilihan siswa untuk merancang bentuk evaluasi belajar yang menyenangkan dan relevan dengan materi pelajaran.

Atau, hal pertama yang dieksplorasi adalah keunggulan unik dari siswa, baru kemudian ia ditempatkan pada peran yang mengoptimasi kekuatannya tersebut. Perasaan superior dalam menyelesaikan pekerjaan juga membuat evaluasi hasil kerja otomatis terasa menyenangkan dan tidak lagi menakutkan.

Keempat, perlunya mengidentifikasi nilai hidup apa yang sesungguhnya hendak ditempa melalui standar prosedur evaluasi pendidikan yang disusun.

Apakah itu nilai mengapresiasi pencapaian diri yang sekarang dibandingkan pencapaian diri yang sebelumnya? Memetakan keunggulan pribadi untuk berkontribusi optimal bagi kelompok/lingkungan sekitar? Harga diri dan respek satu sama lain?

Kelima, memurnikan dasar pengambilan keputusan, apakah kebijakan baru didorong oleh sikap penolakan terhadap kenyataan yang ada sekarang, ataukah oleh sikap belas kasih memperbaiki kekurangan dan memelihara tumbuh kembang potensi kebaikan yang ada di depan mata?

Ibarat seseorang yang merasa diri jelek lalu berdandan, ia tetap akan sulit merasa cantik karena perilaku dandan didorong oleh penolakan terhadap dirinya. Namun akan berbeda saat seseorang berdandan karena didorong oleh rasa syukur dan cinta kasih terhadap keadaan diri, dandannya menjadi sesuai kebutuhan dan ditujukan untuk memperbesar nilai manfaat bagi semua pihak.   

Rapor Pendidikan Indonesia

Ilustrasi Rapor Pendidikan Indonesia 2024 l sumber: data.kemendikbud
Ilustrasi Rapor Pendidikan Indonesia 2024 l sumber: data.kemendikbud

Dari rapor di atas, kita mengetahui ada 14 indikator pencapaian yang menjadi tugas pendidikan dasar dan menengah, yaitu:

  • Kemampuan literasi murid (tingkat kemampuan murid dalam memahami dan menggunakan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah sehari-hari)

  • Kemampuan numerasi murid (tingkat kemampuan murid dalam menggunakan prinsip matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari)

  • Karakter murid (tertanamnya nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila (beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, bergotong royong, kreatif, bernalar kritis, mandiri, dan berkebinekaan global) pada diri murid)

  • Kualitas Pembelajaran (kualitas pengelolaan dan penyelenggaraan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik murid)
  • Persentase PAUD terakreditasi minimal B (proporsi PAUD dengan akreditasi A atau B di suatu daerah)

  • Proses Belajar yang Sesuai Bagi Anak Usia Dini (upaya dalam menciptakan suasana belajar yang nyaman, menghargai dan memotivasi usaha anak, serta menerapkan metode belajar yang menyenangkan serta efektif dalam membangun kemampuan fondasi)

  • Pembelajaran yang Membangun Kemampuan Fondasi (pembelajaran yang menumbuhkan nilai agama dan budi, pengenalan diri, pengelolaan emosi serta berinteraksi sehat, fisik motorik untuk kemandirian dan perilaku hidup bersih dan sehat, serta kemampuan kognitif yang menjadi bekal untuk berkegiatan sehari-hari)

  • Iklim Keamanan Sekolah (kondisi lingkungan tempat belajar yang memberikan keamanan (secara fisik dan psikologis), serta keselamatan bagi anak, guru, dan tenaga kependidikan)

  • Iklim Kebinekaan Sekolah (kondisi lingkungan sekolah yang menunjukkan adanya toleransi beragama, berbudaya, dan komitmen berkebangsaan)

  • Iklim Inklusivitas Sekolah (kondisi lingkungan sekolah yang terbuka terhadap perbedaan dan mampu memfasilitasi murid dengan disabilitas serta cerdas istimewa dan berbakat istimewa / CIBI)

  • Iklim Inklusivitas & Kebinekaan PAUD (keragaman latar belakang dan kebutuhan belajar anak terakomodasi oleh satuan PAUD)

  • Penyerapan Lulusan SMK (tingkat penyerapan lulusan SMK: proporsi lulusan SMK yang melanjutkan ke pendidikan tinggi, bekerja, dan/atau wirausaha dalam satu tahun setelah lulus)

  • Kemitraan dan Keselarasan SMK dengan Dunia Kerja (tingkat keselarasan pelaksanaan pembelajaran di SMK dengan standar dan kebutuhan dunia kerja)
  • Angka Partisipasi Sekolah (Tingkat partisipasi anak usia sekolah dalam pendidikan)

Dari keempat belas indikator tersebut, angka partisipasi sekolah tampak mencolok karena mayoritas berwarna merah/kurang. Namun saat ditelusuri lebih jauh, ternyata jumlah anak usia sekolah yang mengikuti pendidikan dasar dan menengah meningkat dari tahun sebelumnya. Ini berarti, motivasi pendidikan menguat (ilustrasi terlampir di bawah ini).

Ilustrasi Angka Partisipasi Sekolah l sumber: data.kemendikbud
Ilustrasi Angka Partisipasi Sekolah l sumber: data.kemendikbud

Warna dominan kedua adalah kuning/sedang, untuk kelompok PAUD pada semua kategori pencapaian terkait, serta kemampuan literasi, numerik, dan kualitas pembelajaran. 

Sebagaimana anak yang belum lancar mengayuh saat baru belajar naik sepeda, demikian jugalah program PAUD yang baru dimulai dan belum ada data pembanding dari tahun sebelumnya. 

Sementara kemampuan literasi, numerik, dan kualitas pembelajaran pun rata-rata tumbuh naik seperti angka partisipasi sekolah tadi meski belum berwarna hijau. Bukankah ini menunjukkan peningkatan kualitas dari hasil pendidikan yang ada?

Penutup

 

Rapor pendidikan Indonesia rata-rata menunjukkan adanya pertumbuhan dalam level sedang. Bagaimana reaksi saya atas kondisi ini: kecewa, atau berkecukupan? Respon konstruktif apa yang perlu dan mampu saya lakukan? Kreativitas bagaimana yang mau saya ciptakan? Untuk lima tahun ke depan, bagaimanakah kementrian pendidikan dasar dan menengah sebaiknya melakukan penyusunan standar prosedur penilaian dari peserta didik? Bagaimana opini Pembaca?***(eL)

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun