Aku lahir dengan hati yang lebih menyukai terang.
Kukira setiap bayi juga dilahirkan dalam keadaan demikian.
Bukankah dibutuhkan waktu khusus untuk bisa beradaptasi menikmati gelap?
Namun hatiku yang mencintai terang itu dipatahkan oleh orang yang amat kusayang.
Dalam ketidaksadarannya, ia menggunakan segala penerangan yang ada untuk membenarkan kegelapan dosa.
Bertahun-tahun aku terpuruk meratapi luka.
Silih berganti dengan api amarah yang mudah tersulut dan langsung membakar seketika.
Hatiku sinis mencibir cahaya!
Sampai akhirnya aku kelelahan kosong daya.
Tidak ada pilihan selain berserah kepada Sang Ada.
Yang mengangkatku dengan ringan dan lembut dari jurang nestapa.
Aku seperti baru terlahir kembali dengan hati yang terbuka menerima terang.
Hanya kali ini juga cukup damai memaklumi gelap.
Palu penghakiman berhenti memaku hatiku.
Belas kasihan menghangatkan hati yang sempat beku.
Kubiarkan Sang Ada mengajariku pelan-pelan 'tuk mengeja bahasa cinta.***
Catatan:
Selamat merayakan rahmat Idul Fitri.
Mohon maaf, lahir dan batin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H