Mohon tunggu...
Levianti
Levianti Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Dosen Psikologi Universitas Esa Unggul

Suka diam sejenak, refleksi, menulis, dan ngoepi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ini Baru Keluarga!

29 Desember 2023   19:39 Diperbarui: 29 Desember 2023   20:07 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harta yang paling berharga

Adalah keluarga.


Istana yang paling indah

Adalah keluarga.


Puisi yang paling bermakna

Adalah keluarga.


Mutiara tiada tara

Adalah keluarga.

Ingatkah Pembaca dengan bait satu lagu pembuka dari serial TV "Keluarga Cemara" tersebut di atas? Menyenandungkan liriknya akan membawa damai tenteram di jiwa. Itulah yang penulis rasakan. Rasa damai dan tenteram di jiwa bisa jadi bukan hanya berasal dari lirik dan nada, melainkan juga dari esensi cerita yang memenuhi kebutuhan pemirsa akan keluarga.

Serial TV "Keluarga Cemara" karya Arswendo Atmowiloto ini berkisah tentang sebuah keluarga mapan yang telah menjadi miskin. Abah dulunya adalah seorang pengusaha yang sukses dan kaya raya. Namun, karena suatu kejadian, usaha Abah menjadi bangkrut, dan keluarganya pun jatuh miskin (Wikipedia, 2023).

Tempat tinggal mereka berpindah dari komplek perkotaan ke sebuah desa. Yang mencari nafkah hidup kini bukan hanya Abah, melainkan semua anggota keluarga. Abah menjadi tukang becak; sementara Emak menjadi penjual opak, yang dibantu oleh ketiga anaknya, yaitu Euis, Cemara alias Ara, dan Agil.

Kemiskinan memang mengubah cara hidup keluarga, namun tidak mengubah ikatan hati mereka, karena mereka percaya bahwa harta yang paling berharga adalah keluarga. Saat ada anggota keluarga yang bermasalah, Abah, sebagai kepala keluarga, menyikapinya dengan berpikir positif dan fokus mencari solusi, sehingga masalah selalu berhasil mereka selesaikan dan keharmonisan keluarga bertambah dalam.

Keberhasilan keluarga menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya merupakan salah satu aspek keluarga sehat. Menurut teori The McMaster Model dari Epstein, Baldwin, & Bishop (1983, dalam Sitasari, 2023), ada 6 dimensi dari fungsi keluarga, yaitu:

  • Penyelesaian masalah (menyelesaikan semua permasalahan yang dihadapi);
  • Komunikasi (langsung dan jelas);
  • Peran (berbagi tanggung jawab dan melaksanakannya);
  • Respon afektif (mengekspresikan emosi dengan cara yang sesuai);
  • Keterlibatan afektif (merasa tertarik terhadap minat dan aktivitas anggota keluarga yang lain serta menghargainya);
  • Kontrol perilaku (bersikap demokratis, di mana berlaku standar logis secara konsisten disertai kesempatan bernegosiasi sesuai konteks situasi dan melakukan perubahan).

Keenam dimensi dari fungsi keluarga tersebut terlihat jelas di dalam Keluarga Cemara. Upaya bersama untuk memenuhi nafkah keluarga menunjukkan adanya empati dan saling dukung, serta pembagian dan pelaksanaan tanggung jawab (dimensi 3 dan 5). Sikap Abah yang positif dan fokus mencari solusi saat ada anggota keluarga yang bermasalah menunjukkan adanya komunikasi yang langsung dan jelas di antara mereka, ekspresi emosi yang sesuai, serta situasi hidup yang demokratis (dimensi 2, 4, dan 6). Setiap masalah pun berhasil diselesaikan dan keharmonisan bertambah dalam (dimensi 1). Pantas saja serial TV "Keluarga Cemara" berhasil memuaskan dahaga pemirsa akan keluarga.

Bak pertunjukan wayang, yang mengandung 3 unsur (tontonan, tuntunan, tuntutan), demikian jugalah kiranya serial TV "Keluarga Cemara". Tidak hanya menghibur, namun juga memberikan contoh tentang bagaimana seharusnya setiap anggota keluarga berinteraksi satu sama lain, serta memotivasi pemirsa untuk mengikuti contoh perilaku tersebut.

Meskipun demikian, bukan berarti pemirsa dapat langsung begitu saja berhasil mewujudkan harapannya akan keluarga. Bahkan sering kali, justru merasa frustasi akibat harapannya bertepuk sebelah tangan. Untuk memperjelas, mari kita ikuti kisah seorang ibu yang berjuang mengatasi rasa frustasinya dalam kehidupan berkeluarga.

Ibu ini menumpahkan keluh kesahnya di ruang konseling. Ia tidak tahan dengan sikap suaminya yang ia nilai terlalu santai pasca bisnisnya bangkrut. Istri merasa mati-matian berjuang sendiri sehingga merasa sangat kelelahan dan tidak tahan. Ia khawatir tidak kuat lagi, sehingga akan meledak, dan semua perjuangannya menghidupi seluruh anggota keluarga menjadi berantakan.

Kondisi kelelahan emosional, sikap sinis, dan penurunan efektivitas pribadi merupakan tiga dimensi dari kondisi burnout (Maslach & Jackson, 1981, dalam Lunanta, 2023). Kondisi ini terjadi saat seseorang merasa kewalahan karena tekanan yang dialami jauh lebih besar daripada kemampuannya menggunakan sumber daya untuk mengatasi tekanan.

Padahal bila ditinjau secara objektif, ibu itu sesungguhnya sedang terus bertahan dan berenergi besar dalam menjalankan perjuangannya. Ibu itu hanya sedang tidak sadar dengan kemampuannya berdaya, karena pikirannya terlalu sibuk / overthinking. Dalam psikologi, perilaku ini disebut rumination, yaitu kegiatan merenung dengan fokus yang berlebihan pada suatu masalah, serta lebih mengarah pada pemikiran suatu sebab akibat daripada mencari solusi (Wikipedia, dalam Masitoh, 2023).

Maka pertama-tama yang perlu ibu itu lakukan adalah bercermin untuk dapat jelas melihat bahwa ia sedang terseret oleh pusaran pikiran negatifnya sendiri. Ia lalu dapat memilih untuk menekan tombol stop sehingga pusaran pikiran negatif berhenti.

Aktivitas gosok-gosok tubuh secara mandiri, mulai dari kulit kepala, lengan, sampai telapak kaki, dapat mengalihkan sejenak fokus perhatian dari pikiran ke penginderaan. Sensasi gosokan juga akan menstimulasi otak untuk menghasilkan hormon serotonin yang menimbulkan perasaan rileks. Perasaan tenang akan lebih terbangun saat aktivitas gosok-gosok dilakukan dengan tempo biasa. Bila masih ada rasa terburu-buru, ibu itu dapat memperlambat kecepatannya menggosok tubuh.   

Dengan begitu, ibu itu akan kembali menyadari keberadaannya pada saat sekarang/mindfulness. Seseorang yang memiliki mindfulness akan menyadari perasaan dan pemikirannya bersifat sementara. Mereka tidak terlalu memikirkan hal tersebut dan tidak melakukan hal yang negatif akibat pemikirannya (Bishop dkk., 2004, dalam Rozali, 2023).

Bahkan, seseorang yang mindfulness akan siap belajar melakukan perubahan yang diperlukan (Kabat-Zinn, 1990, dalam Levianti, 2022).  Menurut Greenhaus, Collins, & Shaw (2003, dalam Mariyanti, 2023), ada 3 strategi yang bisa dilakukan oleh seorang ibu berperan ganda agar ia tetap dapat engaged terhadap tugas-tugasnya, yaitu menyeimbangkan waktu (time balance), menyeimbangkan keterlibatan dalam peran (involvement balance), dan menyeimbangkan kepuasan (satisfaction balance).      

"Dengan cara memanage waktu secara tepat dan efisien, maka para karyawati yang telah berkeluarga tetap dapat menyelesaikan pekerjaannya secara profesional tanpa mengganggu urusan keluarga. Kondisi keterlibatan penuh di dalam setting yang berbeda-beda (tempat kerja maupun rumah) dapat memberikan dampak pada kesejahteraan psikologis dan meningkatkan produktivitasnya. Para karyawati yang berkeluarga diharapkan mampu memenuhi kedua tuntutan peran tersebut dengan maksimal, memuaskan, serta berpikir positif bahwa apa yang sudah dilakukan selama ini sudah berhasil dengan baik dan telah mengakomodasi kebutuhan atau target pekerjaan dan keluarga." (Mariyanti, 2023, hal. 86, 87, 88)

Untuk menunjang keberhasilan ibu menjalankan ketiga strategi keseimbangan tersebut di atas, ibu dapat menyiapkan dukungan sosial yang ia perlukan. Dukungan sosial akan membuat ibu merasa dicintai dan menjadi lebih kuat dalam mengatasi tantangan apapun yang ada di hadapan. Menurut Sarfino (2014, dalam Alitani, 2023), dukungan sosial dapat bersumber dari keluarga, teman, ataupun masyarakat.

Namun pada kenyataannya, lingkungan sosial sering kali tidak mendukung. Seperti yang dialami oleh ibu tadi. Dalam sesi konseling lanjutan, ia menyatakan bahwa suami dan anak-anaknya tetap saja tidak berubah. Mereka tidak mau memenuhi permintaan ibu yang sudah disampaikan secara jelas dan langsung.

"Komunikasi baiknya dilakukan dengan cara yang efektif dan 'sehat'. Salah satu komunikasi yang sehat dalam keluarga adalah mindful communication. Teknik komunikasi ini menekankan pada niat, hadir sepenuhnya, terbuka dan tanpa penilaian, serta fokus pada interaksi dengan kasih sayang." (Marsidi, 2023, hal. 77).

Ibu itu siap melakukan komunikasi mindful manakala ia merasa rileks dan sadar akan kehadiranya pada saat sekarang. Sebaliknya, ibu belum sepenuhnya siap melakukan komunikasi mindful manakala pikirannya masih sibuk dengan agenda kepentingan pribadi maupun asumsi-asumsi berdasarkan pengalaman yang lalu. Untuk melepas ketegangan, ibu dapat diam sejenak menikmati napas panjang selama 2-3 menit, baru kemudian melakukan komunikasi mindful.

Komunikasi mindful membantu seseorang untuk memahami dan memberikan tanggapan yang sesuai. Anggota keluarga tidak merasa diserang, melainkan dimengerti dan diterima apa adanya, sehingga terdorong untuk balas memahami dan mengikuti anggota yang lainnya. Saling dukung pun tercipta. Saling peduli dan mengembangkan. Ini baru keluarga!

Perjalanan hidup berkeluarga terus berlangsung sepanjang masa. Apakah itu melelahkan? Ataukah itu mengobarkan api cinta?  

Selamat pagi Emak.

Selamat pagi Abah.

Mentari hari ini berseri indah.

Selamat pagi Emak.

Selamat pagi Abah.

Untuk tampil perkasa

Bagi kami putra putri

Yang siap berbakti.

(Bait dua lagu pembuka serial TV "Keluarga Cemara")

Ilustrasi Buku (dokumentasi pribadi)
Ilustrasi Buku (dokumentasi pribadi)

Sekilas Info

Pada bulan Agustus 2023, sepuluh orang dosen Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul menerbitkan kumpulan tulisan mereka menjadi satu buah buku. "Keluarga: Tantangan dan Strategi Mengatasi" merupakan judul yang dipilih untuk menaungi kesepuluh bab berikut:

  • Stres Pengasuhan pada Ibu (Mikaela Berliyana Alitani, M.Psi, Psikolog)
  • Peran Orang Tua dalam Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak (Arbania Fitriani, S.Psi, M.Si)
  • Jendela Johari untuk Self-Help dan Kreativitas (Levianti, S.Psi, M.Si, Psikolog)
  • Burnout Ibu Bekerja di Indonesia (Lita Patricia Lunanta, M.Psi, Psikolog)
  • Kekerasan Seksual di Kampus (Dra. Safitri M., M.Si)
  • Memahami Pikiran Anak dan Cara Komunikasi Sehat dalam Keluarga (Sitti Rahmah Marsidi, M.Psi, Psikolog)
  • Strategi Meningkatkan Employee Engagement pada Perempuan yang Menjalani Peran Ganda (Dra. Sulis Mariyanti, M.Si, Psikolog)
  • Remaja Over Thinking (Siti Masitoh, M.Psi, Psikolog)
  • Mindfulness Anak Middle Childhood dalam Berperilaku Bullying (Yuli Asmi Rozali, M.Psi, Psikolog)
  • Remaja Memiliki Kecenderungan Melakukan Bullying: Bagaimana Fungsi Keluarganya (Novendawati Wahyu Sitasari, M.Psi, Psikolog)

Tulisan "Ini Baru Keluarga!" merupakan hasil baca penulis yang dikaitkan dengan contoh nyata. Semoga bermanfaat.***

Rujukan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun