Padahal bila ditinjau secara objektif, ibu itu sesungguhnya sedang terus bertahan dan berenergi besar dalam menjalankan perjuangannya. Ibu itu hanya sedang tidak sadar dengan kemampuannya berdaya, karena pikirannya terlalu sibuk / overthinking. Dalam psikologi, perilaku ini disebut rumination, yaitu kegiatan merenung dengan fokus yang berlebihan pada suatu masalah, serta lebih mengarah pada pemikiran suatu sebab akibat daripada mencari solusi (Wikipedia, dalam Masitoh, 2023).
Maka pertama-tama yang perlu ibu itu lakukan adalah bercermin untuk dapat jelas melihat bahwa ia sedang terseret oleh pusaran pikiran negatifnya sendiri. Ia lalu dapat memilih untuk menekan tombol stop sehingga pusaran pikiran negatif berhenti.
Aktivitas gosok-gosok tubuh secara mandiri, mulai dari kulit kepala, lengan, sampai telapak kaki, dapat mengalihkan sejenak fokus perhatian dari pikiran ke penginderaan. Sensasi gosokan juga akan menstimulasi otak untuk menghasilkan hormon serotonin yang menimbulkan perasaan rileks. Perasaan tenang akan lebih terbangun saat aktivitas gosok-gosok dilakukan dengan tempo biasa. Bila masih ada rasa terburu-buru, ibu itu dapat memperlambat kecepatannya menggosok tubuh. Â Â
Dengan begitu, ibu itu akan kembali menyadari keberadaannya pada saat sekarang/mindfulness. Seseorang yang memiliki mindfulness akan menyadari perasaan dan pemikirannya bersifat sementara. Mereka tidak terlalu memikirkan hal tersebut dan tidak melakukan hal yang negatif akibat pemikirannya (Bishop dkk., 2004, dalam Rozali, 2023).
Bahkan, seseorang yang mindfulness akan siap belajar melakukan perubahan yang diperlukan (Kabat-Zinn, 1990, dalam Levianti, 2022). Â Menurut Greenhaus, Collins, & Shaw (2003, dalam Mariyanti, 2023), ada 3 strategi yang bisa dilakukan oleh seorang ibu berperan ganda agar ia tetap dapat engaged terhadap tugas-tugasnya, yaitu menyeimbangkan waktu (time balance), menyeimbangkan keterlibatan dalam peran (involvement balance), dan menyeimbangkan kepuasan (satisfaction balance). Â Â Â
"Dengan cara memanage waktu secara tepat dan efisien, maka para karyawati yang telah berkeluarga tetap dapat menyelesaikan pekerjaannya secara profesional tanpa mengganggu urusan keluarga. Kondisi keterlibatan penuh di dalam setting yang berbeda-beda (tempat kerja maupun rumah) dapat memberikan dampak pada kesejahteraan psikologis dan meningkatkan produktivitasnya. Para karyawati yang berkeluarga diharapkan mampu memenuhi kedua tuntutan peran tersebut dengan maksimal, memuaskan, serta berpikir positif bahwa apa yang sudah dilakukan selama ini sudah berhasil dengan baik dan telah mengakomodasi kebutuhan atau target pekerjaan dan keluarga." (Mariyanti, 2023, hal. 86, 87, 88)
Untuk menunjang keberhasilan ibu menjalankan ketiga strategi keseimbangan tersebut di atas, ibu dapat menyiapkan dukungan sosial yang ia perlukan. Dukungan sosial akan membuat ibu merasa dicintai dan menjadi lebih kuat dalam mengatasi tantangan apapun yang ada di hadapan. Menurut Sarfino (2014, dalam Alitani, 2023), dukungan sosial dapat bersumber dari keluarga, teman, ataupun masyarakat.
Namun pada kenyataannya, lingkungan sosial sering kali tidak mendukung. Seperti yang dialami oleh ibu tadi. Dalam sesi konseling lanjutan, ia menyatakan bahwa suami dan anak-anaknya tetap saja tidak berubah. Mereka tidak mau memenuhi permintaan ibu yang sudah disampaikan secara jelas dan langsung.
"Komunikasi baiknya dilakukan dengan cara yang efektif dan 'sehat'. Salah satu komunikasi yang sehat dalam keluarga adalah mindful communication. Teknik komunikasi ini menekankan pada niat, hadir sepenuhnya, terbuka dan tanpa penilaian, serta fokus pada interaksi dengan kasih sayang." (Marsidi, 2023, hal. 77).
Ibu itu siap melakukan komunikasi mindful manakala ia merasa rileks dan sadar akan kehadiranya pada saat sekarang. Sebaliknya, ibu belum sepenuhnya siap melakukan komunikasi mindful manakala pikirannya masih sibuk dengan agenda kepentingan pribadi maupun asumsi-asumsi berdasarkan pengalaman yang lalu. Untuk melepas ketegangan, ibu dapat diam sejenak menikmati napas panjang selama 2-3 menit, baru kemudian melakukan komunikasi mindful.
Komunikasi mindful membantu seseorang untuk memahami dan memberikan tanggapan yang sesuai. Anggota keluarga tidak merasa diserang, melainkan dimengerti dan diterima apa adanya, sehingga terdorong untuk balas memahami dan mengikuti anggota yang lainnya. Saling dukung pun tercipta. Saling peduli dan mengembangkan. Ini baru keluarga!