Â
Mental mencandu identik dengan dorongan berdaya desak kuat dan sulit dikendalikan. Bagaimanapun lingkungan berusaha memagari, dorongan kuat individu tersebut akan berakrobat mencari celah jalan keluar, pantang menyerah, sampai berhasil melepaskan dan memuaskan hawa nafsunya.
Seringkali, lingkungan tertular sikap reaktif. Tanpa menyadari munculnya reaksi emosi negatif (panik, waswas, dll), lingkungan terburu-buru membangun benteng pagar lebih kuat. Supaya tidak lagi bisa dibobol oleh dorongan kemelekatan individu itu. Â Â
Menggunakan kacamata pandang Hawkins (2012), kualitas energi dari perilaku individu dengan mental mencandu, maupun tanggapan lingkungan yang reaktif, keduanya sama-sama di level force, bukan power.
Ciri kualitas energi force yang penulis pahami ialah reaktif. Setinggi-tingginya frekuensi getaran force, pada akhirnya akan berhenti, bila faktor penyebabnya berhenti. Ibaratnya kerumunan semut akhirnya hilang saat tidak ada lagi gula.
Berbeda dengan kualitas energi power. Frekuensi getaran dari energi power bukan akibat reaksi pengaruh luar. Power adalah gelombang, yang mengandung / membawa frekuensi getarannya sendiri. Maka, frekuensi getaran power akan mempengaruhi frekuensi getaran force, namun tidak demikian sebaliknya.
Kembali pada pertanyaan: "Bagaimana menyikapi mental mencandu?". Kita perlu mawas menangkap sumber penyebab munculnya dorongan kuat tersebut, yaitu mental ingin senang dan reaktif. Tersenyumlah!
Â
Lalu fokus untuk menyalakan power diri. Pelan-pelan, melipirlah ke pinggir. Tariklah napas panjang dari hidung, dan hembuskanlah perlahan-lahan dari mulut. Lakukan beberapa kali secara teratur. Ketegangan pun mengendur. Mental kembali tenang karena desakan reaktif menjadi teratur.
Kita pun siap hadir menemani / mendampingi individu dengan mental mencandu. Tanpa terpancing / terganggu. Sikap tenang kita pelan-pelan akan meredakan ketegangannya. Bersama dengannya, kita siap membangun kesepakatan untuk menyelesaikan permasalahannya, baik secara mandiri, ataupun melalui bantuan ahli.***