Mohon tunggu...
Levianti
Levianti Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Dosen Psikologi Universitas Esa Unggul

Suka diam sejenak, refleksi, menulis, dan ngoepi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Catatan eMKa

12 Juli 2023   07:32 Diperbarui: 12 Juli 2023   07:32 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Tak terasa, waktu dua jam berlalu begitu cepat. eMKa baru berhasil menyelesaikan nomor satu saja dari kerangka tulisannya.

Apa boleh buat. Tak ada rotan, akar pun jadi. Lebih baik kuunggah sejumput hasil, daripada sama sekali nihil. Barangkali saja dapat urun setitik manfaat.

Usai mengumpulkan, eMKa pun mematikan layar komputernya dan masuk ke kamar. Meski malam belum larut, eMKa sudah mendengkur halus. Dalam mimpinya, ia terkekeh-kekeh geli sendiri. Masih di dalam hati.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Dengan demikian, sampailah unggahan dari eMKa di hadapan para pembaca budiman saat ini. Selamat menikmati. Salam hangat." (Admin Sekolah Compassiona)

Catatan Peran Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI)


Catatan Putih

  • Dalam buku Harvard Handbook (Alex Tomsay, 2012, dalam ASH, 2012), MKRI dinilai sebagai lembaga yudisial (hukum) paling efektif di level internasional, bersama dengan Mahkamah Konstitusi (MK) Korsel dan MK Kolumbia, karena mampu menjaga independensinya, sehingga efektif membuat terobosan baru.
  • Selama (hampir satu) dekade pertama, yaitu sejak berdirinya pada tahun 2003 sampai pertengahan Desember 2012, MKRI  menerima 531 perkara pengujian Undang-Undang, 21 perkara sengketa kewenangan antar lembaga negara (SKLN), 116 perkara perselisihan hasil pemilihan umum, dan 489 perkara perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (Kepaniteraan MK, 2012, dalam Subiyanto, 2012). Hal ini tidak hanya menunjukkan produktivitas MKRI, melainkan juga sekaligus kepercayaan dan kesadaran berkonstitusi masyarakat yang meminta bantuan MK dalam menyelesaikan berbagai persoalan konstitusi.

Catatan Hitam

  • Dalam dekade kedua (2013 -- 2023), tepatnya menjelang akhir tahun 2022, independensi MKRI diragukan. Pada waktu itu, MKRI bermaksud memperkuat institusi peradilan dengan cara mengubah (memperpanjang) masa jabatan hakim melalui UU MK. Namun pada praktiknya, terjadi intervensi dari lembaga legislatif (DPR) dan eksekutif (Presiden), dengan cara mengganti dan mengesahkan hakim konstitusi melalui proses yang melanggar hukum (Syawawi, 2022). Hakim konstitusi Aswanto dicopot dari jabatan karena pandangannya mengenai suatu UU yang sedang diuji MK berbeda dengan lembaga yang mengusulkannya (DPR, Presiden, MA). Pencopotan Aswanto dilakukan secara tiba-tiba dalam Rapat Paripurna DPR. Presiden kemudian melantik Guntur Hamzah sebagai pengganti. Penggantian ini tidak sesuai dengan konstitusi dan undang-undang (pasal 23 UU MK), yang menyatakan bahwa pemberhentian hakim konstitusi di tengah masa jabatannya hanya dapat dilakukan jika ada permintaan dari Ketua Mahkamah Konstitusi (Kumalasanti, 2022). Hal ini menunjukkan ketidakbebasan MKRI dalam menjalankan tugas peradilan.
  • Dalam kurun waktu 2016 -- 2022, Indeks Negara Hukum Indonesia hanya mengalami kenaikan 0.01 poin. Artinya, perbaikan dalam sistem hukum tidak signifikan. Pada era tersebut, MKRI berhadapan dengan situasi bermasalahnya institusi penegak hukum, mulai dari pelemahan institusi KPK, problem internal dan korupsi di kepolisian dan kejaksaan, hingga terungkapnya praktik korupsi di MA yang melibatkan hakim agung. Di tengah kondisi hukum Indonesia tersebut, fungsi MK (untuk memastikan suatu norma UU tak bertentangan dengan konstitusi) justri dikebiri melalui penggantian hakim konstitusi yang dianggap tak berpihak ke kepentingan lembaga politik (Syawawi, 2022).

Catatan Refleksi

  • Menurut pendekatan legal system dari Lawrence M. Friedman (1975, dalam Syawawi, 2022), perubahan hukum bisa dilakukan dalam tiga aspek, yaitu structure, substance, dan culture.
  • Bagaimana MKRI dapat mendukung perbaikan sistem hukum secara signifikan? Pada aspek struktur atau kelembagaan hukum, MKRI misalnya dapat menjaga independensi yudisial dari intervensi legislatif dan eksekutif. Pada aspek norma hukum, MKRI misalnya dapat memastikan UU tidak bertentangan dengan UUD 1945, dan turut menguatkan sistem konstitusional untuk mencegah pelanggaran UU. Sementara pada aspek budaya hukum, MKRI misalnya dapat memberikan produktivitas dan integritas nyata kepada masyarakat sehingga kembali bersandar kepada sistem hukum dalam menyelesaikan aneka persoalannya.

 

Daftar Referensi

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Eh, eMKa sayang sudah bangun! Wah... pintar, eMKa bangunnya tidak mengompol dan tidak menangis pagi ini. Loh, kok, eMKa sayang senyum-senyum terus? eMKa habis mimpi indah ya?!" seorang ibu mengajak bayinya bercakap-cakap, sambil membelai dan mengecupnya lembut.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun