Mohon tunggu...
Levianti
Levianti Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Dosen Psikologi Universitas Esa Unggul

Suka diam sejenak, refleksi, menulis, dan ngoepi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bank Indonesia Melukis Sistem Pembayaran di ASEAN

15 Juni 2023   21:31 Diperbarui: 15 Juni 2023   21:39 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(mymodernmet.com-pinterest)


ASEAN, Tahun 2000

 

Siang ini terik. Jalan raya berasap tebal. Para pengemudi motor saling berhimpitan, menunggu lampu merah berganti hijau. Dua orang pengemis jalan berdampingan. Yang satu adalah anak kecil. Ia menuntun seorang ibu yang kelihatannya buta. Anak menuntun ibu untuk menengadahkan tangannya dari satu kaca ke kaca jendela mobil berikutnya.

Ada puluhan mobil yang berderet-deret macet. Namun tidak ada satu pun tangan yang terulur ke luar dari deretan kaca jendela mobil itu. Ah, macet di jalan, macet juga pengeluaran, pun macet rezeki anak dan ibu yang mengemis berpasangan.

Senja pun tiba. Anak mengajak ibunya pulang ke bawah kolong jembatan. Keduanya haus dan lapar. Namun tidak ada uang untuk membeli minum dan makan. Anak kecil itu spontan bertanya kepada ibunya: "Mak, kenapa sih semua itu harus dibeli dengan uang? Kan lebih enak tidak usah pakai uang untuk bisa mendapatkan makanan dan minuman yang kita inginkan?!"

ASEAN, Tahun 3000

 

Siang yang cerah. Angin bertiup sejuk. Jalan raya lenggang. Hanya ada beberapa kendaraan yang berhenti dan berjalan secara bergantian di persimpangan.

Para pengemudi kendaraan itu mematuhi aba-aba dari seorang perempuan buta. Tangannya mengatur lalu lintas sesuai irama musik berpengeras suara. Saat lagu berganti, tubuhnya pun menghadap ke arah yang berbeda. Ada empat lagu yang diputar. Setiap lagu menjadi petunjuk untuk menghadapkan tubuh ke arah tertentu.

Perempuan buta itu tidak sendirian. Ia memiliki tim yang terdiri dari 4 orang. "Tim Catur Pandu Lalu Lintas" terdiri dari perempuan buta, kakek tuli, anak bisu, dan remaja berkaki satu.

Baca juga: Pancasila

Sebelum lagu keempat berakhir dan perempuan buta turun dari podium berukuran 1 meter persegi, kakek tuli sudah siap berdiri untuk menggantikan peran. Kakek tuli mengenali waktu gilirannya dari arah tubuh perempuan buta. Aba-aba lalu lintas lalu lanjut dipantomimkan oleh si kakek. Kemudian oleh anak bisu. Dan berikutnya oleh remaja berkaki satu. Demikianlah pengaturan lalu lintas menjadi sebuah sistem pentas.

Tidak hanya lalu lintas yang bersistem pentas di ASEAN pada tahun 3000. Aneka ragam hal lainnya pun tersistem dengan indah, termasuk pembayaran. Sistem pembayaran tidak lagi menggunakan uang, melainkan konektivitas kesadaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun