Namun mereka kemudian bersepakat untuk mempercepat pernikahannya dalam rangka memenuhi keinginan orang tua dari kedua belah pihak, mengingat ada salah satu orang tua yang kondisinya kritis. Semua pihak menganggap ini merupakan keputusan yang baik. Tanpa sadar, mereka digerakkan oleh libido adorandinya.
Meskipun sudah berpacaran lama dan tidak ada aral melintang dalam pernikahan dan kehidupan rumah tangga, namun tidak menjamin hubungan mereka bebas dari ancaman perceraian.
Ketika menginjak usia 9 - 12 tahun, ikatan pernikahan mereka bersifat kritis. Perasaan meragukan pasangan sebagai jodoh sejati mulai muncul. Godaan menaruh hati kepada lawan jenis yang lain mulai nyata menggiurkan. Keinginan bercerai mulai merongrong jiwa.
Beberapa analisa dilakukan untuk memahami keadaan dan menyelesaikan permasalahan.
Literasi penelitian dalam bidang psikologi industri dan organisasi menunjukkan bahwa rentang masa bakti 9 -- 12 tahun bersifat kritis dalam hal komitmen kerja (berbagai sumber).
Banyak karyawan yang mengalami penurunan komitmen terhadap perusahaan dan pekerjaannya pada masa itu. Apakah komitmen kritis dalam rentang masa ini mungkin berlaku juga dalam hubungan pernikahan?Â
Tinjauan psikologi perkembangan dari Erikson, Marcia, Waterman, dkk. menempatkan fenomena tersebut sebagai bagian dari proses pencarian identitas dalam bidang pasangan hidup. Pencarian identitas ditandai dengan mempertanyakan kembali ketepatan komitmen pada saat ini (Marcia, 1993).
Seseorang yang kemudian terburu-buru memilih untuk kembali mencengkeram teguh komitmennya tanpa eksplorasi memadai cenderung akan menyesali keputusannya di usia tua nanti (status identitas foreclosure, di mana komitmen tinggi dan eksplorasi rendah).
Sebaliknya, terburu-buru meninggalkan komitmen dan sembarangan bereksplorasi, dengan cara berselingkuh maupun kawin-cerai, juga akan menyeretnya dalam arus kebingungan dan kehampaan tak berujung (status identitas difusi, di mana komitmen dan kualitas eksplorasi rendah).
Yang perlu dilakukan pada saat demikian adalah masuk menyelami kedalaman refleksi jiwa dan menjajaki pemenuhan keinginan secara adaptif dan bijaksana (kualitas eksplorasi adekuat, menunjukkan status identitas moratorium).
Tujuannya tak lain adalah untuk menetapkan komitmen secara teguh berdasarkan hasil eksplorasi mandiri yang memadai (status identitas achievement, di mana eksplorasi dan komitmen tinggi).Â