Prolog
Apakah Anda pernah merasa sangat ingin menulis, namun bingung menentukan tema tulisan? Apa yang Anda lakukan kemudian? Menuliskan ide apapun yang muncul tanpa menyelesaikannya sampai tuntas? Bagaimana bila kita bermain Jendela Johari sejenak, untuk menguak jawaban sejati yang tersembunyi di dalam benak?
Apa itu Jendela Johari?
Jendela Johari adalah sebuah teknik yang dapat digunakan untuk membuat seseorang lebih memahami dirinya, terutama dalam hubungannya dengan orang lain (https://id.wikipedia.org/wiki/Jendela_Johari). Teknik ini berupa kuadran, yaitu sebuah bidang datar yang dibagi menjadi 4 area oleh suatu sumbu silang (https://kbbi.web.id/kuadran), sehingga bentuknya seperti sebuah jendela. Nama jendela berupa akronim (https://kbbi.web.id/akronim) dari nama penemunya, yaitu Joseph Luft dan Harry Ingham (Anonim, 2014, dalam Lunanta, 2020). Adapun keempat area kaca jendela tersebut adalah:
- jendela terbuka (informasi tentang diri diketahui oleh saya dan orang lain),
- jendela buta (informasi tentang diri saya hanya diketahui oleh orang lain, sementara saya sendiri tidak menyadarinya),
- jendela tersembunyi (informasi diri yang rahasia), serta
- jendela tak dikenal (informasi diri yang saat ini belum terkuak, sehingga tidak diketahui baik oleh saya maupun orang lain).
Bagaimana menemukan tema tulisan dengan menggunakan Jendela Johari?
Pertama, kita akan mulai dari kaca jendela ketiga (jendela tersembunyi), dengan cara bertanya: "Apa yang saya-penulis ketahui dan tidak diketahui orang lain-pembaca?" Anda dapat menuangkan jawaban apa saja yang ada di dalam benak secara leluasa, tanpa takut penilaian dari orang lain. Misalnya, saya sesungguhnya tidak tahu apa yang mau saya tulis, meski saya sedang ingin menulis.
Kedua, kita coba intip kaca jendela kedua (jendela buta), dengan cara bertanya: "Apa yang sekiranya pembaca ketahui, namun luput saya sadari selama ini?" Misalnya, ada kritik pedas yang selama ini belum sungguh-sungguh saya cerna; yaitu pada kenyataannya, saya ini seperti tong kosong yang nyaring bunyinya, manakala banyak bicara tentang ide-ide tanpa didasari realita.
Bagaimana? Apakah dua jendela barusan cukup dapat menciptakan sirkulasi udara, sehingga ruang batin Anda terasa lebih segar? Bilamana ya, mari kita lanjutkan permainan ini.
Ketiga, kita bentangkan lebar-lebar kaca jendela pertama (jendela terbuka), dengan cara bertanya: "Informasi apa yang sama-sama diketahui oleh saya dan pembaca?" Misalnya, saya suka menulis refleksi, dan selalu berusaha menulis dengan sungguh-sungguh. Â Â
Terakhir, kita eksplorasi kaca jendela keempat (jendela tak dikenal), dengan cara bertanya: "Apa yang belum terkuak?" Misalnya, dari ragam alternatif tema yang berserakan di depan mata, ide mana yang saat ini paling kuat dasar realitanya untuk direfleksikan intisarinya? Â Â
What's next?
Refleksi diri dengan menggunakan teknik Jendela Johari tersebut biasanya melahirkan solusi kreatif. Namun untuk permasalahan berat, seperti sulit memaafkan dan konflik bertahun-tahun, tetap saja mengandung rasa pesimis apakah solusi kreatif tersebut betul-betul sanggup kita tindaklanjuti.
Pada saat demikian, kita sebaiknya tidak memaksakan diri. Kita layak beristirahat setelah memeras otak. Menurut Wallas (1926, dalam Solso-MacLin-Maclin, 2005), proses kreativitas dimulai dengan tahap preparasi (perilaku mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah, entah itu dengan belajar, berpikir, mencari jawaban, bertanya, dan lain sebagainya), dan dilanjutkan dengan tahap inkubasi (masa pengalihan, di mana individu tidak melakukan pemecahan masalah secara langsung, melainkan betul-betul berjeda atau istirahat, setelah ia berusaha total pada tahap sebelumnya).
Bukankah proses refleksi Jendela Johari dapat menjadi preparasi yang memadai dalam konteks penyelesaian masalah berat? Berdasarkan pengalaman praktik pribadi, ketika penulis beristirahat dan tidak memaksakan diri untuk optimis menindaklanjuti ide solutif (karena sejujurnya masih tersisa rasa pesimis), sungguh kemudian terbuka kesempatan untuk melaksanakan ide solutif itu secara mengalir. Pesimis pun beralih menjadi optimis secara alami. Seperti kata Wallas, setelah inkubasi, tahap selanjutnya adalah iluminasi (perasaan tercerahkan). Optimisme dan perasaan tercerahkan mendorong penyelesaian solusi kreatif secara tuntas (tahap verifikasi). Â Â Â
Epilog
Ini kali ketiga penulis menggunakan teknik Jendela Johari untuk menemukan solusi kreatif. Ketiganya berpola sama, yaitu dimulai dari jendela tersembunyi, jendela buta, jendela terbuka, dan terakhir jendela tak dikenal. Perlu penelitian lebih lanjut untuk memvalidasi urutan tersebut.
Penulis berharap, Anda dapat turut menemukan solusi kreatif saat mempraktikkan teknik Jendela Johari dengan pola urutan itu, dalam permasalahan apapun. Misalnya, untuk mengidentifikasi topik spesifik dari tema umum "Berkonten Ria Bersama IndiHome"; menemukan strategi marketing jitu untuk internet provider atau penyedia jasa internet https://indihome.co.id/ ; merumuskan teknik lompatan transformatif untuk mewujudkan purpose-visi-misi dari PT Telkom Indonesia; dan lain sebagainya. Cerita hasil praktik Anda pada kolom komentar akan membantu penulis untuk meneliti lebih lanjut dan memvalidasi urutan pola Jendela Johari dalam melahirkan solusi kreatif.
Daftar Pustaka
Lunanta, L. P. (2020). Modul Dinamika Kelompok Pertemuan 2: Membuka Diri. Jakarta: Universitas Esa Unggul.
Solso, R. L., MacLin, M. K., & MacLin, O. H. (2005). Cognitive psychology (7th ed.). New Zealand: Pearson Education.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H