Mohon tunggu...
Anastasia Cecilia Ginting
Anastasia Cecilia Ginting Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Memiliki kegemaran dalam bidang media, public speaking dan jurnalisme.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mengintip Pasang Surut Jurnalisme Indonesia, Ada Media Kesukaanmu di Sini?

26 September 2022   22:14 Diperbarui: 28 September 2022   13:16 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perubahan kondisi makro politik media dan perubahan teknologi di Indonesia menjadikan hadirnya perkembangan media. Sisi pertama, perubahan makro politik yang berubah sejak krisis moneter pada tahun 1988 memberikan kebebasan pada setiap sendi ekonomi di Indonesia. Selain itu, dengan bergulirnya Orde Baru diikuti dengan langkah deregulasi (Pencabutan Permen No.1 tentang SIUPP) menyebabkan tumbuhnya media baru di Indonesia.

Pionir Jurnalisme Multimedia Indonesia

Pada tahun 1990-an Internet di Indonesia masih relatif baru, hal ini dimulai dengan mengemukanya jasa layanan pubik bernama Indornet pada tahun 1994. 

Pada tahun 1994, PT Raharjasa Media Internet atau sering disebut Radnet menjadi pionir pertama jasa internet di Indonesia. Pada awalnya Radnet membantu sisi desain dan web sedangkan konten berita disediakan oleh surat kabar Republika.

Meskipun menjadi pioner surat kabar multimedia pertama, pada awalnya Republika Online memang ingin memberikan artikel yang disertai media (tidak hanya melulu seputar artikel).

 Setahun setelahnya, Harian Kompas pun mengepakkan sayapnya. Pada 14 September 1995, Kompas versi Internet dengan nama Kompas Online hadir dan bebas diakses di Internet.

Tujuan awalnya Harian kompas disajikan kedalam internet karena tujuan Harian Kompas untuk memberikan kemudahan bagi pembacanya yang mungkin selama ini memiliki keterbatasan akses untuk membaca berita karena jarak yang begitu jauh.

Selain itu, Kompas juga sudah mempertimbangkan globalisasi informasi. Artinya, Kompas berusaha mungkin agar artikel yang diterbitkan oleh Harian Kompas mampu diakses oleh pembacanya di mana pun dan kapan pun.

Dua tahun setelah Harian Kompas hadir, Tempo yang beberapa kali dibrendel oleh Dewan Penerangan dan Lembaga Pers Indonesia kembali muncul ke daratan.

Namun, hal yang membedakan Tempo dengan media pada umumnya adalah dikarenakan artikel Internet mereka yang tidak sama dengan artikel yang ada di majalah.

Tempo memanfaatkan penggunaan internet dengan merilis berita dan artikel yang sebelumnya tidak dapat dirilis karena mengalami pembrendelan yang tak kunjung henti.

Perkembangan Jurnalisme Multimedia di Era 2000-an

Sumber: Unsplash.com
Sumber: Unsplash.com

Pada tahun 2000an, secara perlahan media koorporasi mulai terbentuk di Indonesia.

Tahun 2000an, petinggi agensi media tidak hanya berasal dari jurnalis melainkan berasal dari petinggi negara atau petinggi perusahaan yang memiliki modal yang sangat besar.

Hal ini tentunya mengingat modal yang dibutuhkan untuk membuat media koorporasi jauh lebih besar.

Melihat semakin ketatnya persaingat antar agensi media di pasar Indonesia, tidak sedikit media-media baru atau media kelompok yang terusir dan bangkrut seperti Lipposhop.com, Kopitime, bahkan pada era 2000-an Tempo, DeTIK dan Kompas harus  mem-PHK beberapa karyawan mereka karena persaingan dan krisis ekonomi.

Namun euforia ini menjadi cikal bakal persaingan antar beberapa media besar di Indonesia untuk meningkatkan kemampuan SDM yang mereka miliki.

Beberapa agensi media gencar untuk melakukan promosi seperti iklan banner, parnership, iklan di website online dan bekerja sama dengan operator RBT Indosat.

Pada era ini juga tumbuh istilah news agregator, news agregator merupakan kemampuan komputer dan teknologi untuk memberikan rekomendasi berita yang lebih cepat.

Agregator mengurangi waktu dan tenaga untuk mengecek secara reguler untuk informasi. Dengan mengikuti/subscibe kepada satu agensi, aggregator akan mengecek kebiasaan pengguna untuk memberikan rekomendasi seperti video, gambar, artikel yang sekiranya sesuai dengan pemakainya.

Kesimpulan

Jurnalisme multimedia merupakan suatu bentuk dari tuntutan globalisasi yang semakin pesat. Pada tahap ini, tentunya jurnalis tidak hanya dituntut untuk bisa menulis berita, namun juga dituntut untuk mampu memotret dan membuat video jurnalistik.

Tentunya akan banyak hambatan yang harus dihadapi oleh jurnalis multimedia. Selain keterbatasan SDM yang memadai, tuntutan lain yang harus dihadapi adalah pengenalan baru kepada setiap pembaca.

Jurnalis harus mampu mengenali pembaca mereka agar sekiranya multimedia yang sudah dilampirkan mampu menarik perhatian bagi pembacanya. Hal ini tentunya selaras dengan tujuan jurnalisme ykni melayani kepentingan bersama.

Wartawan multimedia sekiranya juga harus mampu menaati kode etik dan standar jurnalistik. Dengan demikian, jurnalisme baru bisa dan benar bermanfaat bagi kepentingan publik.

Infografis:Milik Pribadi
Infografis:Milik Pribadi

DAFTAR PUSTAKA
Widodo, Yohanes. (2020). Buku Ajar: Jurnalisme Multimedia. Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun