Mohon tunggu...
Anastasia Bernardina
Anastasia Bernardina Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka Aksara

Berbagi energi positif dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Lelaki Tua di Dalam Sebuah Gubuk (Petualangan Rahasia Part 2)

27 Januari 2023   19:00 Diperbarui: 27 Januari 2023   19:01 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Almeida from Pixabay

Lelaki berusia hampir 70 tahun dengan rambut yang sudah memutih duduk bersila di atas tikar sambil mengangkat kedua tangannya. Mulutnya tampak komat-kamit sambil mengatur pernapasannya. Tarikan dan hembusan napasnya sangat teratur dan berirama. Sesekali tangannya diturunkan kemudian diangkat lagi secara lurus ke atas.  

Ruang tengah rumah gubuk itu tidak terlalu luas, hanya ada satu buah kursi panjang, meja kecil, beberapa patung dari tanah liat, kemenyan yang asapnya mengepul ke atas, dan berbagai rempah-rempah di dalam toples yang disusun dengan rapi di atas rak bambu.

Bagian dinding ruangan itu terbuat dari kayu. Pada dinding tersebut tergantung beberapa buah keris dan hiasan dari tanah liat yang dibentuk menyerupai kepala manusia kemudian dilengkapi dengan ijuk berbentuk rambut yang panjang. Selain itu, beberapa batang padi yang telah diikat digantungkan di atas pintu. Lampu yang temaram membuat suasana di ruangan itu terkesan  menakutkan.

Sambil memejamkan mata menghadap patung-patung dan keris yang menggantung di dinding, lelaki tua itu mengatur pernapasannya dan ternyata ia mampu merasakan jika ada sepasang mata anak kecil yang mengintipnya dari celah gubuk. Sekarang mata yang mengintip itu sudah berganti dengan sepasang mata lainnya. Mungkin itu adalah temannya.

Selesai melakukan olah napas, lelaki tua itu bangun dari tikarnya dan berjalan menuju pintu keluar. Ia berjalan dengan langkah kaki yang tegap namun tulang punggungnya sudah mulai terlihat melengkung sehingga tampak agak bungkuk.

==========

Rio yang baru saja mengintip dari celah gubuk segera menoleh ke arah Adit, Wira, serta  Sekar lalu mengajak mereka pergi dari gubuk yang dari tadi mereka perkirakan sebagai rumah Mbah Dukun.

"Aku melihat Mbah Dukun sedang membaca mantra dan memuja benda-benda yang ada di ruangan itu. Tadi Mbah Dukun mengangkat tangannya dan mulutnya komat-kamit. Ayo, kita segera pergi dari sini sebelum kita menjadi tumbal Mbah Dukun. Bagaimana kalau seandainya kita tidak bisa kembali ke rumah kita?" Rio berbicara dengan cepat dan dengan tergesa berlari lebih dulu ke arah sepedanya.

Adit bergumam dalam hati, "Iya, sih tadi juga aku melihat hal yang sama, tapi apa benar lelaki tua itu seorang dukun yang memuja benda-benda keramat, bersekutu dengan setan, dan sering menumbalkan anak kecil? Dari raut wajahnya, lelaki tua itu tampak seperti orang baik."

Rio yang sudah tidak sabar ingin segera pergi dari tempat itu memaggil Adit sekali lagi. "Aduh, Adit masih saja bengong di situ. Ayo, kita harus cepat pergi dari sini!" Sementara itu, Sekar dan Wira masih kebingungan, antara ikut Rio atau Adit yang masih penasaran dan ingin sekali bertemu dengan lelaki tua yang disebut Mbah Dukun itu.

Kraaaakkk....! Terdengar suara pintu gubuk dibuka. Sebelum penghuni yang ada di dalam gubuk itu keluar, Adit segera memberi komando agar mereka berempat meninggalkan rumah Mbah Dukun itu.

Mereka secepat kilat menaiki sepeda namun sebelum menaiki sepedanya Sekar sempat terjatuh karena panik. Wira dengan cekatan segera menolong Sekar dan akhirnya Sekar pun bisa dengan cepat menaiki dan mengayuh sepedanya. Aksi mereka berempat tentu saja sedikit menimbulkan kegaduhan.

========

Pintu gubuk yang sudah mulai macet itu akhirnya bisa terbuka lebar. "Aku penasaran dengan suara gaduh bocah-bocah ini. Siapa mereka sebenarnya?" Dengan langkah yang agak dipercepat sampai juga lelaki tua itu di samping rumahnya, namun mereka yang ia disebut bocah itu sudah berlalu dengan sepedanya masing-masing. Sejauh mata memandang, lelaki tua itu hanya melihat punggung mereka berempat yang sedikit basah oleh keringat saat mengayuh sepeda.

"Berani-beraninya bocah konyol itu datang ke rumahku. Penduduk di seberang Bukit Hijau saja tidak berani datang kemari. Hanya orang-orang tertentu dan di waktu tertentu saja, ada yang datang kemari."

Lelaki tua itu kembali  memasuki rumahnya dengan sedikit menggerutu, "Dasar bocah, rupanya mereka ingin tahu siapa aku ini sebenarnya."

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun