"Kita juga bisa kuliah di kampus yang sama. Dua tahun lagi, kamu bisa kuliah di Jakarta, satu kampus denganku, biar setiap hari kita selalu bertemu, seperti sekarang. Kamu juga tetap bisa menemani aku main atau bertanding basket." Senyum Aldo seolah memberi penguatan dan harapan baru sehingga Kanya pun bisa dengan sedikit lega mendengar perkataan Aldo barusan.
Setelah sekian lama mengobrol dan bernyanyi dengan beberapa pengamen Taman Musik, keduanya meninggalkan tempat itu. Makan di food court dan menonton bersama adalah pilihan mereka selanjutnya. Seragam sekolah yang masih melekat di badan, tak begitu mereka pedulikan. Mereka terus menikmati kebersamaan sampai malam menjelang.
******
"Sebelum mengatupkan mata dan mengawali tidur, aku selalu memeluk fotomu yang berwajah tampan. Tak jarang aku selalu menatapmu dengan lekat, berharap kamu akan masuk ke dalam mimpi indahku. Apa daya, persahabatan seolah menjadi penghalang akan sebuah kejujuran. Aku takut ditolak dan malahan nanti persahabatan kita menjadi hancur seperti cerita-cerita di buku roman picisan.
Mendengarkan cerita-ceritamu tentang satu atau dua perempuan, aku tahu jika aku bukanlah tipe yang kamu inginkan. Dari situ aku memutuskan, untuk tetap berusaha menjadi sahabat terbaikmu yang selalu ada ketika kamu butuhkan, bahkan ketika kamu memerlukan perlindungan."
Itulah kalimat yang Kanya tulis dan posting di website miliknya, seminggu sebelum ia harus meninggalkan dunia.
Kanya berusaha menyelamatkan Aldo ketika motor berkecepatan tinggi tidak menyadari jalan berlubang di depannya. Pengendara hilang kendali dan menghantam tubuh manis Kanya sesaat setelah mendorong Aldo ke arah tepi. Ketika itu, sepulang dari menonton bersama.
Aldo hanya bisa menangis tersedu, menyesali bahwa dia tidak memiliki keberanian untuk mengutarakan perasaannya. Alasan tidak ingin merusak persahabatan memaksa diri untuk tetap bungkam. Bahkan Aldo mencoba memanipulasi keadaan dengan membicarakan tipe-tipe wanita yang ia idamkan.
"Sebetulnya aku pun sangat mencintaimu, Kanya." Ratapnya dengan tangan gemetar membelai foto berbingkai putih yang ia simpan di gudang sejak 4 tahun yang lalu. Hari ini dengan sengaja, ia membukanya kembali dari sebuah kotak kardus yang telah berdebu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H