Pertandingan basket yang semakin seru, membuat jantung para penonton semakin terpacu. Menderu seperti suara mesin mobil yang siap melesat ke jalanan dan mengurai kerumunan. Hampir seluruh penonton tak berkedip melihat bola yang sekarang berada di tangan Aldo dan berapa detik kemudian mungkin akan menerobos keranjang basket yang tergantung di ketinggian. Riuh dan tepuk tangan penonton pun tak terhindarkan ketika ternyata bola itu berhasil menerobos keranjang berlubang dan menjadi tanda kemenangan untuk tim Aldo.
Sepasang mata yang terus menjadi pemerhati tersenyum penuh kekaguman, sedari tadi ia memerhatikan tanpa ada gejolak riuh pikuk seperti penonton lainnya. Siapa lagi kalau bukan sepasang mata Kanya. Perempuan yang selalu berada di samping Aldo dan harus cukup puas hanya sebagai seorang sahabat.
Sepasang mata itu begitu menikmati liuk tubuh sang petanding sejati yang selalu ia simpan di hati. Aldo Alvaro, lelaki yang sangat ia cintai sejak mereka Sekolah Menengah Pertama, dan bahkan masih lekat dalam ingatan, saat mereka berdua bermain sampai larut malam, melibatkan kekhawatiran keluarga karena mereka berdua tak kunjung pulang.
Ke manapun Aldo pergi, Kanya selalu mengikuti. Dia pun berusaha belajar dengan keras agar bisa satu kampus dengan Aldo dan setia menemaninya bertanding basket seperti sekarang ini.
******
"Pergi ke Taman Musik, yuk! Kata orang-orang sih di sana bisa duduk-duduk sambil seru-seruan." Aldo mengajak Kanya yang masih sibuk memasukkan buku pelajaran ke dalam tasnya dan Kanya hanya mengangguk tanda setuju.
Mereka berdua berjalan kaki sambil menikmati es kopi Mang Iman yang tak pernah absen mangkal di kantin sekolah. "Nikmat sekali meneguk kesegaran sambil berjalan santai dan pastinya menikmati wajah tampan." Batin Kanya meracau nggak karuan sampai dirinya tidak sadar kalau sudah sampai tempat tujuan.
"Bulan depan, aku akan pindah ke Jakarta. Kantor papa memindahkannya bertugas di sana." Dengan perlahan Aldo memberitahukan pada Kanya, sementara matanya tidak sanggup memandang Kanya yang terkejut dan tampak muram.
Aldo tahu, persahabatan mereka sejak remaja sudah sangat dekat. Aldo tidak ingin membuat hati Kanya sedih.
"Kalau kamu kangen aku, kamu boleh datang ke Jakarta. Bisa juga aku jemput kamu ke Bandung dan kita main bareng di Jakarta. Pasti seru. Gimana?" Aldo berusaha memberi harapan pada Kanya bahwa walaupun mereka terpisah oleh jarak, Aldo tidak akan meninggalkan Kanya sepenuhnya.