Mohon tunggu...
Anastasia Bernardina
Anastasia Bernardina Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka Aksara

Berbagi energi positif dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tiwul

16 Agustus 2022   20:15 Diperbarui: 16 Agustus 2022   20:58 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami terdiri dari lima orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Kami dipertemukan dalam satu kelompok KKN dan kami berasal dari fakultas yang berbeda.  Walaupun kami baru saja bertemu beberapa minggu sebelumnya, namun kami sudah akrab seperti teman lama. 

Kami sadar diri, KKN bukan sekadar refreshing. Tugas utama kami adalah menyumbangkan pengetahuan dan ilmu yang telah diperoleh di kampus sehingga dapat membantu melaksanakan pembangunan dalam kehidupan masyarakat setempat. Desa Kalinongko Lor, Klaten adalah saksi bisu kebersamaan kami.

Satu bulan penuh, kami tinggal di rumah kosong milik Pak Dukuh. Rumah yang jauh dari tetangga dan dikelilingi pohon besar seperti di tengah hutan. Jika sore mulai merayap, gelap pun segera menyelinap. Suara tonggeret tak kalah menyayat.  Senter laksana senjata setia yang terus berada dalam genggaman. 

Jalan setapak menuju rumah Pak Dukuh tak pernah mau kompromi, terlebih setelah diguyur hujan malam hari. Tergelincirlah kaki kami. Jika tengah malam salah satu teman kami mendapat panggilan alam, maka semua rela bangkit berjalan. Berduyun-duyun keluar rumah, menuju jamban tak berpintu untuk kemudian saling menunggu. 

Hembusan angin kencang yang menggoyangkan dahan dan bercampur suara rintihan, membuat kami semakin takut dan mengira kalau itu adalah ratu siluman.

Berteman baik dengan tiwul ibarat rindu yang terpatri dalam kalbu. Terasa aneh awal disantap, namun menjadi sahabat menjelang siang berpulang. Tiwul menjadi harapan di kala Bu Dukuh yang hampir setiap hari mengantar, tak kunjung datang. 

Drama kegatalan kutu sapi tiba-tiba menyerang. Terpaksa harus dilawan dengan jari tangan yang menggerayang sambil menahan perut yang kelaparan. Timbullah suatu kejahilan. Penaku menulis "TIWUL" di atas secarik kertas yang kumasukkan ke dalam baskom, tak lupa kututup dengan tudung saji. 

Kupanggil semua teman sejati, "Woi, Bu Dukuh kirim tiwuuul....Ayo, sini!" Semua berlari dan membuka tudung saji. Tentu para pembaca tahu, apa yang kemudian terjadi?

#mengenang teman-teman KKN yang sudah sekian tahun berlalu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun