Walaupun jendela itu sudah kututup rapat, namun tetap saja angin dari luar sana bisa menyelinap. Mungkin angin itu membawa rindu yang telah lama kuanggap hilang, walaupun sebenarnya rindu itu masih mencengkeram hati dan pikiran. Menanti dengan senyuman, lamunan, dan terkadang rasa geram. Â Â
Banyak pilihan di luar sana, namun angin yang sering menyelinap lewat jendelalah yang selalu aku inginkan. Terasa dekat namun jauh. Terasa jauh, namun dekat. Saling merindukan, saling memimpikan, namun tak saling mengungkapkan.
Hai, angin rindu. Di mana kamu? Kutunggu lebih dari sewindu, tak pernah kau tunjukkan wujudmu. Menyelinap lewat jendela hati sudah seperti candu bagimu. Di sana kau pasti sedang menertawaiku. Mengejekku dengan keisenganmu dan sengaja mengerjaiku. Membiarkanku menunggu, sampai akhirnya aku mabuk angin rindu. Haruskah aku menunggu wujudmu datang di hadapanku?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H