Mohon tunggu...
Anastasia Bernardina
Anastasia Bernardina Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka Aksara

Berbagi energi positif dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kemecer

17 Juli 2022   12:02 Diperbarui: 17 Juli 2022   12:05 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh solopos.com

Adi. Nama sejuta umat pastinya. Namun, fisik dan karakternya hanya 1001 di dunia. Duh, membuat para wanita terkagum-kagum dibuatnya.

Siapa yang tidak ingin memiliki hatinya? Wajahnya ganteng, pintar, pekerjaannya mapan, rajin beribadah, sayang keluarga, uangnya banyak, bertanggung jawab, berjiwa pemimpin, badannya atletis plus ada rambut-rambut halus di lengan, dada, dan dagu. Sungguh lelaki sempurna. Sopo sing ora kemecer? (Siapa yang nggak kepengen segera mencicipinya?)

Hampir setiap hari Adi mampir di warungnya Sri. Warung soto Boyolali yang terkenal enak itu, lho. Mengepul panas di mangkuk, dicampur nasi, lalu ditambah tempe mendoan yang lebar, gurih, krenyes, wah..nikmatnya tiada tara. Ini baru kemecer yang sesungguhnya. Air liurpun terus membanjir, tak sanggup jika hanya membayangkannya.

Baca juga: Winanti

Dengan anggun Sri membawa nampan yang berisi soto ke hadapan Adi. Tak lupa Sri merias diri terlebih dahulu, rambut disisir rapi, memakai bedak dan lipstik tipis-tipis. Hanya seperti itu saja sudah tampak ayu. Semua yang Sri lakukan untuk memikat perhatian Adi.

"Ini sotonya, Mas. Silakan dinikmati," tutur Sri agak kemayu. "Terima kasih, Mbak." Adi menggeser mangkuk yang baru saja diletakkan oleh Sri di atas meja dan pura-pura tidak tahu kalau Sri menanti senyum mautnya.

"Saya pesan satu lagi ya, Mbak. Teman saya sebentar lagi menyusul ke sini." Ucap Adi sementara tangannya sibuk meracik soto dengan kecap dan sambal.

Baca juga: Salah Ambil Botol

"Jangan-jangan temannya itu pacarnya." Sri membatin sedikit panik dan cemburu.

Sri kembali menyiapkan sajian soto. Tangan Sri seolah menari-nari di atas panci besar dan beberapa mangkuk soto yang telah berjajar siap menyambut antrean. Usaha soto ini memang sudah lama dijalankan oleh keluarga Sri. Ia memilih melanjutkan usaha keluarga ketimbang melanjutkan kuliah. Sri merasa kemampuan akademiknya kurang sehingga tidak percaya diri untuk kuliah.

Beberapa menit kemudian, Sri kembali membawa nampan yang berisi soto, hendak menuju tempat duduk Adi. Sementara itu, Adi terlihat lahap dan tidak terlalu memedulikan kanan dan kiri.

Begitulah, Adi. Sampai usianya sudah 40 tahun, belum juga memiliki pendamping hidup, mungkin karena sifatnya selalu begitu, fokus pada apapun yang sedang dihadapi atau dikerjakan. Tidak terlalu peduli akan sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun