Sara terpekik ketika melihat bintang jatuh tepat di atas kepalanya. Seolah bergerak turun ke bumi menyapa dirinya. Segera Sara mengucapkan permohonan.
Tiga permohonan yang diucapkan oleh Sara. Dia ingin kuliah kedokterannya lancar. Dia juga ingin menjadi seorang dokter yang berhati mulia dan suka menolong pasiennya, dan satu lagi dia ingin sekali bertemu dengan ayahnya yang katanya seorang dokter juga.
Sara heran kenapa ibunya selalu menutupi keberadaan ayahnya. Padahal, Sara ingin sekali bertemu dengan ayahnya. Melihat wajahnya pun belum pernah. "Sepertinya ibu menyembunyikan foto-foto ayah. Ibu hanya pernah keceplosan kalau ayah itu kerjanya sebagai dokter." Begitu batinnya berbicara.
******
Beberapa tahun kemudian.
"Sara, ibu boleh masuk?" sapa ibunya dari luar kamar. "Iya, Bu." Sara merespon ibunya dengan nada yang kurang riang. "Kok, kamarmu berantakan sekali, Nak," tutur ibunya lembut dan tangannya segera merapikan berkas-berkas yang tergelatak begitu saja di atas tempat tidur Sara. Namun Sara tidak begitu menghiraukan perkataan ibunya. Kejadian malam selepas tugas koas membuatnya merasa semakin tak berharga.
"Siapa nama dokter pembimbing koasmu, Nak?"
"Hanafi Wijaya, Bu." Ucap Sara asal. Ibunya Sara segera berlalu dari kamar Sara dengan perasaan tak menentu, badannya terasa panas dingin, dan tangannya sedikit gemetar menahan emosi kemarahan. Ingatannya kembali pada beberapa tahun silam saat dirinya masih menjadi seorang perawat di sebuah rumah sakit. "Tak pernah aku bayangkan jika Sara harus satu rumah sakit dengan predator itu! Ya, Tuhan.... semoga ini tidak benar." Ibunya Sara bergumam sendiri sambil tangannya terus mencari-cari album foto yang ia sembunyikan di dalam sebuah kotak.
Tak lama kemudian ia kembali ke kamar Sara dengan sebuah album foto yang ada di tangannya. "Apa wajah dokter itu seperti di foto ini?" Ibunya Sara seolah menunggu jawaban Sara dengan tidak sabar.
"Ibu kenal dengan dr. Hanafi? Loh, itu yang memakai baju perawat di sebelah dr. Hanafi kok mirip Ibu?" Sara menatap ibunya tak sabar menanti sebuah jawaban. Ibunya Sara membalas tatapan mata gadis semata wayangnya itu dengan mata yang berkaca-kaca, Â "Kamu harus berhati-hati, Nak. Dia yang selama ini selalu kamu cari dan ibu tutupi keberadaannya, dia yang selalu membuatmu penasaran. Dia ayahmu, Sara." Akhirnya ibunya Sara menceritakan mengapa ia selalu menutupi siapa ayah Sara yang sebenarnya.Â