Mohon tunggu...
ANASTASIA IDA RISTIANI
ANASTASIA IDA RISTIANI Mohon Tunggu... Guru - GURU

Saya seorang guru di SD Pangudi Luhur Yogyakarta. Saat ini saya ingin mengembangkan diri dengan cara menulis di Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tugas Koneksi Antar Materi Modul 1.4

23 Desember 2022   06:51 Diperbarui: 23 Desember 2022   06:53 4642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Peran Guru dalam Menciptakan Budaya Positif

Pada modul 1.1 kita mempelajari tentang bagaimana filosofi pendidikan menurut KHD. Saat kita mempelajarinya, kita makin paham peran kita sebagai guru. Guru diibaratkan sebagai seorang petani yang memiliki peranan penting untuk menjadikan tanamannya tumbuh subur. Kita akan memastikan bahwa "tanah" tempat tumbuhnya tanaman adalah tanah yang cocok untuk ditanami. Sama halnya jika "tanah" tersebut diibaratkan sekolah, maka salah satu tanggung jawab seorang guru adalah bagaimana menciptakan suatu lingkungan positif bagi para murid. Lingkungan yang positif akan membentuk budaya positif.

Agar lebih memahami tentang budaya positif, maka kita bisa belajar modul 1.4 Budaya Positif. Konsep-konsep yang dipelajari yaitu 1) Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan Universal, 2) Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi, 3) Keyakinan Kelas, 4) Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas, 5) Restitusi: 5 Posisi Kontrol, serta 6) Restitusi: Segitiga Restitusi. Konsep-konsep ini sangat terkait dengan materi-materi sebelumnya:

1. Keterkaitan Budaya Positif dengan Materi Modul 1.1. Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara.

Menurut KHD tujuan pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian dalam proses menuntun dibutuhkan ekosistem pendidikan yang menerapkan budaya positif.

2. Keterkaitan Budaya Positif dengan Materi Modul 1.2. Peran dan Nilai Guru Penggerak

Konsep-konsep dalam budaya positif mendukung peran dan nilai guru penggerak dalam proses pembelajaran. Guru Penggerak diharapkan dapat memainkan peran-peran memimpin perubahan dalam ekosistem pendidikan. Kepemimpinan seorang guru tentunya akan lebih maksimal jika memiliki keterampilan ataupun kompetensi yang sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Kompetensi-kompetensi yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin di lingkungan sekolah, yaitu 1) mengembangkan diri dan orang lain, 2) memimpin pembelajaran, 3) memimpin manajemen sekolah, serta 4) memimpin pengembangan sekolah. Guru Penggerak juga harus sadar dengan nilai-nilai Guru Penggerak yang disandangnya yaitu 1) berpihak pada murid, 2) reflektif, 3) mandiri, 4) kolaboratif, serta 5) inovatif. Demikian juga Guru Penggerak harus memahami perannya yaitu 1) menjadi pemimpin pembelajaran, 2) menjadi coach bagi guru lain, 3) mendorong kolaborasi, 4) mewujudkan kepemimpinan murid, dan 5) menggerakkan komunitas praktisi.

Aktualisasi dari kompetensi, peran, dan nilai-nilai guru penggerak mengacu pada konsep budaya positif.

3. Keterkaitan Budaya Positif dengan Materi Modul 1.3. Visi Guru Penggerak

Sebuah komunitas sekolah yang ingin berubah, maka harus mau berefleksi dan menggali lebih dalam hal-hal yang bermakna, untuk kemudian diinternalisasi dan dijadikan sebagai bahan perbaikan-peningkatan dalam menjalankan perubahan demi perubahan. Perlu kita ingat kembali proses BAGJA harus dimulai dengan filosofi dan visi yang berpusat pada kepentingan murid atau berpihak kepada murid. Dari sana kemudian diturunkan menjadi berupa prakarsa perubahan. Sehingga dengan menjalankan prinsip among Ki Hadjar Dewantara dan pola pikir Inkuiri Apresiatif diharapkan Guru Penggerak mampu menjalankan nilai-nilai dan perannya. Visi adalah gambaran proyeksi ke depan berupa pandangan, cita-cita, harapan, dan keinginan yang ingin diwujudkan di masa mendatang. Visi hendaknya menjadi penggerak jiwa seluruh kegiatan sekolah dan sifatnya mengikat bagi seluruh warga sekolah. Sehingga visi guru akan terwujud jika lingkungan pembelajarannya menerapkan budaya positif.

B. Refleksi dan Pemahaman Budaya Positif

1. Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan Universal

Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata "disiplin" juga sering dihubungkan dengan hukuman. Padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman. Justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan bila perlu tidak digunakan sama sekali. Dalam budaya kita, makna kata "disiplin" dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Sehingga disiplin cenderung dihubungkan dengan ketidaknyamanan.

Disiplin yang dimaksud menurut KHD adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal. Sejalan dengan KHD, Diane Gossen, di mana kedua pakar pendidikan ini mengartikan disiplin sebagai bentuk kontrol diri, yaitu belajar untuk kontrol diri agar dapat mencapai suatu tujuan mulia yang mengacu pada nilai-nilai kebajikan (virtues) yang universal yang akan menggerakkan motivasi intrisik seseorang. Nilai-nilai ini antara lain nilai-nilai yang terkandung dalam Profil Pelajar Pancasila (beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, berkebinekaan global, bergotong royong, dan kreatif). Selain nilai-nilai ini, setiap lembaga pendidikan juga mempunyai nilai-nilai yang diyakininya misalnya kejujuran, percaya diri, integritas, dsb.

2. Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi

Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia: 1) untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman, 2) untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain, 3) untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Dari ketiga motivasi perilaku manusia ini, kita bisa mengamati mana yang saat ini paling banyak mendasari perilaku murid-murid kita di sekolah. Apabila motivasi murid-murid kita adalah pilihan pertama dan kedua, maka sebagai guru kita harus menuntun murid agar motivasi yang ketiga lah yang seharusnya mendasari dirinya.

Bagaimanakan dengan penghargaan dan hukuman? Alfie Kohn (Punished by Rewards, 1993, Wawancara ASCD Annual Conference, Maret 1995) mengemukakan baik penghargaan maupun hukuman adalah cara-cara mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya. Menurutnya tindakan memberikan penghargaan yang nilainya sama dengan menghukum seseorang.

Sedangkan restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). Melalui pendekatan restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan mengajak murid berefleksi tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka menjadi pribadi yang lebih baik dan menghargai dirinya.

3. Keyakinan

Keyakinan yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat oleh kelas yang menumbuhkan motivasi dari dalam sehingga bisa membentuk bidaya positif dalam kelas. Keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Ia akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun demikian, mereka perlu memahami arti sesungguhnya dari peraturan-peraturan yang diberikan dan nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut.

4. Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas

Kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power).

5. Restitusi (Lima posisi kontrol)

5 (lima) posisi kontrol dalam restitusi adalah 1) Penghukum, 2) Pembuat Rasa Bersalah, 3) Teman, 4) Pemantau, dan 5) Manajer. Posisi kontrol manajer inilah yang diharapkan. Dalam posisi ini guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri dan bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada.

6. Restitusi - Segitiga Restitusi

Diane Gossen dalam bukunya Restitution; Restructuring School Discipline, (2001) telah merancang sebuah tahapan untuk memudahkan para guru dan orangtua dalam melakukan proses untuk menyiapkan anaknya untuk melakukan restitusi, bernama segitiga restitusi/restitution triangle. Tahapannya adalah Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity), Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbehaviour), dan Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief). 

Berikut adalah Gambar Segitiga Restitusi:

C. Hal-Hal Menarik setelah Mempelajari Modul 1.4 Budaya Positif

            Guru adalah seorang pembelajar sepanjang hayat. Ia harus senantiasa membuka wawasan dan cakrawala tentang pendidikan. Demikian halnya setelah mempelajari modul 1.4 banyak hal menarik yang saya dapatkan:

1. Pergeseran makna disiplin yang sesungguhnya. Semula saya beranggapan bahwa disiplin adalah terkait dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan. Bahkan terkadang dihubungkan dengan hukuman. Ternyata disiplin adalah bentuk disiplin diri, yang memiliki motivasi internal disiplin juga sebagai bentuk kontrol diri untuk mencapai suatu tujuan yang dilandasi nilai-nilai kebajikan yang menggerakkan motivasi intrisik seseorang.

2. Guru perlu mengetahui dan memetakan kebutuhan dasar murid. Kebutuhan dasar ini mempengaruhi perilakunya. Guru harus bisa menuntun murid agar motivasi perilakunya adalah menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai keyakinan atau kebajikan. Jangan sampai motivasi perilakukanya adalah menghindari ketidaknyamanan atau hukuman dan untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan.

3. Penghargaan dan hukuman adalah cara-cara mengontrol perilaku seseorang. Sehingga cara ini tidak efektif untuk menumbuhkan motivasi intrinsik murid.

4. Ada 5 (lima) posisi kontrol dalam restitusi adalah 1) Penghukum, 2) Pembuat Rasa Bersalah, 3) Teman, 4) Pemantau, dan 5) Manajer.

5. Saya tertarik dengan pola pendekatan segitiga restitusi. Pola ini menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain.

D. Perubahan Cara Berpikir setelah Mempelajari Modul 1.4 Budaya Positif

1.  Membudayakan disiplin sebagai disiplin diri sebagai bentuk kontrol diri yang berlandaskan keyakinan pada nilai kebajikan. Misalnya kejujuran, kemandirian, kerja sama, kepedulian, dll.

2. Jika ada perilaku murid yang menyimpang dari keyakinan, maka guru harus paham apakah kebutuhan dasar murid sudah terpenuhi. Sehingga guru bisa menuntun murid menemukan solusinya.

3. Penghargaan dan hukuman tidak efektif untuk menumbuhkan motivasi intrinsik murid.

4. Berusaha untuk menempatkan diri pada posisi kontrol sebagai manajer.

5. Jika ada suatu permasalahan dengan murid, maka guru menggunakan pola pendekatan segitiga restitusi.

E. Pengalaman Terkait Penerapan Konsep-Konsep Inti dalam Modul 1.4 Budaya Positif 

Sebagai guru saya juga menerapkan budaya disiplin, namun disiplin di sini masih terikat kuat dengan ketertiban dan kepatuhan sehingga motivasi yang muncul adalah motivasi ekstrinsik. Motivasi dari disiplin murid-murid adalah ingin bebas dari hukuman bahkan motivasinya adalah memperoleh imbalan atau penghargaan. Demikian juga sebagai guru saya pernah melakukan kelima posisi kontrol dalam restitusi ketika murid dalam permasalahan. Namun ketika saya menempatkan diri dengan kontrol penghukum dan pembuat rasa bersalah, murid malah mengulang kesalahannya lagi.

Saya merasa tersadar, bahwa apa yang saya lakukan selama ini belum semuanya benar. Guru harus terus menerus belajar. Guru harus mampu bersama-sama dengan murid membuat keyakinan-keyakinan kelas. Dengan adanya keyakinan-keyakinan kelas yang sudah dibuat, jika ada suatu permasalahan guru bisa menggunakan pola pendekatan segitiga restitusi dengan posisi kontrol manajer. Agar murid bisa memperbaiki diri dan menemukan solusinya.

F. Hal-Hal Penting untuk Dipelajari dalam Proses Menciptakan Budaya Positif 

Menciptakan budaya positif tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri. Namun harus dilakukan dalam kesatuan ekosistem di sekolah. Sehingga dibutuhkan kolaborasi yang baik dari seluruh warga sekolah dan dilakukan secara konsisten. Harapan saya sebagai seorang pendidik dan untuk para pendidik adalah semakin menyadari tanggung jawabnya untuk membentuk budaya sekolah dengan berfokus pada kebutuhan murid dan pertumbuhan karakter positif.

Guru harus bisa mendesain dan menciptakan suatu lingkungan positif bersama seluruh warga sekolah dan stakeholder agar saling mendukung, saling belajar, saling bekerja sama sehingga tercipta kebiasaan-kebiasaan baik; dari kebiasaan-kebiasaan baik akan tumbuh menjadi karakter-karakter baik warga sekolah, dan pada akhirnya karakter-karakter dari kebiasaan-kebiasaan baik akan membentuk sebuah budaya positif. Lingkungan dengan budaya yang positif, maka atmosfernya aman dan nyaman. Dampaknya akan memberikan murid kesempatan dan kebebasan untuk berproses, belajar, berkreasi, bisa memperbaiki kesalahan, mempunyai kemauan belajar, dan mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran.

Salam dan Bahagia,

Anastasia Ida Ristiani

SD Pangudi Luhur 3 Yogyakarta

CGP Angkatan 7

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun