Selamat datang para pembaca Kompasiana!
Korupsi adalah bentuk penyalahgunaan suatu jabatan atau kedudukan untuk mencapai keuntungan pribadi dan golongan. Saat ini korupsi menjadi masalah yang mendunia dan beberapa negara juga masih belum tegas dalam melawan korupsi. Menurut laporan Transparansi Internasional oleh Selandia Baru sebanyak satu pertiga negara di dunia adalah negara yang anti korup. Itu artinya sebanyak dua pertiga negara merupakan negara korup. Menurut Transparansi Internasional, Indonesia berada di peringkat ke-96 dari 180 peringkat di dunia. Sedangkan Singapura menempati peringkat keenam dan menjadikan negara ini sebagai negara paling tidak korup di Asia. Hal ini menunjukkan tingkat korupsi di Indonesia masih sangat besar.
Korupsi di Indonesia menjadi persoalan besar yang menyebabkan penderitaan bagi rakyat dan melemahnya perekonomian bangsa. Korupsi seakan-akan telah menjadi gaya hidup di Indonesia. Tentunya berbagai upaya dari pemerintah telah dilakukan untuk memberantas korupsi. Namun, hal itu belum menemukan titik terang. Para koruptor sepertinya tidak jera dan takut untuk mencuri uang rakyat. Banyaknya jumlah koruptor di Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih belum memahami kejujuran. Mereka belum paham akan pentingnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan  bernegara.
Korupsi merupakan tindakan yang menentang Pancasila, salah satunya menentang sila ke-4. Sila ini mengandung makna bahwa segala keputusan yang diambil oleh suatu perwakilan harus dibuat dengan hikmat dan kebijaksanaan yang diambil melalui keputusan bersama untuk tujuan yang baik bagi negara dan rakyat.
Sebuah kasus korupsi di Indonesia yang ramai diperbincangkan adalah kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Ketua DPR RI, Setya Novanto. Kasus ini bermula dari rencana Kemendagri untuk membuat proyek e-KTP sejak tahun 2006. Proyek ini telah diawasi oleh berbagai institusi keuangan termasuk KPK. Awalnya, proyek ini berjalan dengan lancar, namun lama-kelamaan mulai muncul banyak kejanggalan. Kecurigaan akan adanya korupsi mulai terjadi saat diadakan lelang tender pada tahun 2011. Penyelidikan berhasil dilakukan dan setelah melalui serangkaian proses, majelis hakim kemudian memberi vonis kepada para tersangka.
Menurut saya, kasus tersebut menyangkut orang banyak dan menimbulkan kerugian yang besar. Seharusnya, para wakil negara dapat menjadi panutan yang baik bagi rakyatnya. Jika para wakil negara tidak menunjukkan sikap yang profesional, maka rakyat menjadi semakin tidak percaya pada jalannya pemerintahan. Hal ini dapat menghambat perkembangan negara ini sendiri.
Di zaman yang serba maju seperti sekarang ini menyebabkan masyarakat cenderung menginginkan suatu hal yang instan. Keinginan seseorang untuk mendapatkan sesuatu dengan instan menjadi faktor penyebab korupsi di Indonesia. Mental masyarakat yang bobrok menjadi pendorong merajalelanya korupsi. Selain itu, tindakan pemerintah dalam menangani korupsi masih lemah.
Sebaiknya, pemerintah memberi hukuman yang berat bagi para koruptor agar dapat menimbulkan efek jera dan takut untuk melakukan korupsi. Pemerintah juga harus mendukung dan memperkuat kinerja lembaga-lembaga yang mengawasi keuangan negara seperti KPK. Selain itu, kejujuran perlu ditanamkan sejak dini. Peran keluarga dan sekolah sangat penting dalam mengasah kejujuran seseorang. Budaya yang baik dimulai dari kebiasaan baik. Oleh karena itu, sistem pendidikan di Indonesia harus dapat membangun karakter bangsa yang baik. Nilai-nilai keagamaan juga perlu ditanamkan dengan baik. Iman dan takwa kepada Tuhan perlu ditingkatkan agar manusia tidak mudah jatuh ke dalam dosa. Pada akhirnya, dibutuhkan kesadaran dari diri sendiri untuk menolak korupsi.
Sekian artikel ini penulis sampaikan. Semoga artikel ini bermanfaat bagi para pembaca. Terima Kasih!
Daftar Pustaka:
Indeks Persepsi Korupsi 2017: Peringkat Indonesia di Bawah Timor Leste Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H