Mohon tunggu...
Muhammad Anas Robbani
Muhammad Anas Robbani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Hubungan Masyarakat UPN Veteran Yogyakarta

Pemuda haus ilmu yang masih terus mencoba menikmati segala proses

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nostalgia Lelaki Tua

15 Mei 2023   11:42 Diperbarui: 15 Mei 2023   11:45 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain sebatang dua batang rokok kretek setelah makan, pria tua itu juga tidak pernah melewatkan waktu untuk membaca koran. Dia membuka koran pagi itu dan membolak-balik halamannya. Pria tua itu memang tidak terlalu peduli dengan setiap artikel berita yang dia baca di setiap koran pagi. 

Korupsi, bantuan yang tak kunjung turun, kecelakaan kendaraan bermotor, tawuran antar pelajar, penggusuran paksa para pedagang dan lain-lainnya. Semua berita itu hanya dia baca tanpa komentar apapun. Hanya berharap dengan membaca koran sampai habis mungkin akan sedikit memperpanjang paginya. Sehingga, ia tidak perlu terlalu bingung harus melakukan apa untuk menghabiskan hari ketika kembali ke rumahnya nanti.

Pada halaman kelima koran pagi tersebut, sebelum halaman terakhir, di pojokan bawah kiri tepatnya. Ada sebuah artikel yang apabila tulisan sejenis itu muncul, tidak pernah pria tua itu terlambat untuk memaki. Dari sekian banyak tulisan di koran, hanya artikel berjenis seperti itu yang selalu membuat dirinya berkomentar dan menyempatkan sejenak untuk memaki. 

Artikel tersebut berjudul "Bahagia tidak selalu tentang harta". Di bawah judul tersebut terpampang foto beberapa anak yang duduk di pinggiran sungai, mereka tertawa lepas sambil menikmati sepotong roti. Dia bergumam, "bajingan memang". Lalu ia teruskan gumamannya dalam hati. "Selalu saja seperti ini, sejak aku masih kecil dulu sampai sekarang, mereka tidak pernah berubah", ucap Pria Tua itu. Yang ia maksud adalah para wartawan di media-media murahan.

"Mereka tidak pernah serius dalam membuat berita, hanya berpikir soal keuntungan", tambah Pria Tua itu. Setiap hari kami bersusah-payah menahan lapar, melawan kerasnya hidup, bahkan, meringis menahan sakit karena tidak punya biaya untuk berobat. Lalu, mereka datang membawa sepotong roti, membagikannya kepada anak-anak dan ketika kami menikmatinya sambil tertawa, tanpa sadar mereka memotretnya. Menjadikannya bahan untuk artikel di koran mereka dan selalu kalimat sampah itu yang tertulis disana. Semakin panjang Pria Tua itu bergumam dalam hatinya.

"Ini uangnya", ucap pria tua itu kepada mas-mas penjaga warung. Lalu dia segera pergi dengan wajah muram dan sedikit kesal, berjalan meninggalkan angkringan, rutinitas pagi hari nya sudah selesai. Dan sialnya pagi hari itu harus dilalui dengan sedikit buruk karena adanya berita tadi. Dalam rutinitasnya 5 tahun terakhir, beberapa kali ia temukan berita seperti itu di koran, meskipun hanya artikel singkat, namun, itu cukup untuk membuat dirinya kesal dan menutup koran, meskipun belum semua artikel telah dia baca.

Mas penjaga warung tertawa sambil berucap, "Pasti artikel  itu muncul lagi di koran pagi ini". "Artikel apa?", tanya pelanngan lain yang belum paham kebiasaan pak tua tersebut. Mas penjaga warung hanya tertawa kecil sembari melanjutkan menyeduh teh untuk pelanggan lain,  tanpa menjawab pertanyaan pelanggan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun