Mohon tunggu...
Ana Sopanah
Ana Sopanah Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Widyagama Malang

Saya adalah Dosen FE Akuntansi di Universitas Widyagama Malang dan Aktif di beberapa organisasi Profesi Moto: Yakin Usaha Sampai

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Ritual Nyadran di Hari Lebaran

8 Juli 2016   00:57 Diperbarui: 8 Juli 2016   01:27 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain budaya Ater-Ater makanan menjelang lebaran, yang telah di Tulis Oleh Iwan Nugroho, di Kalangan Orang Jawa khususnya di Kabupaten Brebes juga di kenal istilah Nyadran yang artinya mengantar makanan (minuman) kepada sanak saudara yang lebih tua pada saat hari lebaran. Biasanya makanan tersebut dalam bentuk kue-kue lebaran yang dilengkapi gula, teh maupun sirup. Sejauh yang saya amati disetiap lebaran budaya Nyadran di Kabupaten Brebes khususnya di desa-desa sangat kental. Rasanya kalau sebuah keluarga yang datang untuk bersilaturahmi tidak nyadran, maka keluarga tersebut  akan merasa “malu”.  Mengapa hal ini terjadi, karena Nyadran sudah menjadi ritus atau budaya yang hampir di jalankan oleh semua keluarga khususnya untuk sanak saudara. Makna Nyadran sebenarnya adalah ungkapan rasa syukur atas rezeki yang telah di berikan oleh Allah SWT selama setahun yang dibagikan kepada sanak saudara.

 Bagaimana dengan keluarga yang kurang bahkan tidak mampu? Biasanya kalau yang tidak mampu untuk Nyadran, mereka akan memilih tinggal di rumah, karena akan malu jika silaturahmi ke saudara jika tidak membawa apa-apa (tidak nyadran). Sejauh ini, jarang sekali keluarga yang melakukan hal tersebut. Sebagian besar akan berusaha sangat keras "memaksakan diri" untuk bisa melakukan Ritual Nyadran, walaupun hanya dengan 1 jenis kue, yang penting ada gula dan teh, sebagai salah satu  simbol nyadran. Bagi keluarga yang mampu tentunya jumlah dan jenis kue akan sangat berbeda dengan keluarga yang kurang mampu. Hal ini juga akan menunjukkan kelas ekonomi keluarga tersebut. Apakah  keluarga tersebut sudah suskes secara ekonomi ataukah masih belum sukses? Bagi keluarga yang merantau seperti keluarga saya, akan dianggap sukses jika jumlah kue banyak dan

Suasana Nyadran di rumah (foto koleksi pribadi)
Suasana Nyadran di rumah (foto koleksi pribadi)
Kalau kita lihat nilai filosofisnya Nyadran sebenarnya bagus, yaitu menajaga silaturahmi antara saudara, berbagai atas rezeki yang telah diperoleh selama setahun, dan menjaga Ritus atau budaya yang telah tumbuh selama bertahun-tahun, bahkan sejak saya belum lahir. Yang menjadi masalah adalah ketika “memaksakan” kehendak, yaitu sampai dibela-belain hutang untuk menjaga harga diri demi Nyadran kepada sanak saudara, dan kalau tidak Nyadran tidak silaturahmi. Jadi, sisi lain harus mempertahankan Ritual, sementara di sisi yang lain ekonomi kurang mendukung.

Ritual Nyadran juga menjadi penyebab naiknya harga-harga komoditi khususnya kue-kue lebaran, gula, teh, sirup di Pasaran. Hal ini terjadi karena jumlah permintaan yang begitu tinggi karena hampir seluruh keluarga dipastikan akan membeli komoditi tersebut. Biasanya seminggu sebelum lebaran pasar sudah mulai ramai, dan yang paling ramai adalah H- 1 dan 2, yang dikenal dengan istilah Prepegan. Saat hari Prepegan, baisanya pasar ramai banget, semua orang tumpah ruah ke pasar untuk membeli segala perlengkapan baik untuk menyiapkan menu di hari lebaran maupun untuk Kue yang akan di bawa pada saat Nyadran. Pada hari lebaran pasar biasanya sudah tutup.

Nyadran dilakukan oleh sanak saudara yang lebih muda, sementara saudara yang lebih tua yang akan menerima Kue Sadranan akan menyiapkan uang angpau atau yang disebut “pecingan”. Teringat  pada saat saya masih kecil, selalu mendapatkan “pecingan” yang banyak ketika hari lebaran karena ikut nyadran bersama Ibu ke saudara-saudara, dan sekarang fenomena itu terjadi pada anak saya yang mendapatkan uang pecingan dan begitu bahagianya anakku, mungkin seperti bahagianya saya jaman dahulu saat mendapatkan uang pecingan.

Selamat Idul Fitri 1437H. Mohon Maaf Lahir Batin

Ana Sopanah, Brebes, 7 Juli 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun