Mohon tunggu...
Ana Sopanah
Ana Sopanah Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Widyagama Malang

Saya adalah Dosen FE Akuntansi di Universitas Widyagama Malang dan Aktif di beberapa organisasi Profesi Moto: Yakin Usaha Sampai

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mudik Ke Kampung Halaman “Melintas Batas” Penuh Suka Cita

5 Juli 2016   01:53 Diperbarui: 5 Juli 2016   02:00 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto di Rumdin Bupati Batang

Alhamdulilah lebaran kurang sehari lagi, ribuan bahkan jutaan masyarakat Indonesia sudah pada mudik ke kampung halamannya. Mereka sudah bercengkrama dengan keluarga tercinta di desa atau kampungnya. Tapi tahukan saudara?, Bagaimana perjuangan saat Mudik? Tentunya suka duka nya berbeda antara pemudik satu dengan pemudik yang lainnya, antara yang dari Jakarta (Jawa Barat) menuju Jawa Tengah,  dan juga yang dari Jawa Timur menuju Jawa Tengah.

Cerita ini menggambarkan perjalanan mudik keluargaku yang banyak suka nya dibanding dukanya. Perjalanan mudik selama di Jatim Lancar Jaya. Start mudik jam 19.00 WIB selepas sholat isya dari rumahku di Malang. Bersama suami dan putriku, kami menggunakan kendaraan pribadi yang penuh dengan oleh-oleh khas Malang Full tanpa sedikitpun ruang tersisa. Maklum, tradisi dikampungku harus Nyadran (antar oleh-oleh ke saudara yang lebih tua”. Suami jadi sopir, aku duduk didepan sambil kadang-kadang memberi peringatan “awas!!!” kalau suami ngebut, dan anakku Vara tidur di kursi belakang.

Perjalanan lancar sampai di Nganjuk kira-kira pukul 23.00 WIB, kami istirahat sebentar menikmati kuliner Mie Jawa 1 Pak Pri yang buka 24 Jam Nonstop. Setelah kurang lebih 30 menit makan mie kuah pedas yang maknyus, kami melanjutkan perjalanan menuju Ngawi dan berhenti di Batik Khas Ngawi “Widi Nugraha” untuk mengambil baju lebaran yang sudah dipesan sebelumnya. Ternyata  jam sudah menunjukkan pukul 01.30, kami menggedor pintu  Galeri yang sebenarnya sudah tutup pukul 21.00 WIB.

Meskipun sudah tengah malam, mataku tak bisa menahan untuk melihat-lihat batik-batik khas Ngawi yang terpasang cantik di Manekin. Hemm...akhirnya belanjaan batikpun nambah dari pesanan sebelumnya, untungnya Suami masih mau bayarin tambahan batiknya (hehehe...makasih ya Mas). Tak terasa sejam berlalu, perjalanan dilanjutkan mencari Rumah Makan untuk sahur, mampirlah kami di Rumah Makan Duta dengan menu nasi gulai dan minuman teh hangat.

Lepas sahur di Ngawi perjalanan lanjut ke Jateng, dan kurang lebih pukul 04.00 WIB kami memasuki gerbang “Selamat Datang di Jawa Tengah”, wah rasanya hati senang sekali, sudah memasuki perbatasan dari Jatim ke Jateng, kemudian kami berhenti di Solo untuk sholat subuh dan istirahat di Pom Bensin untuk mengisi BBM. Lanjutlah perjalanan di pagi hari saya menggantikan nyupir, karena suami ngantuk, sampai dengan masuk Kota Boyolali sekitar jam 8.00 pagi. Perjalanan mudik masih lancar jaya sampai kami memasuki gerbang pintu masuk Kabupaten Batang.

Saat memasuki Kabupaten Batang, sayapun mencoba WA Mas Yoyok, Bupati Batang yang pada tulisanku sebelumnya telah membuka Rumah Dinas nya untuk Rest Area Terbesar di Jawa Tengah. (http://www.kompasiana.com/anasopanah/monggo-dulur-mampir-rest-area-batang-gratis-dan-terbesar_5774e2376823bdb21339c0d0).

    Ini WA saya   “ Assalamualaikum Mas Bupati, saya sekarang sudah masuk  Kab. Batang,   Njenengan dimana?, saya insyallah mau                                            mampir ke Rumdin”

Selang tak berapa lama, WA saya pun di balas oleh beliau

          Mas Yoyok    “ Walaikumsalam, Mbak Ana Monggo Mampir, tapi saya masih di  Pekalongan, tak usahakan segera merapat ya...”

Membaca WA balasan dari Mas Bupati, saya cuma tersenyum dan mencoba ikhlas untuk tidak bertemu dengan beliau, dalam benakku yang penting saya sudah mampir kesana, dan membuktikan bahwa Rumah Dinas Bupati Batang memang menjadi rest area terbesar di Jawa Tengah. Belajar ikhlas memang tak mudah, apa yang kita rencanakan berharap terpenuhi. Saya tetap memutuskan untuk mampir ke Batang meskipun yakin tidak akan ketemu dengan Mas Bupati.

Sekitar jam 12.00 WIB kami pun sampai di Rest Area Rumdin, banyak spanduk-spanduk yang terpasang disana seperti dalam tulisanku sebelumnya. Nampaknya banyak PNS yang bertugas untuk menerima para pemudik yang datang. Kami pun parkir didekat Rest Area, dan masuk ke pintu gerbang Rumdin, dan diterima oleh Dishub. Saat itu saya langsung bertanya, “mau ke toilet dimana ya Pak” owh...di belakang sana Bu, silahkan lurus saja demikian kata petugas Dishub. Berjalanlah saya menuju ke belakang seperti instruksi petugas bersama putriku menuju toilet belakang.

Dan, Subhanallah, betapa kagetnya, ketika orang yang saya tanya berikutnya untuk memastikan toilet dimana adalah Bupati Batang Mas Yoyok. “Loh Mas, katanya di pekalongan,  kaget antara percaya dan gak percaya” ... “Iya baru aja masuk rumah, monggo ayok masuk, sembari menunjukkan toilet di Rumdinnya”. Ya Allah...padahal saya udah ikhlas untuk tidak bertemu dengan Beliaunya, ternyata kekuatan ikhlas justru dahsyat...kalau Allah berkehendak, maka sangat gampang dan di mudahkan. Kamipun berbincang hangat dengan keluarga Mas Bupati, Istri dan dua anaknya. Bahkan anakku Vara langsung akrab dengan Arya putra ke -2 Mas Bupati.

Siapa yang tidak kenal dengan Yoyok Riyo Sudibyo?, Beliau seorang Bupati yang punya banyak  ide kreatif dan dekat dengan masyarakat Batang karena berbagai kebijakannya. Salah satu kebijakan Beliau yang membuka Rumdin 24 Jam untuk semua warga Batang, sangat disambut gembira, banyak sekali warga yang datang kerumahnya untuk menceritakan berbagai permasalahannya. 

Sang Istripun sangat mensuport kebijakan suaminya. Selama lebaran (tanggal 1-10 Juli), Rumdin tidak hanya dibuka untuk warga Batang, tetapi untuk seluruh Warga Indonesia yang mau mampir, dan saya sudah membuktikannya, bahwa memang rumahnya benar-benar terbuka untuk siapa saja. Ini adalah pengalaman paling mengesankan dan insyaallah tak terlupakan. Kami banyak diskusi sekitar 2 Jam sambil numpang

Tetap ceria di mobil menembus kemacetan di Tegal (Foto Koleksi Pribadi)
Tetap ceria di mobil menembus kemacetan di Tegal (Foto Koleksi Pribadi)
Bagaimana dengan dukanya mudik? Pasti dukanya adalah macet dijalanan. Rasanya kalau tidak macet, belum dikatakan mudik. Jam 14.00 WIB kami sudah meninggalkan Batang dan perjalanan sudah mulai padat dari arus yang berlawanan (dari arah Jakarta). Sampai di Kabupaten Pemalang kepadatan arus mudik benar-benar terlihat. 

Saya hanya bisa berdoa, semoga yang macet hanya dari arah Jakarta, sementara arah menuju Brebes, semoga tidak macet. Ternyata doa saya mungkin dianggap “buruk” di mata Allah karena mendoakan orang lain agar macet, sementara saya tidak macet, sehingga doaku tidak terkabul. Ketika kita tidak ikhlas menerima sesuatu balasannya seperti itu. Berbeda ketika kita ikhlas balasannya senyuman.

Tahukah saudara? ketika memasuki Kabupaten Tegal, kendaraan sudah tidak bergerak lagi, macet total. Saya mencoba mencari informasi macetnya mulai dari mana?, ternyata informasi dari teman, kemacet-an dari Brebes sampai Tegal, dimulai dari Pintu Tol keluar Pejagan, dan dari bawah juga macet, rekayasan polisi tidak bisa mengatasi banyaknya kendaraan yang keluar. 

Bisa dibayangkan Tegal ke Brebes yang jaraknya 20-an km, ditempuh dalam waktu 10 jam, bahkan yang dari arah jakarta bisa 12-15 Jam. Ampun-ampunan bukan? inilah duka nya mudik. Jadi total perjalanan dari Malang ke Brebes, 29 Jam di jalan. Meskipun duka, tetap harus bersyukur karena banyak juga teman yang tidak bisa mudik.

Siapakah teman kita yang tidak bisa mudik? Tentunya yang tidak punya kampung halaman (desa) karena saudaranya di Kota Semua (hehehe kasihan ya...gak pernah merasakan mudik). Selain teman yang tidak punya kampung, banyak juga yang “punya kampung” tapi gak bisa mudik, mereka antara lain Pak Polisi yang ngatur lalu lintas mudik, Sopir Angkutan Umum, Masinis Kereta Api, Awak Penerbangan, ABK Kapal dan berbagai petugas pelayanan publik vital lainnya, mereka tidak bisa mudik karena alasan tugas atau pekerjaan. Sementara saudara kita yang lain ada yang tidak mampu secara ekonomi maupun alasan-alasan lainnya, antara lain TKI, buruh, ABK Kapal Kargo, dll.

Oleh karena itu, untuk semua saudaraku yang mudik dengan suka cita, saya ucapkan alhamdulilah, yang mudik penuh duka karena macet bersabarlah, tetap ucapkan syukur alhamdulilah. Bagi saudaraku yang tidak bisa mudik karena berbagai alasan, tetap semangat menjalankan tugas, dan berdoa semoga lebaran tahun mendatang bisa mudik ke kampung halaman.

Ana Sopanah, Brebes, 5 Juli 2016.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun