terlahir seseorang yang tak pandai rundung, tak pandai juga menuai.
sungguh miris dirinya..
tertutup dirinya yang sedang tumpah,
tak suka keramian dan tak suka madah.
Hai kepiting pantai..
cangkang mu bagaikan adorasi di atas kepedihan yang terus datang hingga petang berganti siang,
tak sanggup dirimu menahan mala hingga saat ini, capit mu yang tajam tak mampu merobek itu semua..
jangan anggap dirimu Anitya di dunia.
jangan pernah salahkan bulan, kau hanya bisa menjalani takdir itu sebagai seorang kepiting yang terbuang..
jagan pernah salahkan dirimu soal asmara dan jagan pula salahkan dirimu soal ombak yang selalu ada,
jalani dan syukuri apa yang ada, karna kau orang yang tangguh menghadapi semuanya..
lihatlah mega di atas sana, apakah kau bisa menggenggam nya; tentu tidak bisa!!
jagan samakan dirinya dengan mega, samakan dirinya sebagai pilau agar kau bisa berlayar dengan nya di pantai itu.
tenanglah kepiting pantai..
lihatlah nayanika yang engkau kejar saat ini, buktikanlah dirimu, jagan larut.
padika-padika mu membuat nya hinggap sebagai pendengar setia mu,
dan kau harus tau, dirinyalah yang menuntun mu hingga cangkakng mu saja yang tersisa.
hai kepiting pantai..
romansa hati mu sungguh tangguh, cangkang mu yang kuat dan capit mu yang tajam bagaikan pedang yang utuh; ingat itu!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H