I. PENDAHULUAN
      Kesetaraan gender telah menjadi topik utama dalam dua dasawarsa terakhir ini, termasuk di Indonesia seiring dengan meningkatnya kesadaran perempuan akan hak-hak yang sama dengan laki-laki, khususnya dalam peran publik. Isu-isu ketidakadilan terhadap perempuan yang mencakup marginalisasi, subordinasi dan kekerasan telah menjadi sorotan. Ketidakadilan ini seringkali dimulai di lingkungan keluarga dimana diskriminasi gender terlihat dalam pendidikan dan pengambilan keputusan, serta adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dengan demikian, bisa diasumsikan bahwa manifestasi ketidakadilan gender telah dimulai di lingkungan keluaraga.
      Meskipun Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) ke dalam UU No. 7 Tahun 1984 dan mengesahkan UU no. 23 Tahun 2004 tentang KDRT. Kenyataanya banyak perempuan masih menjadi korban ketidakadilan, khususnya dalam keluarga. Situasi ini mendorong perlunya kajian mendalam terhadap aturan hukum keluarga di Indonesia, terutama melalui analisis Kompilasi Hukum Islam (KHI). Hal ini mengingat posisi strategis KHI sebagai hukum terapan Peradilan Agama, yakni bersentuhan langsung dengan pelaksanaan hukum Islam bagi masyarakat muslim di Indonesia dalam bidang-bidang hukum keluarga tertentu, yakni perkawinan dan kewarisan. Artikel ini akan membahas kedudukan perempuan dalam KHI perspektif kesetaraan gender.
II. Kedudukan Perempuan dalam Kompilasi Hukum Islam
      Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah upaya pembaruan hukum islam di Indonesia yang bertujuan untuk menciptakan pola fikih yang kontekstual dan sesuai dengan keindonesiaan. KHI merupakan hasil ijtihad ulama Indonesia yang disusun untuk menjabarkan dan melengkapi Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, khususnya dalam konteks umat islam. Seperti diketahui, undang-undang perkawinan yang berlaku untuk seluruh penduduk Indonesia memiliki materi-materi hukum yang bersifat umum. Dengan demikian, keberadaan KHI dapat mengisi kebutuhan-kebutuhan terhadap materi hukum yang spesifik bagi umat Islam mengenai hal-hal khusus yang tidak terakodomir dalam undang-undang perkawinan, termasuk bidang-bidang hukum keluarga lainnya seperti kewarisan.
      Pengaturan ketentuan hak dan kewajiban suami istri dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga lebih rinci dan sistematis, sementara dalam undang-undang perkawinan, pengaturan tersebut lebih bersifat umum. Hal ini dapat dimaklumi karena KHI dirumuskan belakangan, 17 tahun setelah keluarnya undang-undang perkawinan.
      Mengenai hak dan kewajiban suami istri, KHI mengaturnya lebih dirinci. Hal ini tampak pada jumlah pasal yang lebih banyak dan jumlah ayat yang lebih banyak pula dari tiap-tiap pasal. Kedudukan yang sejajar antara suami dan istri tampak pada pasal 77 sebagai berikut :
   (1) Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
   (2) Suami istri wajib saling mencintai, saling menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
   (3) Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasan dan pendidikan agamanya.
   (4) Suami istri wajib memelihara kehormatannya.