Batik  adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah  menjadi  bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa). Yang merupakan warisan  nenek moyang bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Sejarah  pembatikan di  Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit  dan kerajaan  sesudahnya. Dalam beberapa catatan perkembangan batik banyak dilakukan  pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada kerajaan  Solo dan  Yogyakarta.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi turun  menurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari  batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status  seseorang. Bahkan sampai saat ini beberapa motif batik tradisional hanya  dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Jenis dan  corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak  dan  variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang  amat beragam. Khasanah budaya bangsa Indonesia yang demikian kaya telah  mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisional dengan  ciri kekhususannya sendiri.
Perempuan-perempuan Jawa dimasa lampau  menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian  sehingga dimasa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif  perempuan.
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang  memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul dikenal  sebagai batik cap atau batik cetak sementara batik tradisional yang  diproduksi dengan tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut  batik tulis.
Jadi menurut teknik:
- Batik tulis adalah  kain yang dihias dengan tekstur dan corak batik  menggunakan tangan.  Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih  2-3 bulan.
- Batik  cap adalah kain yang dihias dengan tekstur dan corak batik  yang  dibentuk dengan cap (biasanya terbuat dari tembaga). Proses  pembuatan  batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3  hari.
Dalam  perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh  rakyat  terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam  rumah tangganya rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang.  Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian  menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.
Sedangkan  ragam corak dan warna batik dipengaruhi oleh berbagai  pengaruh asing.  Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas dan beberapa  corak hanya boleh dipakai kalangan tertentu. Namun batik pesisir  menyerap berbagai pengaruh luar seperti para pedagang  asing dan juga  pada akhirnya para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah  dipopulerkan oleh Tionghoa dan juga mempopulerkan corak phoenix  (burung  api). Bangsa penjajah Eropa juga berminat pada batik dan hasilnya  adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti  bunga  tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah seperti gedung  atau kereta kuda termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna  biru. Tetapi batik tradisional tetap mempertahankan coraknya dan masih  dipakai dalam upacara-upacara adat karena biasanya masing-masing corak  memiliki perlambangan masing-masing.
Pada awalnya baju batik kerap  dikenakan pada acara resmi untuk menggantikan jas. Tetapi dalam  perkembangannya pada masa Orde baru baju batik juga dipakai sebagai  pakaian resmi siswa sekolah dan pegawai negeri (batik Korpri) yang  menggunakan seragam batik pada hari Jumat. Perkembangan selanjutnya  batik mulai bergeser menjadi pakaian  sehari-hari terutama digunakan  oleh kaum wanita. Sampai akhirnya setiap pegawai harus memakai batik  pada setiap hari Jumat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H