Mohon tunggu...
Khairunnas
Khairunnas Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Local Governance Consultant, Community Development Activist and IT reviewer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hindari Korupsi, Mantan Bupati Ini Malah Dikriminalisasi

1 Agustus 2015   12:14 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:40 1442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


AKMAL IBRAHIM
, Bupati Aceh Barat Daya Provinsi Aceh Periode 2007-2012 merupakan salah satu dari sekian banyak kepala Daerah di Indonesia yang mungkin memiliki nasib sama dalam hal korban Kriminalisasi. Kisah Akmal Ibrahim akan menjadi pelajaran dan pengalaman  bagi kita bahwa menjalankan kebijakan sebagai Kepala Daerah penuh dengan resiko dan tantangan. Kisah ini sekaligus meneguhkan alasan kita  untuk terus mendukung upaya Pemerintah Pusat yang saat ini sedang mewacanakan membuat regulasi terkait Perlindungan Kepala Daerah dari upaya Kriminalisasi. 

Awal cerita Akmal Ibrahim berjuang keras menghindari korupsi yang berujung kriminalisasi, bermula ketika adanya perintah gubernur Aceh dan surat dari Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) agar Pemkab Aceh Barat Daya menyediakan lahan untuk pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang pembangunannya ditanggung Pemerintah Provinsi Aceh dengan anggaran Rp 30 miliar. 

Menindaklanjuti surat tersebut, Akmal Ibrahim selaku Bupati Aceh Barat Daya kemudian menetapkan Lahan di Desa Gunung Samarinda Kecamatan Babahrot sebagai lokasi Pembangunan PKS dengan luas 30 Hektar. Pemilik tanahpun sudah sepakat dengan Pemkab bahwa harga tanah mereka adalah Rp 5 juta per Hektar. Setelah lokasi dan lahan berhasil didapatkan, Pemkab Aceh Barat Daya kemudian memulai pekerjaan Pembangunan PKS yang direncanakan memiliki kapasitas pengolahan mencapai 45 Ton TBS/jam tersebut. 

Namun, tidak sepenuhnya kebijakan Akmal Ibrahim berjalan mulus. Disaat Pemkab baru memulai pembangunan di lokasi yang telah disepakati, pemilik tanah kemudian secara tiba-tiba mengingkari kesepakatan awal terkait harga tanah dan menuntut Pemkab Aceh Barat Daya membayar tanah mereka dengan harga mencapai Rp 1 Milyar per hektar. Pemilik tanah kemudian bergerak menguasai tanah tersebut dengan memberi pagar di jalan masuk lokasi pembangunan. Bahkan mereka mengancam, bila harga tersebut tidak disetujui oleh pemerintah, maka jalan untuk menuju ke Lokasi Pembangunan akan tetap dipagar, dan seluruh pekerjaan tidak boleh dilakukan.

Menanggapi tindakan dari pemilik tanah, Akmal Ibrahim tentu tidak tinggal diam dan bergerak cepat untuk melakukan pendekatan kepada mereka dan melakukan negosiasi ulang terkait harga tanah. Akmal Ibrahim awalnya mengirim dua pejabatnya (Staf Khusus dan Kadis Kehutan dan Perkebunan)  ke rumah pemilik tanah, namun upaya dari kedua pejabat tersebut gagal dan kesepakatan tidak tercapai. Kemudian Akmal Ibrahim berinisiatif mendatangi sendiri rumah pemilik tanah dan lagi-lagi upaya Akmal Ibrahim tidak merubah sikap dari pemilik tanah.

Sebagai Bupati yang dikenal ulet dan cerdas , Akmal Ibrahim tentu tidak menyerah dalam melakukan upaya pendekatan. Akmal kemudian menghubungi Kapolres Aceh Barat Daya saat itu, Drs. Surbakti dan meminta beliau untuk memediasi negosiasi dengan pemilik tanah. Proses mediasi yang dilakukan Kapolres tersebut, menghasilkan poin bahwa pemilik tanah bersedia menurunkan harga tanah menjadi Rp 100 juta per hektar, atau 20 kali lipat dari harga awal. Sehingga Pemkab  harus membayar Rp 3 milyar untuk 30 hektar tanah. Bandingkan, kesepakatan awal total harga hanya Rp 150 juta untuk 30 hektar, atau paling Rp 200 juta sudah termasuk pajak.

Namun, di tengah masyarakat telah berkembang opini bahwa harga tanah tetap Rp 5 juta per hektar (total sekitar 200 juta termasuk pajak), sementara kelebihannya sekitar Rp 2.8 milyar akan dibagi-bagi kepada pejabat agar tidak ada masalah. Karena opini tersebut sangat sensitif dan terus menjadi perbincangan hangat dalam masyarakat, Akmal Ibrahim kemudian menemui Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Blangpidie, Umar Zakaria, SH, dan mengkonsultasikan hasil mediasi yang dilakukan Kapolres Abdya, serta opini di masyarakat terkait bagi-bagi kelebihan pembayaran tersebut.

Mendengar penjelasan Akmal Ibrahim, Kajari Umar Zakaria,SH meminta agar Akmal menolak hasil rapat mediasi tersebut, termasuk melarang adanya bagi-bagi uang. Menurut Kajari, menaikkan harga dari Rp 5 juta menjadi Rp 100 juta per hektar adalah mark up yang jelas merugikan keuangan Negara, apalagi kalau diikuti bagi-bagi uang kelebihan harga tersebut. Kajari bahkan memperingatkan akan menangkap Akmal Ibrahim jika tindakan mark up harga tanah tetap dilakukan oleh Pemkab Aceh Barat Daya. 

Berdasarkan hasil rapat dan konsultasi dengan Kajari tersebut, keputusan Akmal Ibrahim untuk menolak menaikan harga tanah menjadi Rp 100 juta per hektar semakin bulat. Akmal Ibrahim bersedia mengikuti saran Kepala Kejaksaan demi menghindari persoalan hukum di kemudian hari.

Sebagai Kepala Daerah, Akmal Ibrahim tentu memiliki kewenangan  dalam menentukan kebijakan terkait kelanjutan penentuan lokasi pembangunan PKS. Dengan tujuan menghindari korupsi dan diperkuat hasil telaah dari staf , Akmal Ibrahim kemudian megeluarkan kebijakan untuk memindahkan lokasi pembangunan PKS dari lokasi awal. Selanjutnya, selaku Bupati, Akmal Ibrahim  membentuk Panitia Pengadaan tanah yang terdiri dari unsur pejabat daerah dan Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Perwakilan Aceh Barat Daya yang bertugas mencari lahan lain untuk dijadikan lokasi pembangunan PKS.  

Hasil survey lokasi dari Panitia Pengadaan Tanah dan saran  dari Konsultan, maka ditetapkanlah lahan di Desa Lhok Gayo Kecamatan Babahrot sebagai lokasi  baru untuk pembangunan PKS Aceh Barat Daya. Proses negosiasi harga tanah dengan para pemilik tanahpun berjalan lancar dan proyek pembangunan PKS Aceh Barat Daya kemudian dapat dilanjutkan pembangunannya hingga selesai.

Namun ternyata kebijakan  Akmal Ibrahim tersebut harus menjadi awal bagi dia untuk mendapatkan Kriminalisasi. Keputusannya yang memindahkan lokasi Pembangunan PKS dengan tujuan untuk menghindari korupsi ternyata didefenisikan dengan salah oleh oknum yang merasa dirugikan dengan pemindahan lokasi PKS tersebut. Disaat tidak lagi menjabat,  Akmal Ibrahim kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Kepolisian Daerah Aceh dengan tuduhan melakukan ganti rugi terhadap tanah hutan negara dalam proses pengadaan tanah untuk lokasi pembanguan PKS di Desa Lhok Gayo.

Akmal Ibrahim tentu terkaget-kaget dengan penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Polda Aceh. Karena apa yang disangkakan kepada dirinya jelas-jelas tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan fakta hukum. Penilaian penyidik Polda Aceh yang menyatakan bahwa tanah di lokasi pembangunan PKS adalah hutan negara sangat kental dengan nuansa kriminalisasi. Fakta dilapangan, para pemilik tanah ternyata memiliki dokumen lengkap berupa akta dan sertipikat tanah yang membuktikan bahwa mereka adalah pemilik sah atas tanah tersebut dan sama sekali bukan berstatus sebagai hutan negara seperti yang dituduhkan penyidik kepada Akmal Ibrahim.

Kini, Akmal Ibrahim terus berjuang menghadapi kasus Kriminalisasi dirinya yang saat ini sedang ditangani Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh. Di sisi lain, lembaga survey indenpenden menempatkan bahwa Akmal Ibrahim merupakan tokoh paling populer di Aceh Barat Daya dan banyak didambakan oleh masyarakat untuk memimpin kembali kabupaten yang memiliki julukan 'nanggroe breuh sigupai' tersebut. 

Namun bagi Akmal Ibrahim, persoalan untuk maju kembali sebagai Bupati tidak pernah terpikirkan oleh dirinya. Yang terpenting saat ini adalah  dia ingin masyarakat terus mendoakan  dia agar diberi kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi ujian yang diberikan Allah kepada dirinya. Akmal Ibrahim tentu sangat paham dan yakin, kasus kriminalisasi yang dia hadapi merupakan salah satu bentuk perlawanan dari para mafia dan oknum yang tidak senang dengan kebijakan pro rakyat saat dia menjabat sebagai Bupati di Kabupaten Aceh Barat Daya.

 Semoga Kebenaran akan Terus Menang !

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun