Mohon tunggu...
Durriyyatun Nawiroh
Durriyyatun Nawiroh Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

sepi dalam ramai, ramai dalam sepi, dan sewajarnya;

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tujuh Gambar Aldi

16 Oktober 2013   22:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:27 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah satu jam aku memperhatikan Aldi. Ada banyak gambar ia selesaikan. Entah, ia tak sadar kedatanganku atau memang terlalu asyik dengan gambar hingga menyapa menjadi satu hal berat baginya. Aku diam saja. Toh biasanya dia cuek.

Sambil menunggu dia rampung dengan keasyikannya, aku terbawa pada kenanganku sendiri. Tepatnya, kenanganku bersama Aldi yang nyaris dua tahun sejak pertama aku mengenal dia. Seorang yang kadang lucu, kadang menakutkan, kadang alay, kadang berkharisma. Ah, diam-diam aku menyukainya.

“Hei, De”, Aldi memukulkan pinsil ke kakiku yang selonjor di belakangnya. “cieee, ngelamunin siapa nih?!”

“haish! kau”, cukup kaget. Tapi aku mencoba tenang, jangan sampai ia tahu bahwa aku diam-diam mengenang kebersamaan kami.

“kamu kan tukang komen. Komenin gambar-gambarku gih”, katanya sambil menyodorkan buku gambar A3.

Halaman pertama. Gambar mobil. “biasa,”, kataku singkat.

Lembar pertama kubuka. “gambar mobil lagi? Duh, bocah sekali kamu, Al!” aku meledek sedikit membentak.

Lembar kedua kubuka. “wih, ini apik!”, kataku saat melihat satu desain topi tergambar di sana.

[caption id="" align="alignnone" width="456" caption="http://www.mde-art.com/art-blog/drawing-painting-of-a-fedora-hat-in-memory-of-michael-jackson/"][/caption]

Lembar ketiga kubuka. “ini lebih bagus. Tapi kenapa topi lagi?”, tanyaku pada Aldi.

Dan dia hanya menjawab, “lanjutin dulu…”

Lembar keempat, kelima, lagi-lagi kembar. Sama-sama gambar pakaian.

Aku hanya diam.

Lembar ke enam kubuka, dan itu lembar terakhir. “Al, kenapa yang ini cuma satu gambarnya?”. Tanyaku heran.

Aldi tersenyum.

“kamu benar mau tahu jawabnya?”

Aku mengangguk.

“two is better than one, dua lebih baik dari satu...", katanya. "Kecuali hati. Ya, gambar terakhir itu. Hanya satu dan hanya untukmu”

Kemudian aku merasa, semua hening seketika.

***

pertama ditulis "dadakan" di note fb, malam ini. rampung pukul 21.35

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun