Spiritualitas di era digital bukan berarti mengisolasi diri dari dunia maya, melainkan membawa nilai-nilai luhur ke dalam ruang-ruang virtual bukan malah menghindarinya. Di tengah hiruk-pikuk media sosial yang sering diwarnai ujaran kebencian dan ekstremisme, santri milenial berperan sebagao "penjaga gawang" yang menyebarkan kedamaian, moderasi, dan kearifan.
Selain itu, menggabungkan spiritualitas dan teknologi memungkinkan pengembangan "fiqh digital" yang memiliki solusi untuk masalah saat ini. Ijtihad baru memerlukan kombinasi pemahaman syariah yang mendalam dengan kemajuan teknologi untuk menangani masalah seperti transaksi cryptocurrency, dan etika bermedia sosial.
Dunia pesantren dan Umat Islam secara keseluruhan mendapat semangat baru dari fenomena santri milenial. Untuk mengoptimalkan potensi ini, berbagai pihak harus mengambil tindakan strategis, diantaranya:
- Kurikulum pesantren harus diubah untuk menggabungkan pendidikan agama dengan literasi digital dan kewirausahaan teknologi.
- Lembaga swasta dan pemerintah dapat bekerjasama untuk menyediakan infrastruktur digital dan program pelatihan bagi ustadz dan santri di pesantren.
- Diharapkan Komunitas startup dan teknologi dapat bekerjasama dengan pesantren untuk menghasilkan inovasi yang berbasis nilai islam. Media masa memainkan peran penting dalam mengubah stereotip lama tentang santri milenial yang gagap teknologi.
Dengan langkah-langkah ini, kita dapat berharap bahwa santri milenial akan menjadi pemimpin dalam membangun peradaban Islam yang maju, moderat, dan relevan di era modern. Mereka akan menjadi bukti yanta bahwa spiritualitas dan kemajuan teknologi dapat bersatu, membawa kerberkahan bagi umat dan rahmat bagi seluruh alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H