Mohon tunggu...
Yuda Arimbawa
Yuda Arimbawa Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Masih dalam proses belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Salah Satu dari Tiga Dosa Besar Kemendikbudristek terhadap Pendidikan

18 April 2023   05:50 Diperbarui: 18 April 2023   05:52 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Agung Pandit Wiguna: www.pexels.com

Kurikulum merdeka merupakan buah dari program merdeka belajar. Kurikulum ini dikatakan sebagai evolusi dari pendahulunya, yaitu kurikulum 2013. Pembaharuan ini dilakukan guna memberikan ruang bebas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dalam diri dan tidak hanya berfokus pada pelajaran tertentu yang telah diatur.

Selain itu, program merdeka berbudaya juga turut disertakan untuk mengimbangi program merdeka belajar. Kita semua mengetahui bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Namun, dalam satuan pendidikan, budaya yang dimaksud adalah karakter atau jati diri setiap peserta didik. Walaupun dari suku, ras dan agama yang berbeda namun kita tetap saudara.

Sebagai asahan awal, program merdeka belajar dan merdeka budaya merupakan program unggulan dalam Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Program ini ditujukan untuk menghargai setiap peserta didik dalam memperoleh ilmu pendidikan sesuai dengan minat dan bakatnya. Dan turut menghargai setiap peserta didik dalam mengekspresikan diri mereka.

Meskipun program evolusi tersebut sebagai perubahan dalam pendidikan Indonesia, akan tetapi masih ada 'Dosa Besar Pendidikan' menurut Kemendikbudristek. Ketiga dosa besar pendidikan itu di antaranya: perundungan/ bullying, kekerasan seksual dan intoleransi.

Menurut studi yang dilakukan PISA (Programme for Internasional Student Assessment) tahun 2018 silam menyatakan sebanyak 41% pelajar Indonesia mengalami perundungan beberapa kali dalam sebulan. Bahkan, Indonesia pernah dinobatkan menjadi peringkat pertama untuk persoalan kekerasan anak di sekolah dengan angka 84% oleh UNICEF (United Nation Internasional Children's Emergency Fund) tahun 2016.

Beberapa jenis perundungan yang terjadi, antara lain: tindakan intimidasi dengan proporsi 14%, penganiayaan sebesar 18%, tindakan menghancurkan barang milik korban sebesar 22%, dikucilkan sebesar 19%, tindakan menyebar rumor tidak baik sebesar 20%, dan tindakan mencemooh sebesar 22%. (UNICEF, 2020).

Faktor-Faktor Penyebab Perundungan

Perundungan merupakan tindakan menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis dalam bentuk kekerasan verbal, sosial atau fisik secara berulang-ulang. Kasus perundungan masih sulit dikendalikan dalam satuan pendidikan.

Perundungan merupakan alat pelampiasan untuk mendapatkan penghargaan, keadilan perhatian dan kekuasaan. Pelaku perundungan akan menerima rasa puas terhadap dirinya setelah melakukan tindakan perundungan terhadap korban. Rasa puas inilah yang dijadikan acuan untuk terus melakukan tindakan perundungan terhadap korban.

Ada beberapa faktor utama yang menjadi penyebab seseorang melakukan perundungan, yaitu pertama, faktor yang datang dari lingkungan keluarga. Perlu diketahui keluarga merupakan tempat pembentukan dan pengembangan karakter anak sejak dini. Pola asuh yang bersifat otoriter dapat membentuk buruk kepribadian anak.

Kedua, faktor ini berasal dari lingkungan sekolah. Sekolah yang terdiri dari tenaga pendidik seperti guru dapat menjadi faktor timbulnya perundungan. Ketidaktahuan dan ketidakcakapan guru dalam merespons perundungan dapat menjadi senjata boomerang. Idealnya guru harus memiliki keterampilan, pengetahuan, kesiapan dan intensi dalam menangani perundungan di sekolah.

Ketiga, adalah faktor teman sebaya. Perundungan atau bullying ini merupakan tindakan yang dilakukan berkelompok. Pelaku perundungan tidak bergerak sendiri namun bergantung pada dorongan lingkungan sekitar saat terjadinya perundungan.

Keempat, munculnya rasa balas dendam. Dalam hal ini korban perundungan dapat berubah menjadi pelaku. Seorang yang pernah menjadi korban perundungan akan cenderung meniru perilaku yang diterimanya terhadap pelaku, sehingga memunculkan rasa balas dendam.

Perundungan Berdampak pada Bunuh Diri

Hasil dari tindakan perundungan adalah berupa gangguan fisik dan psikis terhadap korban. Tidak hanya itu, dampak perundungan juga akan dirasakan oleh pelaku dan pihak lainnya.

Saat perundungan terjadi, korban akan mengalami gangguan fisik dan psikis terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan menurunnya prestasi akademik dan menurunkan daya analisis korban. Namun, yang paling parah terjadi adalah munculnya keinginan untuk bunuh diri akibat depresi. Berdasarkan data tahun 2015 yang diungkap Menteri Sosial sebelumnya, Khofifah Indar Parawansa, sebanyak 40% kasus bunuh diri berasal dari kejadian perundungan.

Dari sisi pelaku, tindakan perundungan dilakukan karena mereka seolah-oleh memiliki wewenang atas orang lain. Jika perilaku ini terus dibiarkan, maka akan memicu tindakan kriminal lainnya. Di samping itu, pihak lainnya yakni penonton saat perundungan terjadi juga turut berdampak. Mereka akan cenderung turut menjadi kelompok perundungan karena takut menjadi sasaran berikutnya atau cenderung tetap diam sehingga tidak perlu menghentikan perundungan tersebut.

Solusi atas Permasalahan

Kendati program merdeka belajar dan merdeka budaya dinilai positif, namun masih memiliki kelemahan dalam implementasinya. Program ini hanya berfokus pada pembaharuan sistem pendidikan dan kebudayaan Indonesia. Padahal, dosa besar masih belum ditebus pemerintah.

Seperti menggerakkan mesin roda gigi, maka yang diperlukan adalah pelumas oli. Roda gigi ibaratkan program merdeka belajar dan merdeka budaya yang akan digerakkan beriringan. Oleh karena itu, pemberian pelumas ini dilakukan untuk mengurangi gesekan antar mesin yang berakibat kinerja mesin tidak optimal. Pelumas yang dimaksud adalah kecerdasan interpersonal.

Penerapan kecerdasan interpersonal akan mampu mengurangi tindakan perundungan terhadap anak. Menurut pengertiannya, kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk memahami perasaan dan bekerja sama dengan orang lain sehingga tercipta hubungan yang harmonis. Ini bukan perihal pengisian survei atau semacamnya sebagai indikator penilaian karakter. Namun, yang ditekankan adalah berupa tindakan.

Penerapan kecerdasan ini tentunya berdampak bagi pertumbuhan dan perkembangan karakter anak. Tentunya dimulai dari tahapan awal, yaitu lingkup keluarga, kemudian pada tingkat sekolah atau universitas, serta tingkat masyarakat. Kecerdasan ini bukan semata-mata memberikan didikan terhadap anak sejak dini, namun juga melatih rasa empati mereka agar lebih peka terhadap perasaan orang lain.

Peran orang tua sangat penting dalam penerapan kecerdasan ini. Pemerintah hendaknya mendukung dengan cara memberikan pelatihan, pelayanan privasi dan sosialisasi terhadap orang tua atau pasangan sebelum mereka membina rumah tangga.

Di samping itu, dukungan pemerintah terhadap kualitas tenaga pendidik juga turut menjadi prioritas. Idealnya, tenaga pendidik harus memenuhi kualifikasi terhadap pemahaman, keterampilan dan kesiapan untuk menjadi tenaga pendidik yang berkualitas.

Menjadi ingatan bagi kita semua, anak-anak yang menjadi pelaku perundungan hanya ingin diperhatikan, dihargai, dan diberi keadilan. Mereka berhak merdeka namun bukan pembebasan atas tindakan buruk mereka, akan tetapi bebas dalam menalarkan sesuatu yang lebih baik.

Bukankah merdeka belajar merupakan kebebasan menuntut dalam ilmu pengetahuan, dan merdeka berbudaya adalah kebebasan mengekspresikan diri? Maka dari itu, kita semua bebas menjadi insan yang berbudi pekerti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun