Mohon tunggu...
jandri pattinama
jandri pattinama Mohon Tunggu... -

muda, beda dan berbahaya...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kami Meracuni Bule Itu

14 Mei 2011   21:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:41 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Li" tinggal di Diklat bersama Ibu dan saudara-saudaranya dari Australia. Mereka berbaur dengan pengungsi lainnya. Ibunya Ester adalah seorang Dokter atau Perawat (saya sudah lupa) yang merawat dan mengobati orang-orang sakit di Diklat. Mereka 5 bersaudara, yang tertua bernama Wendy, kemudian Andrew, "Li" dan dua adik perempuan (kalau tidak salah bernama Maryam dan Emy). Setelah beberapa hari bergaul baru saya tahu kalau namanya Leigh dan bukan "Li". Saya membaca namanya dari kaos merah lusuh bermerek ECKO yang sering dipakainya. Di bagian belakang kaos terdapat pesan-pesan dan tandatangan dari kawan-kawanya di Australia. semacam ucapan perpisahan sebelum Leigh berkunjung ke Indonesia.

Kelima bersaudara terpecah pergaulannya di Diklat sesuai usia dan jenis kelamin masing-masing. Wendy bahkan sempat berpacaran dengan salah satu pemuda Diklat (yang tentu saja menghebohkan seisi Diklat).  Karena Leigh seumuran dengan saya maka Leigh tak punya pilihan lain selain mengikuti petualangan kami.

Saat itu kami hanya punya tiga agenda utama dalam hidup. Yang pertama pergi ke sekolah, kedua pergi beribadah dan yang terakhir adalah bermain. Seorang anak di Diklat tak akan pernah kehilangan semangat untuk bermain karena ada ratusan anak lain yang selalu ceria, jauh dari anggapan kebanyakan orang bahwa anak pengungsi selalu stres dan tertekan. Leigh mulai ikut permainan standar seperti sepakbola. dia juga bermain Play Station (ya! PS! banyak pengungsi di Diklat yang memiliki PS, saya salah satunya,hehe) Leigh sangat berguna sebagai penerjemah saat bermain game semacam Harvest Moon. saat itu kosakata bahasa inggris saya masih kurang dan saya belum mengenal Game Guide sehingga bimbingan Leigh sangat terasa manfaatnya. Ada satu kejadian lucu saat bermain PS. Waktu itu kami bermain game Tenchu 2 bersama Leigh. Seperti biasa setelah memilih karakter ninja, kita harus memilih senjata yang akan digunakan dalam pertempuran. Leigh menyarankan untuk memilih senjata yang bisa menyebabkan musuh buta untuk sementara, saya tidak setuju karena senjata itu tidak terlalu berguna karena tidak langsung menghabisi musuh. percakapannya kira-kira seperti ini :

"Butanya hanya sementara, Temporary Blind!, Temporary! sementara!"  saya berkata sok tahu..

"Hey! saya tahu temporary itu sementara, kamu yang bule atau saya"

hahaha...Leigh tersinggung dan saya senang!

Setelah memainkan permainan normal yang masih bisa ditemui di negara asalnya, Kami mengajak Leigh untuk ikut dalam permainan anak pengungsi yang lebih menantang. permainan yang sering menyulut perselisihan dengan warga sekitar. "permainan" MENCURI BUAH (jangan ditiru)

Permainan ini biasa kami lakukan setelah jam pulang sekolah. Biasanya kami bergerombol 5 hingga 10 orang. Ada tiga komoditi utama yang menjadi sasaran kami yaitu Mangga, Jambu Biji dan Jamblang. Selain tiga komoditi utama tersebut, tersedia juga buah Kersen (Muntingia Calabura) di samping tempat pengungsian. Kersen adalah pilihan terakhir jika tak ada lagi buah yang bisa "dipanen". Pohon-pohon incaran kami adalah pohon-pohon yang ada di tanah yang terlantar di sekitar diklat, bukan pohon di halaman depan rumah warga. Selain beresiko tinggi karena biasanya ada anjing yang menjaga, mencuri dari pohon yang terawat akan menjatuhkan martabat para pengungsi,hehehe. Jika kami benar-benar ingin buah  dari pohon di halaman rumah orang, kami akan meminta dengan modal tampang memelas. Biasanya 80% pemilik akan luluh dan mengijinkan kami untuk mengambil buah yang kami minta.

Leigh kami ajak menggasak pohon favorit kami yaitu pohon Jamblang yang terletak di Taman Budaya Manado yang sepi. Karena penjaga Taman Budaya jarang patroli, kami bisa memanen buah Jamblang secara rutin (sekali lagi jangan ditiru). Leigh ikut naik ke atas pohon jamblang meskipun tak selincah "monyet-monyet" Diklat. Jamblang biasanya kami nikmati di atas pohon namun kadang sisanya kami bawa pulang sebagai oleh-oleh petualangan.

Leigh dan keluarganya adalah orang-orang asing yang paling lama tinggal di tempat pengungsian. Saya yakin Leigh bisa memahami tabiat kami selama dia tinggal bersama kami. Leigh juga bisa melihat dan mempelajari satu sisi kehidupan Indonesia yang tidak bisa di temukan dari referensi manapun. Banyak peneliti dan wartawan yang datang untuk melakukan kajian terhadap kami di Diklat tapi Leigh akan lebih paham keadaan kami dibanding para peneliti itu karena dia hidup bersama kami. Sebenarnya banyak hal-hal baik yang kami lakukan bersama Leigh, tidak hanya mencuri Jamblang. Leigh pernah ikut Retreat Remaja Pengungsi di Sekolah Alkitab Langowan yang diselenggarakan ABBALOVE Ministry. Hanya saja mencuri Jamblang adalah hal yang paling berkesan bagi saya (Bule naik pohon Jamblang, tak ada yang lebih lucu dari itu). Saya senang karena saya dan teman-teman pengungsi bisa memperkenalkan Indonesia dengan cara kami sendiri, dengan segala keterbatasan dan kekurangan kami saat itu. Saya pun menobatkan Diklat Ex BP7 Manado sebagai Tempat pengungsian "Paling Indonesia"

MERDEKA!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun