Mohon tunggu...
ANA NUR KHASANAH
ANA NUR KHASANAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Psikologi di Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

Saya seorang mahasiswi jurusan Psikologi yang ingin mengembangkan minat dan bakat saya di bidang menulis. Selain itu saya juga gemar olahraga dan tertarik dengan dunia fashion.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Film dapat Melatih Higher Order Thinking Skill pada Orang Dewasa Khususnya Mahasiswa?

15 Juni 2023   01:40 Diperbarui: 15 Juni 2023   05:10 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berbagai indikator, seperti hasil ujian nasional dan ujian masuk perguruan tinggi, serta hasil survei yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2019 mengindikasikan bahwa kemampuan pelajar untuk berpikir kritis dan analitis masih perlu ditingkatkan. 

Masalahnya, pelajar Indonesia masih memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi yang rendah dapat dilihat dari hasil survei tersebut. Hanya sekitar 30% pelajar dalam studi tersebut yang mampu menjawab secara akurat pertanyaan-pertanyaan yang mengukur kemampuan berpikir kritis. Pada kenyataannya, temuan studi tahun 2019 oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis dan analitis mahasiswa Indonesia masih berada di bawah rata-rata OECD.

Program pendidikan yang masih menekankan pada pembelajaran menghafal dan menyisakan sedikit ruang untuk pembelajaran yang lebih kritis juga menunjukkan kurangnya kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir siswa juga dipengaruhi oleh elemen-elemen lain, termasuk kualitas guru dan ketersediaan fasilitas belajar yang memadai. Kurikulum pendidikan harus diperbaiki, dan siswa perlu diajari cara belajar secara kritis dan analitis jika kemampuan berpikir tingkat tinggi ingin ditingkatkan di kalangan siswa Indonesia. Kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siswa dapat ditingkatkan melalui penggunaan teknologi serta strategi pengajaran yang lebih partisipatif dan kreatif.

Apa itu Higher Order Thinking Skill?

Istilah " Higher Order Thinking Skill " (HOTS) mengacu pada tiga kemampuan kognitif menurut Brookhart dalam Sa'idah (2019). Pertama adalah kemampuan untuk berpikir secara mandiri, yang merupakan kapasitas untuk mengingat pengetahuan sebelumnya dan tahu bagaimana menerapkannya, juga dikenal sebagai "Transfer", yang kedua adalah kapasitas untuk berpikir kritis, dalam hal ini siswa memberikan penilaian terhadap peristiwa yang terjadi di sekitar mereka dan mampu mengungkapkan kritik berdasarkan informasi yang tersedia, dan yang ketiga adalah kemampuan untuk memecahkan masalah, juga dikenal sebagai kapasitas untuk "melihat" masalah. Kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan informasi baru dari pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya dikenal sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOT). Memanfaatkan multimedia learning adalah salah satu cara untuk melakukan HOT.

Manusia memiliki kecenderungan metode belajar yang berbeda dan terkadang saling berkolaborasi, seperti dengan metode media belajar yang dibagi menjadi tiga jenis, yaitu;

  • Media visual: media dimana pembelajaran difasilitasi oleh indera penglihatan. Contohnya termasuk esai, gambar, dan bentuk seni lainnya.
  • Media audio adalah media yang penggunaannya menekankan pada komponen auditori. Radio, alat perekam pita magnetik, dan lain-lain adalah beberapa contohnya.
  • Penggunaan media kinestetik memerlukan kontak fisik antara dosen dan mahasiswa. Contohnya adalah drama, pertunjukan, dan latihan simulasi.

Bagaimana Keterkaitannya Multimedia Learning dengan Teori Psikologi?

Mengenai hal ini, penulis ingin menghubungkan penggunaan multimedia learning dengan teori kognitif untuk pembelajaran. Menurut Suwarno (2020) terdapat tiga teori kognitif dalam hal ini, yaitu:

  • Dual channel assumption

Menurut teori ini, individu memproses informasi pembelajaran yang telah diterima secara verbal dan visual secara terpisah.

  • Limited capacity assumption

Menurut teori kedua, manusia hanya mampu memproses sepenuhnya 10 kalimat pertama dari informasi yang mereka dengar dan 10 detik pertama dari informasi yang mereka lihat ketika menerima informasi secara bersamaan dalam dua format yang berbeda (visual dan audio). Sebagai contoh, seorang anak hanya dapat sepenuhnya memproses informasi yang diterimanya dalam 10 kalimat pertama dari input audio dan visual.

  • Active learning assumption

Sedangkan teori ketiga menunjukkan bahwa pelajar dapat memproses informasi dari dua media yang berbeda (audio dan visual) secara bersamaan tanpa kesulitan.  Teknik pembelajaran ini akan membantu pelajar dalam mencapai pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran aktif terdiri dari tiga proses: memilih, mengorganisasi, dan mengintegrasikan.

Lalu, Bagaimana dengan Film menjadi Media Mahasiswa untuk Memiliki HOT?

Film dapat digunakan sebagai media edukasi dalam perkembangannya, berikut 12 kategorisasi film yang dapat digunakan sebagai media edukasi atau pembelajaran. Menurut Mc. Clusky dalam Firmansyah (2014):

  • Narrative Film: film yang mempergunakan narasi ketika ditampilkan.
  • Dramatic Film:  film yang melibatkan drama teatrikal dan biasanya digunakan untuk edukasi drama atau bahasa Indonesia.
  • Discoursive Film :  film yang diproduksi menjadi sebuah serial dengan tema-tema yang berkaitan.
  • Evidental Film: Ini adalah film yang merekam tentang ilmu pengetahuan alam. Contohnya termasuk Discovery Channel, yang biasanya ditayangkan di televisi.
  • Factual Film:  Perbedaan antara film ini dan film discursive adalah bahwa setiap episode lebih terencana.
  • Emulative Film:  Ini adalah film yang biasanya digunakan untuk pelatihan perang, dengan tujuan agar penonton dapat meniru apa yang digambarkan dalam film. Seperti film superhero.
  • Problematic Film:  Sebuah film yang dibuat untuk mempertajam keterampilan kognitif dan mendorong penonton untuk berpikir kritis.
  • Incentive Film: dapat diklasifikasikan sebagai film dokumenter, di mana penonton didesak untuk mengambil tindakan dalam menanggapi peristiwa yang dideskripsikan dalam film.
  • Rhytmic Film: Ini adalah semacam seni video yang bertujuan untuk membangkitkan kemampuan estetika penontonnya.
  • Theraputic Film:  Film yang digunakan untuk membantu proses terapi.
  • Drill Film: Aktivitas yang ditampilkan dalam film akan dilakukan oleh penonton.
  • Participative Film:  hampir mirip dengan drill film perbedaannya adalah film ini lebih ke arah penghargaan daripada instruksional.

Istilah " Problematic Film " mengacu pada film yang sengaja dibuat berdasarkan isu-isu dengan tujuan untuk menginspirasi diskusi penonton. Kapasitas mahasiswa untuk berpikir tingkat tinggi dapat diasah dengan pilihan film semacam ini. The Social Dilemma adalah representasi yang baik untuk film semacam ini. Film ini merupakan salah satu film kontroversial dan nonfiksi yang membahas bagaimana media sosial mempengaruhi kehidupan sehari-hari di masyarakat. Film ini mencakup banyak fakta dan angka mengenai risiko yang terkait dengan penggunaan media sosial yang tidak bertanggung jawab, selain mengungkapkan bagaimana teknologi dapat mempengaruhi perilaku manusia. Film ini memberikan kita banyak pertanyaan dan tantangan untuk menjaga hubungan kita dengan teknologi agar tetap sehat dan terjaga. Pelajar dapat melatih kemampuan berpikir kritisnya dengan berspekulasi bagaimana akhir film dan bagaimana contoh dari bahaya media sosial disekitar mereka, serta bagaimana solusi dari masalah tersebut.

Kegiatan yang telah dijelaskan di atas juga mengacu pada teori hukum latihan dalam psikologi andragogi. Konsep transfer of training yang bermakna bahwa yang telah dilatihkan dapat bermanfaat guna memecahkan masalah lain yang serupa atau mempunyai persamaan dengan pengalaman di masa lalu. Selain itu, teori hukum kesiapan dari Thorndike juga dapat terlihat dalam pembelajaran media film ini, dikarenakan ketika mahasiswa siap untuk melakukan kegiatan pembelajaran tanpa paksaan akan menghasilkan pemikiran yang lebih baik dibanding dengan mahasiswa yang secara fisik ataupun psikis tidak siap untuk kegiatan pembelajaran.

Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah media film dapat dijadikan metode alternatif dalam pembelajaran orang dewasa dalam mengasah kemampuan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking, selain itu media ini juga akan sangat seru untuk mahasiswa agar tidak merasa bosan dengan media belajar yang itu itu saja.

REFERENCES

Firmansyah, R. A., & Wrastari, A. T. (2014). Pengaruh penggunaan film sebagai media belajar terhadap pencapaian higher order thinking skill pada mahasiswa fakultas psikologi UNAIR. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 3(1), 40-47.

Kilasan Kinerja 2019 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diakses pada 14 Juni 2023, https://r.search.yahoo.com/_Kilasan_Kinerja_2019_Kementerian_Pendidikan_dan_Kebudayaan

Kompas. Skor PISA 2018: Peringkat Lengkap Sains Siswa di 78 Negara, ini Posisi Indonesia, diakses pada 14 Juni 2023, https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/07/10225401/skor-pisa-2018-peringkat-lengkap-sains-siswa-di-78-negara-ini-posisi

Sa'idah, N., Yulistianti, H. D., & Megawati, E. (2019). Analisis instrumen tes higher order thinking matematika smp. Jurnal Pendidikan Matematika, 13(1), 41-54.

Saifuddin, M. (2010). Andragogi: Teori Pembelajaran Orang Dewasa. Fakultas Dakwah IAIN Raden Intan Lampung. hal, 19-21.

Suwarno, M. (2020). Teori Beban Kognitif dalam Pengembangan Multimedia Pembelajaran Matematika. Alauddin Journal of Mathematics Education, 2(2), 117-125. https://doi.org/10.24252/ajme.v2i2.16924

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun