Pentingnya pemahaman gender sejak dini di rumah, dan lembaga seperti sekolah serta panti asuhan adalah untuk membantu anak memahami peran dan tanggung jawab mereka sesuai dengan jenis kelamin mereka. Melalui pengenalan identitas gender, diharapkan anak dapat memahami bagaimana menjaga diri dari kekerasan seksual dan menghargai perbedaan gender.
Selain itu, pendidikan seks dengan memperkenalkan identitas gender kepada anak usia dini dengan perspektif pendidikan Islam dapat digunakan sebagai upaya dalam mencegah atau mengurangi kasus kekerasan seksual terhadap anak. Pentingnya pendidikan jenis kelamin dan gender pada anak usia dini juga memegang peran penting dalam mencegah terjadinya pelecehan seksual. Oleh karena itu, peran orang tua, pendidik, dan institusi anak dalam memberikan pendidikan gender yang tepat dan menghindari bias gender sangatlah penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan anak secara keseluruhan.
Dalam penelitian yang dilakukan, pendidik memberikan pendidikan mengenai edukasi jenis kelamin dan gender dengan menggunakan media yang sesuai dengan karakteristik anak, seperti cerita dan gambar. Selain itu, pendidik mempersiapkan rencana pembelajaran dengan baik, dan menyadari pentingnya pendidikan tentang jenis kelamin dan gender dalam kurikulum. Selama proses pembelajaran, anak-anak diajarkan tentang perbedaan jenis kelamin dan gender serta bagaimana memahami peran dan tanggung jawab mereka sesuai dengan jenis kelamin mereka.Â
Pendidik dan orang tua juga memegang peran penting dalam memberikan pendidikan seks dan gender kepada anak-anak mereka, dan lingkungan sekitar anak juga sangat penting dalam mendukung pendidikan seks dan gender bagi anak usia dini.
Dalam kasus ini, pengenalan identitas gender meliputi beberapa aspek seperti mengajarkan nilai-nilai maskulinitas pada anak laki-laki dan nilai-nilai feminitas pada anak perempuan, mengenalkan organ reproduksi serta cara menjaga kebersihan dan memahami perubahan fisik yang terjadi pada tubuh. Diharapkan melalui upaya ini, anak-anak dapat memahami bagaimana menjaga diri dari kekerasan seksual dan menghargai perbedaan gender.
Apa hubungannya permasalahan indentitas gender dengan teori psikologi?
Dalam hal ini, penulis menghubungkan permasalahan pengenalan gender pada anak dengan beberapa teori perkembangan psikologi, yaitu:
1. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget mengidentifikasi empat fase perkembangan kognitif dari masa kanak-kanak hingga remaja. Dalam contoh ini, penulis akan berfokus pada periode preoperasional untuk anak-anak yang berkisar antara usia 2 hingga 7 tahun. Periode ini merupakan fase persiapan untuk melakukan aktivitas tertentu. Pada tahap ini, pola pikir anak cenderung terfokus pada pengalaman konkret daripada penalaran logis, oleh sebab itu jika mereka melihat benda atau sesuatu yang terlihat berbeda, mereka akan mengartikannya dengan cara yang berbeda pula.Â
Ketika seorang anak perempuan melihat seorang anak laki-laki, dia akan melihat bahwa anak tersebut berambut pendek, dan dia akan mengenali karakteristik tersebut sebagai anak laki-laki. Dalam hal ini anak masih belum dapat memikirkan atau memahami dua aspek yang berbeda sekaligus, misalnya bahwa anak berambut pendek belum tentu semua itu anak laki-laki, karena ada juga anak perempuan yang berambut pendek.
Selain itu, anak pada tahap praoperasional juga cenderung bertindak sesuai dengan stereotipe gender yang diterima secara sosial. Anak cenderung menganggap aktivitas tertentu atau perilaku tertentu menjadi hak milik laki-laki atau perempuan saja. Contohnya, seorang anak perempuan mungkin berpikir bahwa hanya laki-laki yang boleh bermain bola, sedangkan seorang anak laki-laki mungkin berpikir bahwa hanya perempuan yang boleh memasak. Dalam tahap praoperasional, anak-anak juga mulai menyadari adanya peran sosial yang terkait dengan jenis kelamin.Â
Misalnya, anak-anak cenderung membagi aktivitas bermain berdasarkan jenis kelamin, seperti hanya bermain boneka dengan teman perempuan atau hanya bermain bola dengan teman laki-laki. Anak pada tahap praoperasional belum mampu memahami konsep gender secara menyeluruh, sehingga mereka masih terbatas dalam memahami perbedaan biologis dan peran sosial antara laki-laki dan perempuan.
Menurut teori Piaget, bermain peran harus didukung dan sangat krusial dalam perkembangan keterampilan sosial, verbal, dan kognitif anak. Anak usia dua tahun dapat mulai menggunakan bahasa dan berpartisipasi dalam permainan role play selama periode awal perkembangan praoperasional. Keterlibatan orang dewasa yang mendukung selama masa praoperasional ini sangat penting bagi anak untuk memperoleh kemampuan bermain peran.
2. Teori Perkembangan Psikososial
Teori perkembangan psikososial yang berkaitan dengan pengenalan gender pada anak usia dini adalah teori yang dikemukakan oleh Erik Erikson. Pada tahap tersebut, anak-anak mulai berusaha memahami peran dan identitas gender mereka sendiri.
Menurut Erikson, pada tahap ini anak-anak berada pada periode kepercayaan (trust) vs ketidakpercayaan (mistrust) yang berkisar pada usia 0-1 tahun dan periode otonomi vs keraguan diri (autonomy vs shame and doubt) yang berkisar pada usia 1-3 tahun. Pada periode ini, anak-anak mulai mempelajari peran dan identitas gender melalui interaksi dengan keluarga dan lingkungan sekitar. Anak-anak belajar tentang stereotip gender dan norma-norma yang berkaitan dengan gender melalui pengamatan dan interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya. Mereka juga mempelajari peran dan tugas yang berbeda terkait gender dari orang tua dan orang dewasa lainnya melalui pengamatan langsung dan imitasi.
Pada masa ini, lingkungan yang mendukung dan positif sangat penting untuk membantu anak-anak memahami diri mereka sendiri dan mengembangkan identitas gender mereka. Orang tua dan pengasuh dapat memperkuat konsep gender positif dan mendukung perkembangan identitas gender anak dengan memberikan contoh model peran yang sesuai dengan jenis kelamin, mempromosikan kebebasan berekspresi, dan mendorong anak untuk mengeksplorasi minat dan kegiatan yang berbeda-beda.Â
Dalam rangka membantu anak-anak memahami perkembangan identitas gender mereka, penting juga bagi orang tua dan pengasuh untuk menerima perbedaan gender dan mendukung eksplorasi anak-anak terhadap kedua jenis kelamin. Hal ini akan membantu anak untuk merasa aman, percaya diri, dan berkembang secara positif.
Bagaimana para orang tua dan pendidik mengenalkan identitas gender kepada anak kecil?
Dari uraian mengenai identitas gender pada pendidikan anak usia dini, ada beberapa saran yang bisa diberikan untuk meningkatkan pendidikan seksual dan identitas gender pada anak.
- Pertama, perlu adanya pendekatan pendidikan seks yang mengintegrasikan nilai-nilai agama sebagai cara untuk mengajarkan identitas gender pada anak.
- Kedua, perlu memperhatikan faktor lingkungan sekitar anak, seperti keluarga dan masyarakat, dalam memberikan pendidikan seksual yang tepat dan mendukung bagi anak.
- Ketiga, perlu menggunakan media yang sesuai dengan karakteristik anak dalam memberikan pendidikan seksual dan identitas gender.
- Dan yang terakhir, perlu ada sosialisasi atau edukasi kepada orang tua dan guru tentang pentingnya pendidikan seksual dan identitas gender pada anak usia dini untuk mencegah kekerasan seksual.
Dengan demikian, diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak dalam mengembangkan kesadaran diri dan identitas gender yang positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H